Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, December 25, 2006

Kepemimpinan Masa Kini
Membahas masalah kepemimpinan dari masa ke masa, ibarat membuka kalender kehidupan, sambung menyambung tiada henti. Sebab usia kepemimpinan itu sendiri seiring dan sejalan dengan peradaban manusia.Apa yang telah diuraikan di bagian depan, hanyalah sekelumit dari timbunan yang bak gunung dalam gudang sejarah nan luas, tak bertepi dan tak beratap. Buat kita yang penting adalah sejauh mana bisa memetik hikmah dan pelajaran darinya.

Penulis yang cukup menggemparkan dunia menjelang akhir abad ke-20, Sammuel P. Huntington, dalam akhir tulisan di buku The Third Wave: Democratization in The Late Twentieth Century

1) menyatakan, bahwa gelombang demokrasi telah terus menerus tanpa henti menghantam pantai kediktatoran. Dan untuk mewujudkan demokrasi, para elit politik di masa depan harus percaya bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang paling sedikit keburukannya. Oleh karena itu mereka harus memiliki ketrampilan untuk mewujudkannya, terutama dalam menghadapi golongan konservatif yang pasti akan terus mencoba bertahan. Demokrasi itu sendiri mempunyai dua dimensi kemasyarakatan dan dimensi kekuasaan/pemerintahan.

2) Pada tingkat kemasyarakatan prinsipnya adalah masyarakat demokrasi itu memiliki kebebasan, dan hanya dibatasi oleh konstitusi, hukum dan etika. Sebaliknya pada tingkat pemerintahan, pada dasarnya terbatas, sehingga pemerintahan dalam demokrasi disebut “Governing” dan bukan “rulling”. Governing adalah satu proses pengelolaan kekuasaan di mana keputusan-keputusan diambil berdasarkan konsensus. Tidak ada pemerintahan atau pengambilan keputusan secara sepihak, tetapi dirundingkan melalui proses tawar-menawar yang demokratis dan transparan.

Perubahan dalam sistem ketatanegaraan tersebut membawa dampak besar dalam aturan main dan gaya kepemimpinan atau pemerintahan. Namun demikian berbagai literatur klasik maupun modern menunjukkan bahwa syarat, etika dan moral kepemimpinannya tidaklah berubah. Syarat, etika dan moral itu merupakan benang merah kepemimpinan dari suatu negara yang bermoral yang mengutamakan keadilan, ketenteraman, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya —suatu kebutuhan universal.

Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dan juga telah mengalami masa transisi dengan berbagai kerajaan Islam sebelum Proklamasi Kemerdekaan, termasuk Keraton Kasunanan Surakarta, secara teoritis masalah kepemimpinan yang Islami bukanlah hal yang baru lagi.

Sedangkan pemerintahan dan kepemimpinan yang Islami sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad Saw, dalam kehidupannya di Madinah, adalah justru banyak dicita-citakan.
Sayang sekali, sejarah juga menunjukkan tidak banyak pemimpin maupun pemerintahan Islam yang berhasil melaksanakan ajaran Rasulullah Saw, tersebut. Baru dalam hal keikhlasan dan proses menjadi pemimpin saja, sesungguhnya telah banyak pemimpin-pemimpin Islam yang gagal di tengah jalan. Betapa banyak tokoh kita yang secara ambisius dan terang-terangan meminta jabatan, bahkan jika perlu merebutnya dengan segala cara. Padahal Rasulullah Saw. tidak menyukai hal tersebut.

Pernah, sahabat Abu Dzar Ra, berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa paduka tidak mengangkatku sebagai pejabat?” Mendengar itu Rasulullah menepuk punggungnya seraya bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah, padahal sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, yang pada hari kiamat nanti akan memunculkan cela dan penyesalan, kecuali bagi orang yang dapat melaksanakan hak amanat itu dan kewajibannya sebagai pejabat, sebagaimana seharusnya.” (HR. Muslim dan Abu Daud)

Petunjuk Rasulullah tadi bukan hanya dikemukakan kepada Abu Dzar saja, tetapi juga kepada Abdurrahman bin Samurah, “Wahai Abdurrahman! Janganlah kamu meminta pangkat kepemimpinan. Apabila kamu sampai diberi, maka hal itu akan menjadi suatu beban yang berat bagi dirimu. Lain halnya kalau kamu diberi tanpa meminta, maka hal itu tidak menjadi masalah bagimu”. Bahkan kepada Abu Musa dan dua orang keponakannya, Rasulullah kembali menegaskan, “Demi Allah, aku tidak akan memberikan pekerjaan tersebut kepada seorang yang memintanya, apalagi kepada seseorang yang amat loba kepadanya.” (HR. Muslim)

Kini, Republik kita sedang mengalami krisis kepemimpinan. Imam Al Ghazali dalam risalahnya “Nasihat Bagi Penguasa” mengulas sebab-sebab seorang penguasa yang kehilangan kekuasaanya dengan menyatakan antara lain bahwa penguasa tersebut tertipu oleh kekuasaan, kekuatan dan kesenangannya akan pendapat dan pengetahuannya. Ia melupakan musyawarah, dan menyerahkan kekuasaan kepada para petugas yang tak berpengalaman, melupakan petugas senior dan berpengalaman.

Ia telah menyia-nyiakan kesempatan dan peluang yang tepat, tidak banyak berpikir tentang peluang itu, dan tiada pula melaksanakan pada saat yang diperlukan. Ia kurang tanggap pada tempat yang harus siap segera, dan kurang cepat menggunakan kesempatan dan kesibukan untuk memenuhi segala keperluan. Para utusan dan pembantu yang tidak jujur serta berkhianat dalam menyampaikan risalah, hanya karena kepentingan perut mereka, menurut Al Ghazali, juga sangat menimbulkan keburukan. Betapa banyak kerajaan menjadi hancur karena ulah mereka.

Islam mengajarkan sabda Rasulullah, “Apabila Allah berkenan untuk munculnya kebaikan bagi seorang pemimpin, maka Allah akan memperuntukkan baginya menteri yang jujur, yang bila ia lupa, maka ia (menteri) akan mengingatkannya, dan bila ia ingat maka menteri pun akan membantunya. Dan apabila Allah berkehendak selain itu, maka Allah akan menyediakan baginya menteri yang jahat, yang bila ia (pemimpin) lupa, maka sang menteri tidak mengingatkannya, dan bila ingat maka sang menteri tidak membantunya”. (HR. Abu Daud)

Kalaulah kerajaan di masa lalu kita analogkan dengan Republik dan Raja kita analogkan dengan para pemimpin bangsa, maka tergolong pemimpin yang manakah kita sekarang ini? Melihat keamanan yang semakin tidak terjamin, keadilan yang semakin jauh dan kian memudarnya kepastian masa depan, rasanya sudah seharusnya jika kita semua sekarang ini mau secara jujur bercermin diri, memohon ampun kehadirat Ilahi dan kembali bersama-sama berjuang mewujudkan Negara Idaman, Negara Utama yang Bermoral. Insya Allah.

Read More
posted by : Mubarok institute
Kiat: Ketika Masuk Kamar Tidur
Di antara sifat basyariah manusia adalah haus jika tubuh sudah membutuhkan air, lapar jika tubuh sudah membutuhkan makanan dan lelah serta ngantuk jika tubuh sudah membutuhkan istirahat. Lingkaran hidup harian manusia sebagai basyar adalah bangun tidur, makan, minum, bergerak, istirahat dan kembali tidur. Tidur bagi manusia merupakan subsistem dari sistem hidupnya, psikis maupun psikologis.

Pada umumnya manusia, tidur bagaikan mati dimana fungsi-fungsi jiwanya tidak bekerja, tetapi pada sebagian orang tidur merupakan saat dimana aktifitas spirituil justeru meningkat, sehingga ketika bangun tidur bukan hanya tubuhnya yang segar tetapi juga jiwanya. Orang-orang saleh sering menerima ilham (ruya al haqq) justeru ketika sedang tidur.

Diantara adab tidur menurut ajaran Islam adalah sebagai berikut:
1. Tidur cepat. Menurut Aisyah r.a, Rasulullah selalu berangkat tidur di awal malam. (muttafaq `alaih)

2. Tidur dalam keadaan berwudlu`. Rasulullah ber­sabda:
Apabila engkau mau tidur, berwudlu`lah seperti engkau berwudlu` untuk salat. (muttafaq `alaih)

3. Berbaring diatas lambung kanan dengan berbantal tangan kanan seperti yang dicon­tohkan Rasulullah, kemudian boleh beralih di atas lambung kiri dan berbantalkan tangan kiri.

4. Tidak mengambil posisi tidur yang meng­ganggu kesehatan, misalnya terlalu lama tidur tengkurap.

5. Sebelum tidur membaca ayat Kursiy dan akhir surat al Baqarah, surat al Ikhlas, al Falaq dan an Nas, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah.

6. Berdoa ketika berbaring dengan doa Ra­sulullah:
Bismika Allahumma ahya wa amutu
Artinya: Dengan nama Mu ya Allah aku hidup dan aku mati.

7. Apabila mendapat mimpi buruk di malam hari, atau terkejut, atau merasa takut, disu­natkan membaca doa: A`udzu bi kalimatillahi at tammati min ghadlabihi wa `iqabihi wa syarri `ibadihi min hamazatis syaitani an yahdurun
Artinya: Aku berlindung dengan kalimat Allah (Al Qur`an) yang sempurna dari murka Nya, dan dari siksa Nya, dari kejahatan hamba-hamba Nya dan dari segala gangguan syaitan yang mendatangiku. (HR. Abu Daud)

8. Memeriksa tempat tidur menjelang tidur. Rasulullah bersabda:
Apabila salah seorang diantaramu hendak menempati tempat tidurnya, hendaklah ia mengambil kainnya, memeriksa alas tidur­nya, dan bacalah basmalah karena ia tidak mengeta­hui apa yang ditinggalkan di tempat tidurnya setelah ia pergi.

9. Mengevaluasi diri apa yang telah dilakukan selama ini, baik perbuatan maupun perkataan untuk kemudian segera bertobat, mohon am­pun atas segala kesalahannya pada saat itu juga.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, December 17, 2006

Prof Achmad Mubarok Menunaikan Ibadah Haji
Assalamu'alaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh..

Sehubungan Prof Dr Achmad Mubarok sedang menunaikan ibadah haji, beliau menyampaikan mohon maaf bila posting tulisan diblog ini tidak seaktif biasanya karena tulisan akan dikirim beliau langsung dari mekkah. Dan untuk konsultasi yang biasa dijawab langsung oleh beliau akan dijawab sekembali dari ibadah haji pada tanggal 11 januari 2007.
Yang kedua, Pak Mubarok mohon doanya untuk bisa menjalankan ibadah haji dengan baik. Jika ada kesalahan atau kekurangan selama ini mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya..

Wassalamu'alaikum Warokhmatullahi wabarokatuh,
agussyafii

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, December 13, 2006

Keluarga Sebagai Pilar masyarakat
Diantara pilar kebahagiaan keluarga adalah jika mereka tinggal di dalam lingkungan sosial yang sehat. Ada tiga lingkaran yang saling mempengaruhi, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Secara teori keluarga yang baik akan menjadi pilar lahirnya masyarakat yang baik, karena keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Dalam kenyataan, banyak keluarga –karena belum menjadi keluarga sakinah- rentan sekali terhadap pergaulan sosial sehingga bukannya keluarga mewarnai masyarakat tetapi semua keburukan sosial justeru masuk kedalam rumah.

Sekolah yang baik mestinya akan membantu terwujudnya keluarga yang baik dan masyarakat yang baik, tetapi sistem pendidikan sekolah masih lebih dominan untuk transfer kognitip, lemah unsur tranfer afektip sehingga sekolah yang baik baru produktip untuk anak didik yang baik juga. Murid-murid dari keluarga yang tidak sakinah tidak banyak berubah meski disekolahkan di sekolah unggulan. Dalam kondisi seperti itu diperlukan paradigma baru dalam membangun masyarakat Indonesia dewasa ini.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, December 11, 2006

Sunnatullah sosial dan Sejarah
Jika alam memiliki keseragaman, manusia disamping memiliki keseragaman ia juga memiliki keunikan. Sebagai makhluk yang unik, setiap manusia adalah dirinya, berbeda dengan yang lain. Secara fisik manusia memiliki kesamaan antara yang satu dengan yang lain, dalam al Qur’an disebut basyar. Secara psikologis setiap manusia adalah dirinya, unik, berbeda dengan yang lain meski masih bisa diklassifikasi.Sebagai makhluk psikologis, al Qur’an menyebut manusia dengan nama insan. Jiwa individual manusia adalah miniature dari alam semesta, oleh karena itu jika alam benda lebih mudah dilihat keharmoniannya, alam jiwa manusia lebih mudah ditemukan kerumitannya.

Terhadap hukum alam, manusia sepenuhnya tunduk tanpa sanggup mengubahnya. Suka atau tidak suka manusia mengikuti dan menyesuaikan dirinya dengan segala sesuatu yang ada pada hukum benda dan hukum alam semesta. Sedangkan terhadap hokum kejiwaan, hokum social dan hokum sejarah, manusia memiliki persepsi dan respond yang berbeda-beda sesuai dengan keunikan karakteristik psikologis yang dimilikinya. Manusia memiliki kehendak yang disadari dalam mensikapi hokum alam, hokum social dan hokum sejarah.

Kaidah Sunnah Sosial dan Sunnah Sejarah

Pengetahuan tentang sunah social dan sunah sejarah akan berguna sebagai kunci dalam (a) memahami hokum kejiwaan manusia (sunnah tabiat) secara mendalam, (b) dalam memprediksi perilaku social dan (c) dalam mengambil langkah strategis sebagai tonggak sejarah. Menurut al Qur’an, sekurang-kurangnya ada tiga kaidah yang berlangsung dalam sunnah social, yaitu :
1. Sunnatullah itu bersifat mapan dan tak bisa diganti (hokum baku)
2. Berlaku umum tanpa pengecualian
3. Berlangsung adil tanpa ada yang dirugikan

1. Hukum Baku

Sejak dahulu pola hubungan sebab akibat atas perilaku masyarakat bersifat baku.. Sejak zaman Nabi-nabi terdahulu berlaku hokum social; barang siapa mengedepankan kesombongan dan rekayasa jahat, maka akibat buruk dari perbuatan itu pada akhirnya akan menimpa diri mereka sendiri dengan segala kepentingan-kepentingannya. Al Qur’an menasehatkan agar manusia memperhatikan pola sebab akibat itu, karena hokum social dan hokum sejarah yang demikian itu akan tetap berlaku, tidak bisa diganti dan tidak bisa disimpangkan; wa lan tajida li sunnatillahi tabdila. Wa lan tajida lisunnatillahi tahwila (Q/35:42-43)

2. Berlaku Umum Tanpa Pengecualian

Menurut al Qur’an, hokum social itu berlaku berdasar prinsip-prinsip sebagai berikut :
• Siapapun tanpa kecuali yang berbuat buruk pasti akan menerima balasan dari perbuatan buruknya; man ya`mal su’an yujza bihi (Q/4:132)
• Bahwa perolehan dari perbuatan yang didasari oleh ilmu pengetahuan, berbeda dengan perolehan dari perbuatan orang bodoh; qul hal yastawi allazina ya`lamun wa allazina la ya`lamun? (Q/azzumar:9)
• Bahwa fikiran dan perbuatan konstruktip akan menimbulkan efek social yang berbeda dengan fikiran dan perbuatan destruktip; ‘am naj`al allazina amanu wa`amilu assholihati kal mufsidina fil ardl (Q/Shad:28)
• Bahwa kepalsuan tidak akan mendatangkan kemaslahatan (Q/5:18).

3. Hukum Sosial itu Adil

Betapapun seringnya terjadi ketimpangan social, tetapi pada dasarnya hokum social, yakni sunnatullah dalam kehidupan social, berlangsung atas dasar prinsip keadilan; yakni barang siapa menanam ia akan memetik, barang siapa menabur angin ia akan menuai badai. Hanya saja prinsip ini baru dapat dilihat dalam rentang sejarah yang panjang. Dalam fragmen pendek sejarah, sering dijumpai orang jujur terkalahkan sementara yang curang dan jahat justeru menang. Baru setelah sejarah itu digelar dalam dua generasi – adakalanya masih satu generasi – yang jujur menikmati kejujurannya dan yang curang harus memikul resiko kecurangannya. Menurut al Qur’an, tidak ada pihak yang dizalimi, apalagi oleh Tuhan, sebaliknya manusia akan menanggung akibat dari kezaliman yang pernah dilakukan atas diri mereka sendiri. Wama dzolamahumulloh walakin kanu anfusahum yadzlimun (Q/an Nahl:33)

Read More
posted by : Mubarok institute
Filosofi Sunnah Sosial
Tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak bermakna. Jika Tuhan menciptakan hokum-hukum (sunnatullah) yang berlaku pada benda, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, baik manusia sebagai individu maupun hokum Tuhan pada manusia sebagai makhluk social dan pelaku sejarah, pastilah dibalik itu bukanlah tanpa maksud; robbana ma kholaqta hadza bathila(Q/2:…)


Adanya sunnatullah itu dapat difahami filosofinya sebagai berikut:

1. Dengan adanya hokum alam, manusia yang mengetahuinya bisa mengoptimalkan pemanfaatan alam bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia. Tuhan menciptakan alam dengan segala fasilitasnya memang diperuntukkan bagi kehidupan manusia; wa sakhkhara lakum ma fis samawati wama fil ardli jami`an (Q/45:13)

2. Dengan hokum social dan hokum sejarah yang adil, manusia bisa membimbing kehidupannya dengan peradaban yang tinggi, bermartabat dan berkeadilan, apa yang sekarang disebut dengan nama masyarakat madani, diilhami dari konsep al Madinah al Munawwarah; artinya, kota dimana penduduknya berperadaban tinggi, disinari oleh kebenaran ilahiyyah.

3. Dengan hokum social dan hokum sejarah yang adil, manusia bisa diarahkan hidupnya pada prinsip tanggung sebagaimana amanat manusia sebagai khalifatullah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah, manusia dibekali akal sebagai problem solving capacity, hati sebagai alat untuk memahami realita, syahwat sebagai penggerak tingkah laku, hawa nafsu sebagai elemen penguji dan nurani sebagai alat control diri yang kesemuanya didesain Tuhan untuk memikul amanah dalam kehidupan yang berkeadilan dan bermartabat.

4. Adanya sunnatullah dalam kehidupan social dan sejarah memungkinkan manusia menyelaraskan kehidupannya secara harmonis antara dimensi horizontal dengan dimensi vertical. Secara horizontal manusia bisa memaksimalkan makna kehadirannya di pentas kehidupan, secara vertical bisa menggapai kecerdasan spiritual yang membuatnya berbahagia lahir dan batin.

Realita Kehidupan

Meski secara konsepsional manusia bisa menjadi makhluk yang bermartabat, realita kehidupan menunjukkan bahwa manusia harus berjuang keras untuk menjadikan dirinya bermartabat. Manusia memiliki tabiat kerjasama dan tabiat bersaing sekaligus. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia biasa kerjasama untuk memperoleh hasil yang lebih optimal bagi kesejahteraan hidup bersama. Namun demikian, tabiat bersaing sering menggoda manusia untuk bersaing secara tidak sehat. Manusia memiliki naluri untuk menjadi yang terbaik, menjadi orang nomor satu, padahal kursi nomor satu ya hanya satu. Banyaknya peminat yang menuju ke kursi nomor satu menjadikan jalan menuju kesana sempit dan manusia berdesakan. Dalam suasana psikologis berdesakan itulah manusia sering tergoda untuk menginjak orang lain agar dirinya bisa naik keatas.

Medan persaingan menuju ke atas itu biasa disebut dunia politik. Ada orang yang menomorsatukan target politik, sehingga segala cara meski tak bermartabat dilakukan demi mencapai target “martabat” politik itu. Hal ini biasanya berlangsung di forum2 kongres, musda atau pilkada. Ada juga yang memandang politik sebagai ilmu dimana dengan ilmu politik ia bisa menyusun desain politik yang benar, tepat dan logic. Di sisi lain ada yang memandang politik sebagai game dan seni sehingga dalam perkelahian politik sekalipun ia tetap mematuhi koridor game dan seni sehingga dunia politik menjadi sesuatu yang indah ditonton dan indah dirasakan. Ada pemain politik yang mampu mengendalikan jalannya politik, tetapi ada politisi yang justeru dipermainkan oleh politik yang dijalankannya. Ada orang yang duduk di singgasana politik tetapi tidak memiliki kekuasaan, sebaliknya ada orang yang berada diluar system politik tetapi ia justeru menjadi pengendali kekuasaan politik.

Persaingan tidak akan melahirkan permusuhan hanya jika manusia bersaing dalam bidang kebajikan. Orang yang taat kepada Tuhan tidak pernah merasa tersaingi oleh orang lain yang lebih taat. Orang yang suka menolong orang lain secara ikhlas tidak pernah merasa tersaingi oleh orang lain yang melakukaanya secara lebih banyak dan lebih baik. Tetapi jika bersaing dalam hal yang bersifat rendah (harta dan jabatan atau gengsi), di dalam masjid sekalipun mereka bermusuhan, berebut menjadi imam, khatib atau pengurus.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, December 04, 2006

Solidaritas Politik: Pornomoralita Yang Kontraproduktif

Pornografi dihujat, padahal ia hanya berupa gambar atau tulisan. Kenapa? Karena pornog­rafi mencerminkan perilaku tak bermoral, merendakan martabat sendiri
dengan membuka aurat. Aurat adalah sesuatu yang tidak semestinya dibuka, karena menimbulkan rasa malu, baik bagi pemiliknya maupun bagi yang melihat. Aurat yang terbuka juga dapat merangsang orang melakukan tindakan asusila.

Penghujat pornografi boleh jadi seorang moralis, yang secara sungguh menentang dan berusaha memberantasnya. Ada juga orang yang mengeluarkan suara lantang terhadap pornografi, tetapi secara diam-diam justeru melakukan pornoaksi. Di tempat terbuka ia menentang pornografi dan menutup aurratnya, tetapi di tempat tersembunyi ia membuka auratnya dan bukan hanya melukis porno, tetapi menjalankan praktek porno, atau pornoaksi.

Bagi orang yang bermoral, perbuatan menonton aurat orang lain, apalagi mempertontonkan aurat sendiri di muka orang lain, merupakan hal yang sangat memalukan, menjijikkan dan memuakkan. Tapi bagi orang yang tak bermoral, hal itu merupakan hal yang sederhana, bahkan aurat bisa diekploitir untuk kepentingan bisnis.

Sesungguhnyalah bahwa perbuatan porno bukan hanya yang berhubungan dengan aurat sex. Semua perbuatan memalukan tetapi dilakukan secara ter­buka hakikatnya adalah perbuatan porno, yakni por­nomoralita. Seorang koruptor yang membela diri perbuatannya dengan tanpa beban psikologis pada hakikatnya adalah kepornoan juga, pornomoral. Demikian juga politisi yang nuraninya berkata salah, tetapi di depan publik masih bisa berargumen dengan sangat logis menurut bahasa hukum atau bahasa politik, yang dengan itu sebenarnya ia sudah tidak bernurani, maka ia telah melakukan perbuatan porno, porno moral.

Dewasa ini praktek pornomoral itu banyak sekali dipertontonkan oleh para politisi. Aurat moralnya dipertontonkan secara terbuka kepada publik dalam debat publik, dalam konferensi pers dan dalam pidato resmi di parlemen. Banyak kalimat-kalimat indah dan logis, tetapi sebenarnya bertentangan dengan nu­raninya sendiri. Kalimatnya benar, tetapi maksudnya yang buruk, kalimat al haqq yuridu biha al bathil, kata kitab kuning. Solidaritas politik memang sangat riskan terhadap moral porno. Politik adalah satu pandangan yang berhubungan dengan cita-cita kekuasaan. Partai politik memang didirikan untuk menggapai kekuasaan politik. Para politisi adalah orang yang secara psikologis memiliki “ambisi” untuk mencapai tingkatan kekuasaan tertentu dalam kehidupan politik. Tegasnya, setiap politisi berharap suatu ketika akan dapat menduduki kursi kekuasaan.

Secara fitri manusia memang memiliki interest, baik interest politik maupun interst ekonomi, apa yang di dalam ilmu tasauf disebut hubbul jah war riyasat. Sepanjang hanya interst, hal itu merupakan fitrah manusia dan tidak mengapa. Hal itu akan menjadi masalah moral ketika cara menggapainya mengabaikan nilai-nilai moral. Syahwat politik itu sangat dahsyat kekuatannya. Banyak orang sanggup melakukan apa saja termasuk perselingkuhan politik asal tujuan politiknya tercapai. Sumpah palsu, per­sekongkolan jahat, suap, tipuan dan tekanan me­rupakan sederetan tawaran transaksi politik. Politisi yang bermoral akan menghindari perbuatan tak bermoral, tetapi bagi politisi tak bermoral, jika diperlukan, why not ? namanya juga politik, katanya. Berpolitik bukan hanya membela yang benar, tetapi jika perlu maju tak gentar membela yang bayar. Ia akan bela mati-matian dengan segala cara, temannya yang sealiran politik meski ia tahu bahwa temannya itu salah. Ia juga siap menghancurkan lawan politiknya dengan segala cara meski ia tahu bahwa lawannyalah yang benar.

Sebenarnyalah bahwa dorongan untuk berperan serta dalam kepemimpinan politik merupakan per­wujudan dari tanggung jawab seorang khalifah Allah. Manusia yang memiliki kemampuan berkewajiban membangun dan memimpin masyarakat bangsanya menuju kepada cita-cita politik yang sehat dan ber­moral. Politisi bisa jatuh bangun, tetapi kepentingan politik tidak akan pernah hilang dari kehidupan manusia. Oleh karena itu seorang politisi yang bijak akan memilih orientasi politik jangka panjang dengan membangun konsistensi hingga terbangun pada dirinya citra politik yang tinggi nilainya. Partai politik yang dewasa tak akan segan-segan memecat dan mengajukan ke pengadilan, kader-kadernya yang ter­baik sekalipun jika didapati melanggar moral politik. Meski sedih, ia akan dengan tegas dan tegar meng­hukum kadernya yang salah. Solidaritas politk yang menutup mata dari nilai moral sebaliknya justru akan merugikan partai itu dalam jangka panjang, karena masyarakat luas pemilihnya justeru akan menjauhinya, meski dalam waktu pendek berhasil memenangkan pembelaan terhadap kadernya yang salah. Solidaritas politik yang porno pada gilirannya akan membuat rakyat muak terhadap partai politik, dan ini dapat memanggil kembali kekuatan repressif untuk tampil kembali ke panggung kekuasaan, hanya karena mereka bisa menyembunyikan aurat moralnya. Wallohu a‘lam.

Read More
posted by : Mubarok institute
Cepat Mati
Kata Nabi, sebaik-baik orang adalah yang umurnya panjang dan baik prestasinya. Kata Nabi pula, seburuk-buruk orang adalah yang umurnya panjang dan buruk perilakunya. Hidup, mati, kaya, miskin, pangkat tinggi dan pangkat rendah adalah peluang dimana setiap orang diuji siapa diantara mereka yang paling besar kontribusinya pada kebaikan.

Yang kaya belum tentu lebih besar maknanya bagi kehidupan manusia dibanding yang miskin, yang bodoh belum tentu lebih sedikit amalnya dibanding yang pinter. Makna kehadiran manusia dalam pentas kehidupan adalah pada manfaat keberadaanya bagi orang lain. Jika keberadaan manusia hanya membuat kesulitan bagi orang lain karena padanya tidak ada satupun unsur yang dapat dibanggakan, maka cepat mati adalah yang terbaik, terbaik untuk yang bersangkutan mau­pun bagi orang lain.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, December 03, 2006

Banyak Diam
Jika seseorang tidak memiliki kecerdasan akal, tidak memiliki sopan santun yang baik, tidak punya sahabat sejati dan hatinya tidak kokoh, maka yang terbaik baginya adalah diam, tidak banyak mengo­mentari realita. Tanpa empat hal pertama, jika ia berbicara pasti hanya akan disalah pahami oleh orang lain, bisa karena memang disalah fahami atau salah ucap.

Semestinya seorang mu’min itu hanya berbicara jika yang dikatakan itu baik. Menurut hadis Nabi, Tuhan menyuruh kita, jika kita diam, itu karena mikir, jika kita berbicara, itu karena zikir, dan jika kita melihat, itu karena mengambil pelajaran.

Read More
posted by : Mubarok institute
Hati Yang Peka
Dalam al Qur’an hati disebut dengan nama qalb, dan menjadi kalbu dalam bahasa Indonesia. Qalb adalah alat untuk memahami realita. Sesuatu yang secara rationil tidak bisa diterima oleh akal, terkadang bisa difahami oleh hati. Hati dapat disebut sebagai pusat kendali tingkah laku manusia, maka jika seseorang hatinya rusak maka rusak pula perbuatanya, jika hatinya lurus, maka lurus pula perbuatannya.

Tetapi secara bahasa, qalb artinya bolak balik, oleh karena itu karakter hati adalah bolak-balik tidak konsisten. Hati yang peka adalah hati yang sudah kokoh dan mantap (tsabit an nafs), tidak mudah terombang-ambing oleh realita yang selalu berubah. Sungguh beruntung orang yang memiliki hati yang peka, meski kurang cerdas, wajahnya garang, dan mungkin sedikit sahabatnya.

Read More
posted by : Mubarok institute
Sahabat Sejati
Manusia adalah makhluk sosial dimana ia akan menjadi apa dan siapa tergantung dengan apa dan siapa ia bergaul. Secara fitri manusia membutuhkan orang lain; sebagai teman, sebagai partner, sebagai pesaing dan bahkan sebagai lawan. Sahabat sejati adalah orang yang selalu berfikir dan berkehendak baik terhadap sahabatnya. Ia akan memberi dukungan jika ia merasa bahwa dukungannya itu akan mem­bawa kebaikan sahabatnya. Sebaliknya jika sahabat­nya keliru jalan, ia akan berkata tidak! meski pahit diucapkan dan pahit di dengar.

Sahabat yang mate­rialistis biasanya rajin apel dalam keadaan suka, tetapi ia segera menjauh jika sahabatnya dalam kesulitan, ia sahabat hanya dalam suka, tidak dalam duka. Sahabat yang sekerabat biasanya angin-anginan, terkadang mesra, tetapi suatu ketika bisa menjadi musuh, bahkan musuh yang sukar didamaikan. Sahabat sekerabat adalah sahabat sehidup, tetapi belum tentu semati. Hanya sahabat sejati yang biasanya jarang hadir dalam keadaan suka, tetapi justru hadir mem­bela ketika dalam duka. Sahabat sejati adalah sahabat yang terikat oleh nilai-nilai kebajikan, ikhlas dan ibadah. Ketika kita sudah matipun sahabat sejati tetap menjaga nama baik kita, mendoaakan kita. Dialah sahabat sehidup semati, sahabat di dunia dan sahabat di akhirat.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger