Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, August 28, 2006

Psikologi Poligami
Poligami sesungguhnya merupakan fitrah hidup, artinya dibenci dan dimusuhi seperti apapun praktek poligami selalu ada. Pada masayarakat Barat yang melarang poligami secara hokum, maka prakteknya banyak suami punya wanita selingkuhan. Jika ada kelompok wanita yang memiliki seterotip kepada laki-laki dengan mengatakan dasar laki-laki nggak boleh lihat jidat licin, maka perlu diketahui bahwa semua isteri muda adalah perempuan juga. Artinya pada sebagian perempuan, poligami merupakan jalan keluar, apaboleh buat menjadi isteri kedua daripada tidak.Dalam hidup tidak semua yang kita terima itu yang kita inginkan. Inginnya menjadi isteri satu-satunya, eh malah jadi isteri ketiga.

Agama Islam menempatkan poligami sebagai pintu darurat, bukan pintu yang selalu terbuka, maknanya ada memang lelaki tertentu yang memiliki potensi lebih, yang tidak cukup dengan satu isteri, atau ada kasus, yang mengantar poligami menjadi solusi, misalnya isterinya mandul. Islam menyalurkan fitrah manusia dengan aturan dan etika. Etika bagi laki-laki yang apa boleh buat menjalani poligami, ia harus berlaku adil terhadap isteri-isterinya meski adil itu sangat berat. Ada orang yang berpoligami secara jujur dan terbuka, ada yang sembunyi-sembunyi, ada yang berpoligami sekedar menuruti syahwat seksual tanpa tanggungjawab.

Berikut ini kasus rumah tangga yang menjurus pada poligami, tetapi akhirnya si lekaki mengurungkan niatnya karena sadar akan tanggungjawab. Waktu itu saya sebagai konselor keluarga, dan dia datang kepada saya sebagai klient. Kasus ini saya rekam dan saya muat di buku saya Konseling Agama Teori dan Kasus. Silahkan dibaca:
Seorang pegawai perusahaan swasta bermaksud poligami. Ia seorang sarjana ekonomi yang baru akrab dengan agama setelah bergaul dengan rekan sekerja yang kebanyakan taat beragama dan agak "fundamentalis". Lingkungan pergaulannya adalah masyarakat professional, tetapi mereka mempunyai corak keberagamaan yang cukup kental, dengan menonjolkan simbol-simbol tertentu, seperti salat awal waktu, memelihara jenggot dan juga poligami. Di lingkungan grup pengajiannya, poligami dipandang sebagai sunah Nabi yang dianjurkan, sehingga dia dengan semangat mengikuti sunnah Nabi juga bermaksud nikah lagi. Isterinya berasal dari lingkungan masyarakat pesantren, yang juga taat beragama, tetapi simbol-simbol keberagamaannya berbeda dengan lingkungan pengajian suaminya. Isterinya lebih respek kepada kyai di pesantrennya dibanding guru ngaji suaminya yang Insinyur.

Dalam hal rencana nikah lagi, terjadi peselisihan hebat antara suami isteri itu, dan menariknya masing-masing berdalil dengan agama. Suami menganggap rencana nikah lagi itu sebagai perwujudan dari mengikuti sunnah Rasul, sementara isteri memandangnya sebagai akal bulus, yakni menjadikan agama sebagai kedok untuk mencari kepuasan syahwat. Karena keduanya memang orang yang patuh kepada agama, maka pertentangan pendapat suami isteri itu disepakati untuk mencari pembenarannya. Suami memanggil guru ngajinya untuk menasehati isterinya agar patuh kepada suami, sementara isterinya mengajak suaminya silaturrahmi kepada gurunya di pesantren, sekaligus untuk meminta nasehatnya tentang rencana nikah lagi itu. Sang isteri pergi dengan semangat karena yakin pasti pak kyai, gurunya di pesantren itu pasti ada di pihaknya, dan sang suami juga semangat, karena yakin bahwa pak kyai itu lebih mengerti tentang keharusan mengikuti sunnah Rasul, apa lagi pak kyai juga berpoligami.

Anatomi masalah
Sebenarnya, sang isteri tidak bersedia dimadu, lebih didorong oleh perasaanya sebagai wanita. Ia tidak begitu antipati terhadap poligami, karena ia sendiri adalah puteri dari isteri muda seorang kyai, dan ia merasa OK-OK saja berhubungan dengan saudara-saudara tiri dan bahkan ibu tirinya. Akan tetapi dalam hal rencana nikah lagi suaminya, disamping secara naluriah ia tidak bisa menerima, ia juga tidak percaya terhadap otoritas guru ngaji suaminya yang selalu menekankan kewajiban seorang isteri harus patuh kepada suami. Di mata sang isteri guru suaminya itu bukan orang 'alim, sebagaimana juga suaminya, meskipun mereka itu sarjana dan professional, tetapi bukan dalam bidang agama.

Sementara itu, sang suami yang baru kenal agama setelah berada di lingkungan kerja baru itu merasa bahwa poligami itu mengandung nilai keutamaan agama. Ia bermaksud nikah lagi dengan semangat ibadah, dan sudah barang tentu ada juga motif kepada pengalaman baru hubungan seksual, tetapi ia sama sekali tidak mau terima jika dituduh isterinya bahwa rencana nikah lagi itu hanya akal bulus saja untuk mencari kepuasan seksual. Ia bahkan tidak pacaran dengan calon isteri keduanya itu, karena calon isterinya itu adalah orang yang dikenalkan oleh guru ngajinya. Oleh karena itu ia tanpa ragu sedikitpun untuk memenuhi permintaan isterinya silaturrahmi kepada pak kyai di pesantren.

Pasangan suami isteri itu kemudian mendatangi penulis, dan meminta penulis untuk mengantar mendampingi mereka ke desa di mana kyai itu memimpin pesantrennya.
Solusi yang ditawarkan. Ketika tiba menghadap pak kyai, setelah basa-basi seperlunya, mereka mengemukakan masalahnya. Suami mengetengahkan maksudnya dan mohon nasehatnya, dan isteri mengemukakan keberatan dan mohon bantuan agar menasehati suaminya.

Pak kyai yang 'alim ini nampaknya sangat bijak dalam menasehati mereka berdua. Pak kyai bilang, poligami itukan ajaran Islam, ada dalam al Qur'an lagi. Ayahmu kan juga isterinya dua, kata pak kyai kepada tamu wanitanya, nah, seorang muslim jika memang mampu, agama sudah barang tentu membolehkan, asal jujur. Maka nasehatku kepada anda, coba kau tanyakan kepada hati nuranimu, istafti qalbak. Nanti jika nuranimu, bukan syahwatmu sudah menjawab, ya itu artinya nasehat agama. Mendengar nasehat pak kyai itu, sang suami berseri-seri wajahnya, sementara isterinya diam agak masam muka.
Tetapi menjelang tamunya pamitan, pak kyai berkata: Memang ada tiga orang yang bisa berpoligami. Mendengar kata-kata pak kyai itu, baik sang suami maupun sang isteri nampak sangat antausias ingin mendengar lanjutannya.

Pertama, penguasa, penguasa politik atau penguasa harta, atau penguasa apa saja, karena kekuasaannya, maka ia bisa mengelola dan mengatur isteri-isterinya.
Kedua, Orang berilmu, termasuk Ulama, karena ilmu yang dalam maka ia mampu mengatasi problem yang timbul dari kehidupan berpoligami. Yang ketiga, Orang mbelosondo atau orang ngawur, dan dengan ngawurnya ia bisa saja mempunyai isteri dua, tiga atau empat sekalian.

Sekarang tanyakan kepada hati nuranimu, sampeyan termasuk yang mana.
Nasehat pak kyai yang cespleng itu nampaknya benar-benar mengena. Sepanjang pulang ke rumah dan bahkan sampai berhari-hari di rumah, laki-laki itu merenung bekerja keras bertanya kepada hati nuraninya, apakah ia termasuk orang pertama, kedua atau ketiga. Pada akhirnya ia tidak berani meneruskan rencananya, karena secara sadar nuraninya mengatakan bahwa ia tidak termasuk nomor satu dan bukan pula nomor dua. Untuk menjadi nomor tiga, ahhh...... no way katanya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, August 27, 2006

Pandangan Islam Tentang Sikap Fanatik
Sejarah Islam kaya dengan pengalaman pahit yang disebabkan oleh perilaku fanatik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam. Pada zaman klassik, aliran Khawarij dapat disebut sebagai awal mulanya lahir kelompok fanatik. Logika berfikir faham Khawarij yang menyesatkan itu antara lain bahwa orang Islam yang berbuat dosa besar hukumnya kafir, dan orang kafir halal dibunuh. Dengan logika fanatik demikian maka banyak terjadi korban pembunuhan dengan atas nama agama.

Pada zaman modern sekarang, kelompok-kelompok fanatik juga banyak dijumpai, terutama di kalangan kaum muda. Ciri mereka antara lain mereka merasa benar sendiri sehingga merasa tidak sah makmum salat kepada orang lain diluar kelompoknya, tidak mau mendengarkan nasehat dan bahkan tidak bisa mengormati kepada orang lain yang di luar kelompoknya meskipun ayah ibunya, gurunya dan sebagainya. Ada contoh menarik dimana sekelompok mahasiswa sebuah perguruan tinggi meninggalkan dosen yang sedang mengajar di kelas menuju ke masjid kampus untuk salat Ashar begitu azan terdengar. Kebetulan dosen yang mengajar seorang Nasrani, dan dosen tersebut melaporkan perilaku mahasiswa tersebut ke Dekan . Ketika mereka ditegur oleh Dekan bahwa tindakan mereka tidak etis mereka menjawab bahwa panggilan Allah (untuk salat) tidak bisa dikalahkan oleh panggilan manusia (dosen).

Saya oleh dekan diminta menjadi pengajar agama Islam dengan pesan khusus bagaimana meredam sikap fanatic mahasiswa. Al hamdulillah, satu semester, dengan dialog dan contoh-contoh empiric ada juga hasilnya, yakni ada sedikit perubahan.
Di antara butir-butir ajaran Islam menyangkut sikap fanatik adalah sebagai berikut :
1. Alqur'an mengisyaratkan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan untuk membanggakan apa yang ada pada mereka.


artinya : Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kamu kepadaKU. (52) Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul) menjadikan agama mereka terpecah-pecah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing) (53) Maka biarkanlah mereka dalam kesesatan nya sampai suatu waktu (54). (Surat Al Mu'minun, 52-54)

2. Alqur'an banyak sekali mengingatkan manusia agar menggunakan akalnya, dan diingatkan agar tidak mengikuti pandangan yang mengabdi kepada hawa nafsu.
Afala ta`qilun? artinya: Apakah kamu tidak berakal? Afala tatafakkarun? Apakah kamu tidak berfikir? Apakah kamu tidak merenungkan ...?

3. Bahwa beragama artinya juga hidup dengan menggunakan akal karena agama itu sendiri didesain untuk manusia yang berakal. Oleh karena itu orang yang tidak berakal tidak terkena kewajiban agama.
Addinu huwa al`aqlu la dina liman la `aqla lahu artinya: Agama adalah akal, maka tidak ada agama bagi orang yang tidak menggunakan akal.

4. Bahwa bersikukuh dengan pandangan yang diyakini seraya menutup diri dari pandangan lain (yang justeru mungkin lebih benar) adalah perbuatan sesat, yang dalam al Qur'an disebut sebagai mengikuti hawa nafsu, yakni kecenderungan memenuhi dorongan keinginan untuk kesenangan jangka pendek, bukan untuk mencari kebenaran (yang pada mulanya mungkin terasa pahit).

artinya: Katakanlah; Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammmad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia, dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. (al Maidah, 77)
Pada akhirnya orang yang secara membabi buta membela sesuatu tanpa melihat duduk soal dan benar salahnya masalah yang dibela akan terjerumus pada perbuatan konyol dan sia-sia, meskipun boleh jadi apa yang dilakukanya itu didorong oleh rasa cintanya yang mendalam terhadap sesuatu yang dibela itu. Imam Gazali dalam Ihya Ulumuddin membagi cinta kepada empat kualitas:
(a). Cinta diri. Pencinta ini melihat segala sesuatu hanya dengan satu ukuran atau satu kaca mata, yaitu dari kepuasan diri sendiri.

(b). Cinta kepada orang lain sepanjang orang lain memberi keuntungan kepadanya. Cinta kelas ini seperti cintanya pedagang kepada pembeli, cinta transaksional.

(c). Cinta kepada orang baik, meskipun yang dicintainya itu tidak memberikan apapun kepadanya., seperti cinta kepada Nabi, ulama dan pemimpin

(d). Cinta kepada kebaikan sich, terlepas dari siapa pemilik kebaikan itu.

Dalam perspektip ini, maka sikap fanatik mudah timbul pada orang dengan kategori pertama. Dari cinta diri (narcisme) dapat berkembang menjadi cinta kelompok in group dan selanjutnya bisa menjelma menjadi fanatik etnik. Sebaliknya cinta dalam kategori ke tiga dan ke empat akan mengantarkan orang pada cinta kepada manusia dan cinta kepada Tuhan.

Nabi mengingatkan bahwa barang siapa yang mati karena membela sesuatu secara fanatik buta (mata `ala `asabiyyah) maka ia masuk neraka. Termasuk ke dalam kelompok ini barangkali adalah orang yang berani mati hanya untuk partai dan bentrokan kampanye pemilihan umum, atau pilkada padahal mereka sendiri tidak tahu apa hakikat yang dibela.


Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, August 23, 2006

Psikologi Fanatik
Belakangan ini gejala maraknya fanatisme buta sedang melanda dunia, terutama tumbuh subur di kalangan orang muda. Bentuk-bentuk fanatisme buta ini sudah mengarah kepada perilaku yang membahayakan sehingga perlu dikaji secara seksama, menyangkut karakteristiknya, sebab-sebab timbulnya dan bagaimana upaya meredam dan menghindari bahayanya.

1.Pengertian Fanatik
Fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatip, pandangan mana tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. (A Favourable or unfavourable belief or judjment, made without adequate evidence and not easily alterable by the presentation of contrary evidence) 23.

Fanatisme biasanya tidak rationil, oleh karena itu argumen rationilpun susah digunakan untuk meluruskannya. Fanatisme dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam;
(a) berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu,
(b) dalam berfikir dan memutuskan,
(c) dalam mempersepsi dan memahami sesuatu, dan
(d) dalam merasa.

Secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini. Tanda-tanda yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidak mampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah. Secara garis besar fanatisme mengambil bentuk;
(a) fanatik warna kulit,
(b) fanatik etnik/kesukuan, dan
(c) fanatik klas sosial.

Fanatik Agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan kepanjangan dari fanatik etnik atau klas sosial.
Pada hakikatnya, fanatisme merupakan usaha perlawanan kepada kelompok dominan dari kelompok-kelompok minoritas yang pada umumnya tertindas. Minoritas bisa dalam arti jumlah manusia (kuantitas), bisa juga dalam arti minoritas peran (Kualitas). Di negara besar semacam Amerika misalnya juga masih terdapat kelompok fanatik seperti:
1). Fanatisme kulit hitam (negro)
2). Fanatisme anti Yahudi
3). Fanatisme pemuda kelahiran Amerika melawan imigran
4). Fanatisme kelompok agama melawan kelompok agama lain.

2.Analisis Terhadap Fanatisme
Fanatisme dapat dijumpai di setiap lapisan masyarakat, di negri maju, maupun di negeri terbelakang, pada kelompok intelektual maupun pada kelompak awam, pada masyarakat beragama maupun pada masyarakat atheis. Pertanyaan yang muncul ialah apakah fanatisme itu merupakan sifat bawaan manusia atau karena direkayasa?

1. Sebagian ahli ilmu jiwa 24) mengatakan bahwa sikap fanatik itu merupakan sifat natural (fitrah) manusia, dengan alasan bahwa pada lapisan masyarakat manusia di manapun dapat dijumpai individu atau kelompok yang memilki sikap fanatik. Dikatakan bahwa fanatisme itu merupakan konsekwensi logis dari kemajemukan sosial atau heteroginitas dunia, karena sikap fanatik tak mungkin timbul tanpa didahului perjumpaan dua kelompok sosial.

Dalam kemajemukan itu manusia menemukan kenyataan ada orang yang segolongan dan ada yang berada di luar golongannya. Kemajemukan itu kemudian melahirkan pengelompokan "in group" dan "out group". Fanatisme dalam persepsi ini dipandang sebagai bentuk solidaritas terhadap orang-orang yang sefaham, dan tidak menyukai kepada orang yang berbeda faham. Ketidak sukaan itu tidak berdasar argumen logis, tetapi sekedar tidak suka kepada apa yang tidak disukai (dislike of the unlike). Sikap fanatik itu menyerupai bias dimana seseorang tidak dapat lagi melihat masalah secara jernih dan logis, disebabkan karena adanya kerusakan dalam sistem persepsi (distorsion of cognition).

Jika ditelusuri akar permasalahannya, fanatik - dalam arti cinta buta kepada yang disukai dan antipati kepada yang tidak disukai - dapat dihubungkan dengan perasaan cinta diri yang berlebihan (narcisisme), yakni bermula dari kagum diri, kemudian membanggakan kelebihan yang ada pada dirinya atau kelompoknya, dan selanjutnya pada tingkatan tertentu dapat berkembang menjadi rasa tidak suka , kemudian menjadi benci kepada orang lain, atau orang yang berbeda dengan mereka. Sifat ini merupakan perwujudan dari egoisme yang sempit.

2. Pendapat kedua mengatakan bahwa fanatisme bukan fitrah manusia, tetapi merupakan hal yang dapat direkayasa. Alasan dari pendapat ini ialah bahwa anak-anak, dimanapun dapat bergaul akrab dengan sesama anak-anak, tanpa membedakan warna kulit ataupun agama. Anak-anak dari berbagai jenis bangsa dapat bergaul akrab secara alami sebelum ditanamkan suatu pandangan oleh orang tuanya atau masyarakatnya. Seandainya fanatik itu merupakan bawaan manusia, pasti secara serempak dapat dijumpai gejala fanatik di sembarang tempat dan disembarang waktu. Nyatanya fanatisme itu muncul secara berserakan dan berbeda-beda sebabnya. 25)

3. Teori lain menyebutkan bahwa fanatisme berakar dari tabiat agressi seperti yang dimaksud oleh Sigmund Freud ketika ia menyebut instink Eros (ingin tetap hidup) dan instink Tanatos (siap mati). 26)

4. Ada teori lain yang lebih masuk akal yaitu bahwa fanatisme itu berakar pada pengalaman hidup secara aktual. Pengalaman kegagalan dan frustrasi terutama pada masa kanak-kanak dapat menumbuhkan tingkat emosi yang menyerupai dendam dan agressi kepada kesuksesan, dan kesuksesan itu kemudian dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses. Seseorang yang selalu gagal terkadang merasa tidak disukai oleh orang lain yang sukses. Perasaan itu kemudian berkembang menjadi merasa terancam oleh orang sukses yang akan menghancurkan dirinya. Munculnya kelompok ultra ekstrim dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari terpinggirkannya peran sekelompok orang dalam sistem sosial (ekonomi dan politik) masyarakat dimana orang-orang itu tinggal. Di Indonesia, ketika kelompok Islam dipinggirkan secara politik pada zaman Orde Baru terutama pada masa kelompok elit Kristen Katolik (Beni Murdani, Sudomo, Radius Prawiro, Andrianus Moy, Sumarlin, Hutahuruk, Jendral Pangabean) 27) secara efektif mengontrol pembangunan Indonesia, maka banyak kelompok Islam merasa terancam, dan mereka menjadi fanatik. Ketika menjelang akhir Orde Baru di mana kelompok Kristen Katolik mulai tersingkir sehingga kabinet dan parlemen disebut ijo royo-royo (banyak orang Islamnya), giliran orang Kristen yang merasa terancam, dan kemudian menjadi ekstrim, agressip dan destruktif seperti yang terjadi di Kupang dan Ambon , Poso, juga Kalteng (juga secara tersembunyi di Jakarta).

Jalan fikiran orang fanatik itu bermula dari perasaan bahwa orang lain tidak menyukai dirinya, dan bahkan mengancam eksistensi dirinya. Perasaan ini berkembang sedemikian rupa sehinga ia menjadi frustrasi. Frustrasi menumbuhkan rasa takut dan tidak percaya kepada orang lain. Selanjutnya perasaan itu berkembang menjadi rasa benci kepada orang lain. Sebagai orang yang merasa terancam maka secara psikologis ia terdorong untuk membela diri dari ancaman, dan dengan prinsip lebih baik menyerang lebih dahulu daripada diserang, maka orang itu menjadi agressif. 28)
Teori ini dapat digunakan untuk menganalisa perilaku agressip (1) orang Palestina yang merasa terancam oleh orang Yahudi Israel, agressip kepada warga dan tentara Israel, dan (2) perilaku orang Yahudi yang merasa terkepung oleh negara-negara Arab agressip kepada orang Palestina. Teori ini juga dapat digunakan untuk menganalisa (3) perilaku ektrim kelompok sempalan Islam di Indonesia pada masa orde baru (yang merasa ditekan oleh sistem politik yang didominasi oleh oknum-oknum anti Islam), agressip kepada Pemerintah.

Dari empat teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengurai perilaku fanatik seseorang/sekelompok orang, tidak cukup dengan menggunakan satu teori, karena fanatik bisa disebabkan oleh banyak faktor, bukan oleh satu faktor saja. Munculnya perilaku fanatik pada seseorang atau sekelompok orang di suatu tempat atau di suatu masa. boleh jadi
(a) merupakan akibat lagis dari sistem budaya lokal, tetapi boleh jadi
(b) merupakan perwujudan dari motif pemenuhan diri kebutuhan kejiwaan individu/sosial yang terlalu lama tidak terpenuhi.

3.Cara Mengobati Perilaku Fanatik
Karena perilaku fanatik mempunyai akar yang berbeda-beda, maka cara penyembuhannya juga berbeda-beda.
(1).Pengobatan yang sifatnya sekedar mengurangi atau mereduksi sikap fanatik harus menyentuh masalah yang menjadi sebab munculnya perilaku fanatik.
(2).Jika perilaku fanatik itu disebabkan oleh banyak faktor maka dalam waktu yang sama berbagai cara harus dilakukan secara serempak (simultan) .

Perilaku fanatik yang disebabkan oleh masalah ketimpangan ekonomi, pengobatannya harus menyentuh masalah ekonomi, dan perilaku fanatik yang disebabkan oleh perasaan tertekan, terpojok dan terancam, maka pengobatannya juga dengan menghilangkan sebab-sebab timbulnya perasaan itu. Pada akhirnya, pelaksanaan hukum dan kebijaksanaan ekonomi yang memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat secara alamiah akan melunturkan sikap fanatik pada mereka yang selama ini merasa teraniaya dan terancam.

4.Klien dan Konselor Perilaku Fanatik
Pada umumnya orang yang memiliki pandangan fanatik merasa tidak membutuhkan nasehat dari orang lain selain sesama (in group) mereka. Oleh karena itu konselorlah yang harus aktif berusaha mendekati klien. Yang dapat dilakukan oleh seorang konselor terhadap klien fanatik antara lain :
1).Mengajak berfikir rationil. Pada umumnya orang fanatik tidak rationil dalam memandang masalah yang diyakininya benar. Jika ia dapat kembali berfikir rationil dalam bidang yang diyakini itu maka secara otomatis sikap fanatiknya akan mencair.
2). Menunjukkan contoh-contoh yang pernah terjadi akibat dari perilaku fanatik. Pada umumnya perilaku fanatik berakhir dengan kekacauan, kegagalan atau bahkan penjara. Orang yang telah sadar dari kekeliruannya berpandangan fanatik biasanya kemudian mentertawakan diri sendiri atas kepicikannya di masa lalu.

Sedangkan konselor perilaku fanatik disamping harus memiliki wawasan konseling, secara khusus ia harus memiliki pengalaman yang luas sehingga ia tidak menggurui tetapi menggelitik cara berfikir klien yang tidak rationil itu.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, August 21, 2006

Ayat Kursiy, Khasiat dan Kandungan Maknanya.
Minggu lalu, sdr Asep Maulana dari Karawang bertanya tentang khasiat ayat kursiy. Karena keterbatasan ruang, jawaban minggu lalu saya berikan sangat singkat, dan saya janjikan pada hari ini akan saya bahas lebih luas.

Khasiat Ayat Kursi
Keistimewaan al Qur’an antara lain adalah bahwa membacanya dinilai sebagai ibadah meski tidak faham artinya, berbeda dengan doa yang harus difahami artinya.. Anjuran untuk bertadarus banyak sekali dijumpai dalam ajaran Islam. Al Qur’an sendiri menyebut dirinya sebagai hudan (petunjuk), syifa (obat), rahmah (wujud kasih sayang), zikr (peringatan), tibyanan (penjelasan). Disamping itu hadis Nabi banyak menyebut keutamaan dan khasiat membaca surat atau ayat tertentu. Oleh karena itu tidak aneh jika muncul persepsi orang Islam yang menempatkan ayat al Qur’an bagaikan mantra. Hadis tentang khasiat ayat Kursi misalnya menyebutkan, : Jika ayat Kursi dibaca di rumah, maka syaitan terhalang tiga hari dan tukang sihir terhalang 40 hari tidak bisa masuk ke dalamnya. Hadis lain menyebut bahwa barang siapa membaca ayat Kursi setiap habis salat fardu maka ia layak masuk sorga, dan hanya orang jujur dan ahli ibadah yang bisa melakukannya, barang siapa yang membacanya setiap akan tidur maka Allah memberikan rasa aman kepada dirinya dan kepada tetangga di sekelilingnya. Nabi sendiri pada waktu perang Badar selalu membaca ayat ini, terutama pada bagian ya Hayyu ya Qoyyum.

Kandungan Makna Ayat Kursiy
Terjemahan ayat Kursiy adalah sebagai berikut :
Allah, tiada Tuhan selain Dia, yang Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk Nya), tidak mengenal ngantuk, apalagi tidur, bagi Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi, tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin Nya, Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan apa-apa yang ada di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali apa yang dikehendaki Nya, Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak repot mengurusi keduanya, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Dari ayat itu sekurangnya ada empat hal bisa didalami maknanya. (1) bahwa Allah itu hayyun dan qayyum, yakni hidup dan aktip mengurusi alam semesta (2) Allah memiliki dan menguasai langit dan bumi dengan segala isinya, (3) Allah mengetahui se detail-detailnya tentang apa dan siapa, dan (4) Manusia tidak dapat menggapai ilmu Allah kecuali sekedar yang dikehendaki oleh Nya. Diantara yang penting untuk difahami dari kandungan ayat Kursiy adalah batasan ilmu manusia dan kehendak Allah.

Tentang Ilmu Manusia
Manusia adalah makhluk yang berfikir, merasa dan berkehendak. Pengetahuan yang dimiliki manusia datang dari berbagai jalan, instink, indera, fikiran (logika) dan intuisi (ilham). Tingkat pengetahuan manusia sangat beragam, dari yang terendah hingga yang tertinggi. Tingkatan pengetahuan manusia yang tertinggi juga ada yang bersifat rational dan falsafi, dan ada yang bersifat intuitip, “gaib” atau suprarational. Meski demikian sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang terbatas, yang tidak sempurna, ilmu manusia juga terbatas, karena manusia tidak bisa menghindar dari distorsi-distorsi; instink, indera, pemikiran, maupun distorsi intuisi. Disamping problem distorsi, ilmu manusia dibatasi oleh ruang dan waktu. Apa yang telah lalu banyak yang luput dari pengamatan manusia, apa yang akan terjadi di masa depan, meski manusia bisa memprediksi dengan menggunakan hukum sunnatullah, atau dengan ramalan “gaib” tetapi ruang lingkupnya sangat terbatas. Apa yang akan terjadi di muka lebih banyak merupakan area kegelapan bagi ilmu manusia. Semakin banyak hal yang diketahui manusia, maka semakin tahu ia bahwa hal yang belum diketahui justeru lebih banyak lagi.

Adapun ilmu Tuhan tak terbatasi oleh ruang dan waktu, oleh karena itu tidak ada satupun fenomena yang luput dari akses Tuhan, yang dulu, yang sedang terjadi ataupun yang akan datang, semuanya berada dalam ilmu Tuhan. Al Qur’an mengibaratkan, selembar daun yang jatuhpun (yang dulu jatuh, yang sedang jatuh, dan yang akan jatuh nanti) kesemuanya berada dalam akses Tuhan. Dalam Al Qur’an, disebutkan bahwa Tuhan mengetahui yang nampak dan yang tidak nampak (`alim al ghoibi wa as syahadah) dan senantiasa mengetahuinya (`allam al ghuyub). Tuhan menurunkan ilmu Nya kepada manusia melalui dua jalan, pertama melalui taqdir atau qadar dalam sunnatullah yang bisa dipelajari hukumnya oleh akal, kedua melalui ilham dan wahyu.

Kehendak Allah
Kalimat al hayyu al qayyum mengandung arti bahwa Allah itu hidup dan selalu aktip mengurusi makhluknya, artinya Tuhan mempunyai kehendak dan tidak ada satupun persoalan yang terlewat atau terlupakan. Semua ciptaan Tuhan, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat makna didesain dengan tujuan dan maksud. Al Qur’an mengajarkan doa, Robbana ma kholaqta haza batila, ya Tuhan, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia tanpa makna. Hal-hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan manusia, kesemuanya dimaksud positip, yakni menguji manusia keputusan apa yang akan diambil ketika mengalaminya, langkah positip atau negatip (liyabluwakum ayyukum ahsanu `amala). Secara teologis, krisis multi dimensi yang sedang kita alami juga tak lepas dari kehendak Allah mewujudkan taqdir sunnatullah Nya, dan menguji bangsa ini respond apa yang akan diambil.

Dari Ilmu Kalam, lahir dua pandangan mensikapi kehendak Allah, yaitu faham Jabbariah (predestination) dan Qadariyah (free will). Yang pertama memandang bahwa kehendak Allah akan berjalan secara mutlak sehingga manusia tidak memiliki kekuasaan atas kehendaknya, manusia bagaikan wayang yang didalangi Tuhan. Faham kedua (qadariyah) memandang bahwa manusia memiliki kekuasaan untuk menentukan perbuatannya, meski harus mengikuti taqdir sunnatullah Nya. Yang pertama menekankan doa Kepada Tuhan, karena amal tidak menentukan, yang menentukan adalah keputusan Tuhan, orang masuk surga bukan karena amalnya tetapi karena rahmat Tuhan.. Yang kedua menekankan bekerja, karena keputusan Tuhan akan didasarkan pada sifat adil Nya, Tuhan tidak mungkin menyia-nyiakan orang yang beramal.. Dua faham ini melahirkan faham kompromi, yakni faham sunny, yang menekankan bahwa manusia wajib berikhtiar, tetapi taqdir sepenuhnya milik Allah. Wallohu a`1amu bis sawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, August 15, 2006

Terapi Amanah
Dalam Bahasa Arab, kalimat amanah dapat diartikan sebagai titipan, kewajiban, ketenangan, kepercayaan, kejujuran, dan kesetiaan. Dalam al Qur’an amanah disebut dalam beberapa konteks, pertama: sebagai tanggung jawab pengelolaan (Q/33:72), sebagai hutang atau janji yang harus ditunaikan (Q/2:283), sebagai tanggung jawab keadilan pemegang kekuasaan (Q/4:58), sebagai kesetiaan kepada tugas yang diemban (Q/8:27), sebagai karakter pribadi yang penuh kejujuran dan tanggungjawab (Q/23:8). Dalam hadis pernikahan, amanah disebut dalam kontek komitmen suci dalam kontrak perjanjian. Kata dasar amanah mempunyai pertalian dengan kata iman dan aman.

Dari pengertian bahasa dan dari pemahaman tematik al Qur’an dan hadis, amanah dapat difahami sebagai sikap mental yang didalamnya terkandung unsur kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab kepada tugas, kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam memegang janji, kesucian dalam tekad dan kejujuran kepada diri sendiri. Sikap mental amanah harus berdiri diatas pondasi keimanan, dan dengan itu akan tumbuh rasa aman, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain.

Budaya amanah adalah perilaku yang bersendikan kepatuhan kepada moralitas agama, kepada moralitas hukum, tanggung jawab vertikal dan horizontal dan kejujuran kepada diri sendiri, serta kesadaran atas implikasi dari suatu keputusan. Kebudayaan adalah nilai-nilai, norma dan konsep yang dimiliki masyarakat, yang dijadikan sebagai acuan mereka dalam berkehidupan sehari-hari, menyangkut ekonomi, politik, sosial dan budaya dari suatu masyarakat. Kebudayaan ada yang dianut oleh entitas sosial yang sempit tetapi ada juga kebudayaan yang dianut oleh suatu bangsa dan ada yang dianut oleh masyarakat international. Sifat amanah harus ada dalam memori setiap warga, sehingga tak pernah terlintas fikiran buruk, fikiran menyimpang dari semestinya.

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, etnik, bahasa dan budaya yang kemudian menyatukan diri dalam ikatan kebangsaan dengan tetap menghormati kebudayaan masing-masing, disebut Binneka Tunggal Ika. Dalam perjalanan sejarahnya, komitmen Binneka Tunggal Ika tidak selalu dihormati. Pada masa Orde Baru misalnya kecenderungan Pemerintah untuk menyeragamkan kebudayaan bangsa telah meruntuhkan fungsi keragaman budaya sebagai kekuatan persatuan. Akibatnya ketika orde baru tumbang, keragaman budaya yang semula menjadi pemersatu berubah menjadi ancaman disintegrasi.


Ketika bangsa mengalami krisis kepemimpinan nasional, ketika infrastruktur kebudayaan yang konvensional tidak lagi efektif digunakan, ketika semua teori tidak lagi relefan untuk menganalisis persoalan, ketika kebuntuan melanda hampir seluruh saluran pemecahan masalah, diperlukan satu langkah terobosan yang menyentuh simpul-simpul yang tepat.
Masyarakat Indonesia, betapapun adalah masyarakat yang religious. Telah teruji berkali-kali, setiap kali bangsa berada di tubir kehancuran, kesadaran beragama menyeruak ke atas dengan berbagai simbolnya. Zaman keterbukaan memberi peluang kepada seluruh lapisan masyarakat mengemukakan ekpressi pemikirannya. Situasi ini memberi peluang sifat religiousitas masyarakat untuk bertemu dalam titik kesamaan dengan tetap menghargai perbedaan. Karakteristik amanah adalah satu diantara sedikit hal yang bisa mempersatukan kiblat bangsa, karena amanah bersifat universal. Oleh karena itu membangun kembali keluarga besar bangsa Indonesia dengan membudayakan amanah merupakan gagasan yang sangat relevan.

Proses pembudayaan suatu nilai lazimnya membutuhkan waktu yang panjang dan proses yang alami, tetapi dalam keadaan dimana masyarakat dalam keadaan bingung dan membutuhkan alternatif, pembudayaan suatu nilai dapat dilakukan dengan metode Gerakan.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, August 13, 2006

Makna Berlindung Dari Syaitan
Pada kolom Tanya Pak Ustad, Ibu Sahlan Wardoyo (dari Merak Banten) bertanya tentang makna ta‘awudz, yakni berlindung kepada Allah dari godaan syaitan. Per­tanyaan itu timbul karena ibu tersebut merasa kurang mampu melihat ciri-ciri godaan syaitan, karena dari orang yang dihor­matipun muncul perbuatan yang dianggapnya kurang difahami, yakni seorang “guru” yang mestinya menjadi contoh kok juga seperti orang “kesetanan”. Berikut ini tulisan tentang syaitan.

Syaitan, status, tugas dan aktifitasnya
Dalam al Qur’an sudah ditegas­kan bahwa syaitan itu adalah makhluk terkutuk (ar rajim), musuh utama manusia (‘aduwwun mubin) dan teman yang buruk (sa’a qarina). (Q/3:36, Q/4:38 dan Q/12: 5) Ia sudah diberi konsesi oleh Tuhan dengan berumur panjang, dan diberi pe­luang untuk menyesatkan manusia. Hanya saja kekuatan syaitan tidak akan mempan kepada orang yang beriman secara benar (ikhlas) ke­pada Allah (Q/15: 39-40).

Dalam al Qur’an disebutkan berbagai aktifitas syaitan dalam menjerumuskan manusia, seperti: [a] menggelincirkan (Q/2:36), [b] menakut-nakuti dengan kemiskinan dan menyuruh kejahatan (Q/2:268), [c] menakut-nakuti dengan ke­kuatan group syaitan (Q/3:175), [d] menyesatkan (Q/4:60), [e] memberi­kan janji-janji kosong (Q/4:120), [f] mem­bangkitkan permusuhan (Q/5:91), [g] merubah persepsi/menipu (Q/6:43), [h] membuat lalai (Q/6:68), [i] memberikan bisikan halus beracun/waswas (Q:7:20), [j] menggoda (Q/7:200), [k] melempar fitnah (Q/22:53), [l] mengajak ke jalan yang men­celakakan (Q/31:21), [m] menjerumus­kan (Q/47:25), [n] menyusahkan (Q/58:10), [o] mengil­hami (Q/6: 121).

Dalam al Qur’an juga disebut­kan bahwa kemubaziran, minuman keras dan keras hati merupakan media yang sangat efektif bagi syaitan dalam menjerat manusia.(Q/17:27, 5:90, dan 6:43)

Pintu-Pintu Masuk syaitan ke dalam hati manusia
Menurut Imam Gazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, hati manusia di­lengkapi dengan dua satgas, yaitu: satuan yang dapat dilihat dengan mata, dan (2) satuan yang kasat mata. Yang pertama terdiri dari fisik dengan semua organ fisik dan psikologis, dengan ujung tombak syahwat dan marah (ghodlob), dan ini menjadi kendaraan bagi syaitan, sedang yang kedua berupa ilmu, hikmah dan tafakkur, dan ini me­rupakan satgas yang mempunyai link dengan hidayah Allah.
Menurut Al Gazali, sekurang-kurangnya ada sembilan pintu yang dapat dilewati syaitan untuk mem­pengaruhi hati manusia, yaitu:
1. Marah dan syahwat.
2. Kemewahan
3. Tamak dan dengki (al hirsh dan al hasad).
4. Perut kekenyangan, meski dengan makanan halal.
5. Sifat terburu-buru dan ketidak­tabahan dalam urusan.
6. Uang/harta
7. Sifat kikir dan takut miskin.
8. Fanatisme buta, terhadap golongan atau pendapat, serta kebencian kepada musuh.
9. Buruk sangka.

Menurut sebuah hadis, syaitan itu merasuk ke dalam diri manusia bersama dengan aliran darah manusia. Oleh karena itu pola konsumsi manusia sangat erat hubungannya dengan intensitas kehadiran syaitan pada orang itu.Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah, Nabi juga men­ceriterakan konsensi yang diberikan Tuhan kepada syaitan sbb.

Ketika Iblis diusir dari sorga, syaitan meminta konsensi-konsensi kepada Tuhan, dengan berkata : Ya Tuhan, Engkau telah membuang kami ke bumi dengan status ter­kutuk, maka kami mohon agar engkau memberikan fasilitas untuk kami. Dalam hadis itu disebutkan bahwa Tuhan memberikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kamar mandi/tempat mandi sebagai rumah tinggal syaitan.
2. Pasar dan persimpangan jalan sebagai majlis (tempat duduk-duduk) nya.
3. Semua makanan manusia yang tidak dibacakan basmalah sebagai makanannya,
4. Semua minuman keras sebagai minumannya,
5. Musik hedonis sebagai terom­petnya
6. Puisi sebagai qur’annya,
7. Tatto sebagai tulisannya,
8. Dusta sebagai hadisnya, dan
9. Perempuan gelisah sebagai kailnya.

Sangat menarik untuk dire­nungkan tentang pasar dan per­simpangan jalan sebagai majlisnya syaitan. Pasar artinya tempat transaksi. Syaitan sangat aktif mengakses hati manusia, menghem­buskan cara berfikir agar dalam transaksi memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya, meski harus berbuat curang. Di semua sektor transaksi ekonomi, mikro dan makro, cara berfikir syaitan itu sangat menggoda. Sedangkan per­simpangan jalan, bisa difahami sebagai persimpangan jalan lalu lintas, bisa juga persimpangan jalan suksesi kepemimpinan. Di setiapkali terjadi pergantian kepemimpinan politik, lokal, nasional maupun international, cara berfikir syaitan selalu menggoda, yakni konspirasi jahat, sabotase dan manuver-manuver lain yang negatif. Dalam persimpangan zaman dari zaman orde baru ke zaman reformasi, syaitan betah sekali duduk-duduk di Senayan

Hadis lain menyebutkan bahwa manusia dapat dibagi menjadi tiga golongan kualitas;
[1] Manusia Binatang, yakni mereka yang berhati tetapi hatinya tak berfungsi sebagai alat memahami, punya telinga, tetapi tak berfungsi untuk membedakan mana nasehat dan mana larangan, punya mata, tetapi tak berfungsi untuk membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Mereka tak ubahnya binatang ternak, bahkan lebih rendah lagi.

[2] Manusia syaitan; yaitu mereka fisiknya manusia tetapi hatinya iblis. Mereka tidak berperi­kemanusiaan dan tidak pula berperikebinatangan. Mereka merupakan perpaduan antara kecerdikan manusia dan ke­buasan binatang.

[3] Manusia pilihan; yang selalu dalam naungan rahmat Tuhan.
Hadis lain menceriterakan bahwa suatu hari syaitan menda­tangi Nabi Isa, menggodanya. Nabi Isa bertanya, wahai Iblis, apakah engkau tidak mengenalku sehingga engkau menggodaku? Iblis men­jawab: Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau seorang Rasul yang ma‘sum, yang tak mempan godaan syaitan, tapi yah…. siapa tahu? namanya juga usaha! Nabi Isa kemudian bertanya. Wahai Iblis, di matamu, manusia itu apa? Iblis menjawab. Bagi saya, manusia itu ada tiga kelas; Pertama, orang yang selalu bikin susah, karena setiap kali di goda, sudah hampir berhasil, tiba-tiba ingat kepada Allah, jadi buyar­lah usaha saya. Kedua, orang yang bagi saya seperti bola di tangan anak-anak, mudah diper­mainkan. Ketiga; orang ma‘sum seperti anda.
Wallohu a1lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, August 06, 2006

Imam Dari Sisi Aqidah
Konsep imâmah dalam Islam dapat dipelajari dari tiga perspektif yang berbeda. Yaitu, masing-masing: (1) dari perspektif pemerintahan Islam, (2) dari perspektif pengetahuan dan ketentuan-ketentuan Islam, serta (3) dari perspektif kepemimpinan dan bimbingan pembaharuan kehidupan keruhaniaan. Berikut penjelasannya.

Pertama, imâmah dari perspektif pemerintahan Islam. Ketika dikaitkan dengan masalah kenegaraan, konsep imâmah memunculkan perbedaan pendapat di dalam kalangan umat Islam: Sunni dan Syiah. Berbeda dari Sunni, kalangan Syiah, khususnya yang Imamiyah, menyebutkan bahwa imâmah adalah masalah utama dan bagian dari rukun iman. Masalah imâmah bukan termasuk kepentingan umum, tapi menjadi tiang agama dan dasar Islam yang telah digariskan oleh Allah melalui ayat-ayatnya dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi.

Bagi kalangan Syiah, seperti disebutkan Murtadha Muthahhari, imâmah bisa berarti pimpinan umum suatu masyarakat. Salah satu tugas yang lowong pada masa setelah Rasulullah wafat adalah kepemimpinan masyarakat. Lalu, siapa yang berhak menggantikan Nabi? Di sinilah masalah khilafah muncul. Yang pasti, baik Sunni maupun Syiah sepakat bahwa umat Islam membutuhkan seorang pemimpin. Bagi kalangan Sunni, kepemimpinan pasca Rasulullah adalah para sahabat Nabi yang telah ditunjuk dan dipilih. Mereka disebut dengan al-khulafâ al-râsyidûn. Sedangkan bagi kalangan Syiah, Nabi Muhammad telah memilih penggantinya, yaitu Imam Ali ibn Abi Thalib dan selanjutnya diteruskan oleh ketururunannya—yang disebut ahl al-bayt.

Kedua, imâmah dari perspektif pengetahuan dan ketentuan-ketentuan Islam. Kalangan Syiah tidak hanya membatasi imâmah pada kepemimpinan politis. Mereka mengatakan, bahwa imâmah juga berkaitan dengan pengertian kepemimpinan agama. Menurut kalangan Syiah, sebelum wafat, Nabi Muhammad telah mendidik Imam Ali, penggantinya, sebagai seorang berilmu yang luar biasa dan mengajarkan kepadanya segala sesuatu tentang Islam. Imam Ali adalah salah seorang sahabat Nabi yang paling menonjol. Imam Ali suci sebagaimana Nabi juga suci.

Dengan alasan ini, maka yang paling pantas menggantikan Nabi setelah wafat adalah Imam Ali. Ali menerima ilmu secara langsung dari Nabi, dan para imam berikut juga memperoleh ilmu melalui Imam Ali.

Karena itu, kalangan Syiah percaya adanya dua belas imam. Yaitu, Ali ibn Abi Thalib, Hasan ibn Ali, Husain ibn Ali, Ali ibn Husain, Muhammad ibn Ali, Ja’far ibn Muhammad, Musa ibn Ja’far, Ali ibn Musa, Muhammad ibn Ali, Ali ibn Muhammad, Hasan ibn Ali, dan Mahdi.

Ketiga, imâmah dari perspektif kepemimpinan dan bimbingan pembaharuan kehidupan keruhaniaan. Selain itu, imâmah bisa berkaitan dengan pengertian wilayah. Inilah pengertian paling tinggi atas masalah imâmah. Wilayah menjadi fokus utama para sufi Syiah, sama seperti persoalan mengenai manusia sempurna dan wali zaman. Kalangan sufi Syiah percaya bahwa wali dan imam adalah pemimpin zaman. Dan wali itu selalu ada, dan karena itu mereka percaya akan selalu ada seorang manusia sempurna di dunia.

Sedangkan bagi kaum Sunni, mereka menganggap imâmah sebagai persoalan keduniaan yang ditangani langsung oleh umat Islam. Pencalonan seorang imam dilakukan oleh kelompok ahl al-imâmah (mereka yang memenuhi syarat dan berhak menjadi imam) —seperti dijelaskan oleh Al-Mawardi. Seorang imam diangkat melalui musyawarah yang dilakukan oleh ahl al-ikhtiyâr atau ahl al kalli na al `aqdi (orang yang berwenang memilih imam bagi umat). Dari sinilah kemudian muncul beragam sistem pemerintahan dalam Islam.

Selanjutnya masyarakat Sunni diberbagai negeri Islam bisa menerima sistem pemerintahan: republik, kerajaan atau kerajaan konstitusional, sementara masyarakat Syiah di Iran mencoba membangun sistem pemerintahan Islam dengan konsep Waliyat al faqih, dimana Ayatullah `al Uzma (pemimpin tertinggi keagamaan) memilih otoritas politik.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, August 03, 2006

Fungsi Masjid
Masjid berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud. Secara teknis sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara maknawi, jika kepada Tuhan sujud mengandung arti menyembah, jika kepada selain Tuhan, sujud mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung. Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun mengandung arti tempat yang banyak dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per orang. Oleh karena itu karpet masjid yang sangat lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak disebut sajadah.

Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid, oleh karena itu kata Nabi, Tuhan menjadikan bumi ini sebagai masjid. Sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat Jum’at disebut Masjid Jami‘. Karena salat Jum‘at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami‘ biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau.

Jika menengok sejarah Nabi, ada tujuh langkah strategis yang dilakukan oleh Rasul dalam membangun masyarakat Madani di Madinah. (1) mendirikan Masjid, (2) mengikat persaudaraan antar komunitas muslim, (3) Mengikat perjanjian dengan masyarakat non Muslim, (4) Membangun sistem politik (syura), (5) meletakkan sistem dasar ekonomi, (6) membangun keteladanan pada elit masyarakat, dan (7) menjadikan ajaran Islam sebagai sistem nilai dalam masyarakat.

Ketika Nabi memilih membangun masjid sebagai langkah pertama membangun masyarakat madani, konsep masjid bukan hanya sebagai tempat salat, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah) tertentu, tetapi masjid sebagai majlis untuk memotifisir atau mengendalikan seluruh masyarakat (Pusat Pengendalian Masyarakat). Secara konsepsional masjid juga disebut sebagai Rumah Allah (Baitullah) atau bahkan rumah masyarakat (bait al jami‘).
Secara konsepsional dapat dilihat dalam sejarah bahwa masjid pada zaman Rasul memiliki banyak fungsi :
1. Sebagai tempat menjalankan ibadah salat
2. Sebagai tempat musyawarah (seperti gedung parlemen)
3. Sebagai tempat pengaduan masyarakat dalam menuntut keadilan (seperti kantor pengadilan) 4. Secara tak langsung sebagai tempat pertemuan bisnis
Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengembangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal; prinsip-prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat Qur’an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.

Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan inspirasi kepada Umar bin Chattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid, dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, August 01, 2006

Problem Kehidupan Keluarga & Konseling Perkawinan
Problem di seputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga biasanya berada di sekitar:
a. Kesulitan memilih jodoh/kesulitan mengambil keputusan siapa calon suami/isteri.
b. Ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
c. Perbedaan watak, temperamen dan perbedaan kepribadian yang terlalu tajam antara suami/isteri.
d. Ketidak puasan dalam hubungan seksual.
e. Kejenuhan rutinitas.
f. Hubungan antar keluarga besar yang kurang baik.
g. Ada orang ketiga, atau yang sekarang populer dengan istilah WIL (wanita idaman lain) dan PIL (Pria Idaman Lain).
h. Masalah Harta dan warisan
i. Menurunnya perhatian dari kedua belah pihak suami isteri.
j. Dominasi dan interfensi orang tua/ mertua
k. Kesalah pahaman antara kedua belah pihak
l. Poligami
m. Perceraian.

2. Konseling Perkawinan

Dari berbagai problem kerumahtanggaan seperti tersebut diatas, maka konseling perkawinan menjadi relevan, yakni membantu agar client dapat menjalani kehidupan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling perkawinan pada prinsipnya berisi dorongan untuk menghayati atau menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran Islam. Konseling diberikan agar suami/istri menyadari kembali posisi masing-masing dalam keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang terbaik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya.

Jika memperhatikan kasus perkasus maka konseling perkawinan diberikan dengan tujuan:
a. Membantu pasangan perkawinan itu mencegah terjadinya/meletus problema yang mengganggu kehidupan perkawinan mereka.
b. Pada pasangan yang sedang dilanda kemelut rumah tangga, Konseling diberikan dengan maksud agar mereka bisa mengatasi sendiri problema yang sedang dihadapi.
c. Pada pasangan yang berada dalam tahap rehabilitasi, konseling diberikan agar mereka dapat memelihara kondisi yang sudah baik menjadi lebih baik.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger