Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, January 31, 2007

Hati Dalam Perspektif Islam
Imam Gazali dalam Ihya Ulumuddin membuat bab khusus yang membahas Keajaiban Hati (`Ajaib al Qalb). Menurut Al Gazali kemuliaan martabat manusia disebabkan karena kesiapannya mencapai makrifat kepada Allah, dan hal itu dimungkinkan karena adanya hati. Dengan hati, manusia mengetahui Allah dan mendekati Nya, sementara anggauta badan yang lain berfungsi sebagai pelayannya. Hubungan hati dengan anggauta badan dimisalkan Al Gazali seperti raja dengan rakyatnya, atau seorang tukang dengan alatnya pertukangannya.

Hubungan hati dengan angauta badan dipandang sebagai ilmu lahir, sementara akses hati ke alam langit (`alam al malakut) masuk kategori ilmu batin dimana didalamnya sarat dengan rahasia dan keajaiban. Sahal at Tusturi menserupakan hati sebagai `arasy sementara dada merupakan kursiy, satu perumpamaan yang menggambarkan bahwa di dalam diri manusia seakan terdapat satu kerajaan tersendiri dimana hati bertindak sebagai raja.

Al Gazali mengatakan bahwa hati mempunyai dua unit tentara (junudun mujannadah), yaitu unit yang dapat dilihat dengan mata kepala dan yang satu hanya dapat dilihat dengan mata hati. Yang pertama adalah anggauta badan, sedang yang kedua adalah daya-daya; daya penglihatan, daya pendengaran, daya hayal, daya ingat, daya fikir dan daya hafal, yang bekerja dengan sistem yang sangat sophisticated dan hanya Allah yang mengetahui hakikatnya. Dari kombinasi tentara lahir dan batin itu dapat lahir kehendak (iradah), marah (ghodob), keinginan (syahwat), pengetahuan (ilmu), dan persepsi (idrak). Hati juga diibaratkan sebagai pesawat pemancar (dzauq) yang dapat menangkap sinjal-sinyal yang melintas. Kapasitas pesawat hati tiap orang berbeda-beda tergantung desain dan baterainya.

Hati yang telah lama dilatih melalui proses riyadhah memiliki desain dengan kapasitas besar yang mampu menangkap sinjal yang jauh termasuk sinjal isyarat tentang masa yang akan datang. Hati seorang sufi bisa menangkap sinjal tentang prospek sesuatu (seperti penglihatan Nabi Khidir) sehingga kata-katanya boleh jadi melawan arus atau tidak difahami oleh orang lain. dengan hatinya ia juga bisa berkomunikasi dengan orang lain yang berada di tempat lain atau di zaman yang lain, laiknya telpon genggam saja. Ketajaman hati juga diibaratkan sebagai cermin (cermin hati). Orang yang bersih dari dosa, hatinya bagaikan cermin yang bening, yang begitu mudah untuk berkaca diri. Orang yang suka mengerjakan dosa-dosa kecil, hatinya buram bagaikan cermin yang terkena debu, jika digunakan kurang jelas hasilnya. Orang yang suka melakukan dosa besar, hatinya gelap bagaikan cermin yang tersiram cat hitam, dimana hanya sebagian kecil saja bagiannya yang dapat digunakan. Sedangkan orang yang suka mencampuradukkan perbuatan baik dengan perbuatan dosa, hatainya kacau bagaikan cermin yang retak-retak, yang jika digunakan akan menghasilkan gambaran yang tidak benar. Hati yang sudah tumpul karena baterainya lemah seyogyanya diisi dengan stroom baru, yakni dengan melalui mujahadah dan riyadlah. Ilmu sebagai produk intelektuil (akal) kebenarannya bersifat nisbi, antara `ilmal yaqin dan `ainul yaqin, sedangkan ilmu sebagai produk hati atau qalb sebagai dzauq merupakan kebenaran hakiki (haqqul yaqin).

Sebagai penutup mari kita mencoba bercermin kepada hati kita masing-masing agar kita juga tahu seberapa besar kapasitasnya. Kata Al Gazali orang yang tidak mengenal hati sendiri, pasti ia lebih tidak tahu lagi tentang hal lain. Wallohu a`lam.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, January 30, 2007

Membangun Masyarakat 2
Teologi Masyarakat
Dalam konteks ajaran Islam, indifidu tak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menusia itu sendiri diciptakan Tuhan terdiri dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal (dan saling memberi manfaat), lita`arafu (Q/49:13). Disamping adanya perlindungan terhadap individu, juga ada perlindungan terhadap masyarakat. Meski individu memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan orang lain, sehingga Islam menghendaki adanya keseimbangan yang proporsional antara hak individu dan hak masyarakat, antara kewajiban individu dan kewajiban masyarakat, juga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Dari Maqasid as Syari`ah (filsafat Hukum Islam) yang menyebut al kulliyyat al khamsah misalnya, mengambarkan konsep masyarakat dimana setiap individu harus dijamin hak-haknya dimana Pemerintah atau ulil amri sebagai wakil masyarakat yang tertinggi berkewajiban melindungi jiwa (khifdz an nafs) , hak kepemilikan harta (khifdz al mal), hak akal (khifsz al `aql atau hak intelektual), hak beragama (khifdz ad din atau hak berkeyakinan) dan hak memelihara kesucian keturunan (khifdz an nasl).

Menurut al Qur’an, meski masyarakat itu merupakan kerjasama horizontal antar manusia, tetapi ia merupakan bagian dari hubungan vertikal dengan Tuhan. Oleh karena itu di dalam ber musyarakah (bermasyarakat) juga ada dimensi teologis, misalnya; salat menjadi tidak relevan jika melupakan komitmen sosial. Neraka wail disediakan bagi orang yang salat tetapi acuh terhadap komitmen sosial, dan orang seperti itu oleh al Qur’an dipandang sebagai orang yang mendustakan agama , araitalladzi yukazzibu biddin (Q/107).

Demikian juga dalam hal tertib sosial, ketaatan kepada otoritas pemerintah disejajarkan dengan ketaatan kepada kepada Tuhan dan Rasul, athi`ullah wa athi`ur rasul wa uli al amri minkum (Q/4:59) . Dari hadis Nabi juga dapat diketahui bahwa rahmat Allah itu harus dipancing dengan komitmen sosial; irhamu man fi al ardhi yarhamukum man fi as sama’. Kontrak sosial dalam pernikahan juga bersifat vertikal dan horizontal, istahlaltum furujahunna bi kalimatillah wa akhaztumuhunna bi amanatillah.artinya; kalian dihalalkan menyetubuhi istrimu dengan nama Alloh, dan kalian mengambil tanggung jawab atas isteri dengan amanat dari Alloh. Manusia tidak dibiarkan begitu saja oleh Tuhan, tetapi Menurut al Qur’an, Allah selalu hadir dalam kehidupan masyarakat (mengawasi); inna rabbaka labi al mirshad (Q/89:14)

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, January 29, 2007

Membangun Masyarakat (1)
Konsep Masyarakat
Indonesia adalah negeri dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia. Tetapi apakah realita itu identik dengan telah terbangunnya masyarakat Islam di negeri ini, adalah sesuatu yang harus direnungkan. Dewasa ini bangsa dengan lebih duaratus juta kaum muslimin ini sedang diterpa berbagai predikat negatip, yang menjadikan agama Islam yang dianut seakan tidak relevan dengan kualitas masyarakatnya. Harus diakui bahwa secara konstitusional, bangsa ini menganut satu ideologi yang bernama Panca Sila, satu rumusan berdasarkan sejarah kebangsaan dimana para ulama dan pemimpin Islam terlibat dalam proses penyusunannya. UUD 45 bahkan sebelumnya adalah Piagam Jakarta yang kental dengan semangat ke Islaman.

Akan tetapi harus juga diakui adanya realita bahwa banyak pemimpin muslim (bukan pemimpin Islam) dan juga anggauta masyarakat Islam yang tidak menjadikan ajaran Islam sebagai rujukan ketika harus memutuskan berbagai permasalahan. Ada yang lebih mengikuti budaya lokal (dan kepentingan lokal) dan ada yang mengikuti konsep sekuler dari Barat. Ketika dunia mengalami krisis, banyak orang mencari pemikiran alternatip sebagai upaya mencari solusi. Diantara pemikiran yang kini ditengok adalah konsep Islam tentang berbagai hal. Bank syari’ah yang pernah begitu lama dihambat kelahirannya misalnya, kini justeru menjadi trend di kalangan perbangkan nasional, disusul oleh Asuransi syari’ah, akuntansi syari’ah, reksadana syari’ah, menejemen syari’ah dan sebagainya.

Secara lahir, masyarakat nampaknya terbangun secara alamiah, tetapi bagi pemimpin, masyarakat itu harus dibangun, dan apa saja yang dibangun harus ada konsepnya. Bangunan tanpa konsep atau salah konsep akan berakibat rusaknya tatanan, seperti rusaknya tatanan masyarakat Indonesia dewasa ini. Sejalan dengan semangat reformasi, sudah tiba saatnya kita menggali konsep yang inspirasinya bersumber dari wahyu, dalam hal ini yang akan kita kaji adalah konsep masyarakat menurut al Qur’an.

2. Pengertian Masyarakat
Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab musyarakah. Dalam bahasa Arab sendiri masyarakat disebut dengan sebutan mujtama`, yang menurut Ibn Manzur dalam Lisan al `Arab mengandung arti (1) pokok dari segala sesuatu, yakni tempat tumbuhnya keturunan, (2) kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda . Sedangkan musyarakah mengandung arti berserikat, bersekutu dan saling bekerjasama. Jadi dari kata musyarakah dan mujtama` sudah dapat ditarik pengertian bahwa masyarakat adalah kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda tetapi menyatu dalam ikatan kerjasama, dan mematuhi peraturan yang disepakati bersama. Dari pengertian itu maka dapat kita bayangkan bagaimana anatomi dari masyarakat yang berbeda-beda. Dapat dijumpai misalnya ada; masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat Indonesia, masyarakat dunia, masyarakat Jawa, masyarakat Islam, masyarakat pendidikan, masyarakat politik dan sebagainya.

Semua jenis masyarakat tersebut pastilah terdiri dari unsur-unsur yang berbeda-beda tetapi mereka menyatu dalam satu tatanan sebagai wujud dari kehendak bersama. Karena adanya dua atau beberapa kutub; yakni berasal dari unsur yang berbeda-beda tetapi bermaksud menyatu dalam satu tatanan, maka dari kutub pertama ke kutub ke dua ada proses yang membutuhkan waktu yang panjang. Masyarakat Indonesia misalnya, sudahkah mereka menyatu dalam kesatuan ? ternyata setengah abad merdeka belum cukup waktu untuk menyatukan sebuah masyarakat Indonesia meski sudah diwadahi dengan istilah Bhineka Tunggal Ika. Abad pertama kemerdekaan Indonesia nampaknya masyarakat Indonesia sebagai satu kesatuan masih merupakan nation in making, masih dalam proses menjadi. Hambatan dari proses itu adalah adanya rujukan dan kepentingan yang berbeda-beda. Demikian juga masyarakat Islam Indonesia, masyarakat OKI dan sebagainya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, January 24, 2007

Hidup Di Alam Kematian
Terjemahan bahasa Inggris akhirat adalah life after death, hidup sesudah mati. Sekilas judul bab diatas cukup membingungkan, karena hidup dan mati itu adalah dua hal yang tidak mungkin menyatu.Kalimat hidup di alam kematian memaksa kita mengkaji kembali makna mati dan makna hidup. Ada tiga pertanyaan abadi yang selalu muncul dalam sejarah kemanusiaan, yaitu (1) manusia datang dari mana, (2) setelah mati kemana, dan (3) untuk apa manusia hidup di dunia.. Al Qur’an menjawab bahwa kita itu milik Allah dan akan kembali kepada Allah, inna lillahi wa inna ilaihi raji`un. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah apanya yang kembali, dan bagaimana nanti di sisi Nya. Orang Mesir Kuno meyakini bahwa Fir’aun itu tidak mati, tetapi pindah ke alam akhirat. Oleh karena itu jasadnya diawetkan, dan ketika di tempatkan di dalam pyramide kepadanya disertakan alat rumah tangga, kendaraan, perhiasan dengan anggapan bahwa benda-benda itu dibutuhkan di alam sana.

Perspektif al Qur’an mengajarkan bahwa akhiratlah kehidupan yang sebenarnya (wa inna al akhirata lahiya al hayawan). Implikasi dari pandangan itu ialah bahwa hidup di dunia justeru bukan yang sebenarnya, sehingga di sebut dunia yang fana. Hal ini juga membawa implikasi pada pemahaman tentang sesuatu yang kongkrit dan tidak kongkrit. Ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa sesuatu yang dapat dibuktikan sebagai ada adalah kongkrit, sementara yang tidak bisa dibuktikan itu tidak kongkrit. Perspektip tasauf sebaliknya, menganggap yang spiritual itulah yang kongkrit, sedang yang materi itu tidak kongkrit.

Kematian, meski pasti terjadi, tetapi apa itu mati tidak pernah disepakati. Kecerdasan spiritual perspektip tasauf justeru memberi peluang untuk memperoleh experient spiritual berkelana ke alam kematian yang konkrit. Percayakah anda ?

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, January 23, 2007

Pengertian Muslim, Mu'min dan Muttaqin
Seorang muslim artinya orang yang telah berpasrah diri, dalam hal ini berpasrah kepada Tuhan, tetapi dalam rangking manusia ber­kualitas, seorang yang baru pada tingkat muslim berada pada tingkatan terendah. Karakteristik seorang muslim adalah seorang yang telah meyakini supremasi kebenaran, berusaha untuk mengikuti jalan kebe­naran itu, tetapi dalam praktek ia belum tangguh karena ia masih suka melupakan hal-hal yang kecil. Sedangkan seorang yang sudah mencapai kualitas mukmin adalah seorang muslim yang sudah istiqamah atau konsisten dalam berpegang kepada nilai-nilai kebenaran, sampai kepada hal-hal yang kecil. Dalam hadis Nabi disebutkan bahwa iman itu mem­punyai tujuhpuluh cabang, artinya indikator seorang mu'min itu ada tujuhpuluh variabel.

Di antara tujuhpuluh indikator itu antara lain; (1) seorang mukmin hanya berbicara yang baik, (2) jika mendapati sesuatu yang mengganggu orang lewat ketika ia melewati suatu jalan maka ia tidak akan meneruskan perjalanannya sebelum menyingkirkan se­suatu yang mengganggu itu, (3) merasa sependeritaan dengan muk­min yang lain, dan sebagainya. Sedangkan Muttaqin adalah orang mukmin yang telah menjiwai nilai-nilai kebenaran dan allergi terhadap kebatilan. Seorang muttaqin adalah orang yang setiap perbuatannya sudah merupakan perwujudan dari komitmen iman dan moralnya yang tinggi. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral.

Read More
posted by : Mubarok institute
Kemukjizatan Al Qur’an
Al Qur’an sebagai mukjizat dapat dilihat dari bahasa dan isinya. Mukjizat artinya sesuatu yang mengalahkan argumen orang yang tidak percaya. Bahasa al Qur’an sangat tinggi mutunya , mengalahkan semua puisi, sastra dan sya`ir. Semakin digali kedalaman bahasa al Qur’an semakin ditemukan rahasia-rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Al Qur’an sediri menantang kepada siapapun yang dapat melahirkan karya satu surat atau bahkan satu ayat saja, fa’tu bi suratin minhu dan hingga kini tak seorang manusiapun yang bisa.

Sebagai mukjizat, al Qur’an juga tetap terpelihara otentisitasnya, dan hal itu merupakan janji Tuhan, inna nahnu nazzalnahu wa inna lahu lahafidzun. Kemukjizatan isi al Qur’an juga telah dan akan selalu terbukti. Jika suatu masa ada orang yang mengemukakan kekeliruan isi al Qur’an (misalnya tentang nama, tempat, waktu, atau konsistensi) maka pada periode berikutnya akan ditemukan tafsiran baru yang menjawab kesalah fahaman itu.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, January 21, 2007

Pengertian Sehat Wal Afiat
Berbicara tentang penyembuhan, pasti berhubungan dengan konsep sehat. Dalam bahasa agama (Islam) disamping kata sehat (shihhat) juga digunakan kata `afiat, yang dalam bahasa Indonesia kemudian disambung menjadi sehat wal-afiat. Jika kata shihhat (sehat) berhubungan dengan fungsi, maka kata ‘afiat berhubungan dengan maksud penciptaan. Mata yang sehat adalah mata yang bisa digunakan untuk melihat/membaca tanpa memerlukan alat bantu (fungsional), sedangkan mata yang afiat sesuai dengan maksud penciptaannya adalah mata yang mudah digunakan untuk melihat sesuatu yang halal tetapi tidak mau digunakan untuk melihat sesuatu yang diharamkan (nilai).

Telinga yang sehat adalah yang fungsi pendengarannya berjalan, sedang telinga yang afiat adalah yang selalu terbuka terhadap kata-kata kebenaran tetapi tuli terhadap bisikan yang menyesatkan. Demikianlah makna sehat dan afiat bagi hidung, tangan, kaki hingga kepada organ yang paling vital. suami yang perkasa di rumah dan loyo di luar rumah adalah suami yang sehat wal afiat, tetapi jika di luar rumah juga perkasa, maka ia hanya sehat tapi tidak afiat. Jika bidang kesehatan merupakan urusan dunia kedokteran, maka bidang keafiatan merupakan urusan dunia nilai, dunia spiritual.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, January 17, 2007

Hati Tak Berjendela
Suatu hari sekitar jam dua siang, tiba-tiba datang se­orang wanita muda sekitar usia 30 tahun, datang ke rumah penulis. Dari penampilannya diduga bahwa wanita itu adalah seorang mahasiswa. Setelah berbasa basi sebentar akhirnya dia mengaku bukan mahasiswa tetapi seorang ibu rumah tangga. Setelah ditanyakan apa maksud keda­tangannya, dengan terbata-bata dan berlinangan air mata ia mengatakan bahwa hampir saja ia bunuh diri menenggak obat serangga. Baygon.

Mendengar pengakuannya yang mengejutkan itu akhir­nya penulis membiarkan kepadanya untuk membuka se­luruh isi hatinya, dan penulis menjadi pendengar yang baik.

1. Mengapa Datang Kepada Penulis?
Menurut ceriteranya, pagi itu wanita tersebut sedang kusut fikiran dan saking kalutnya ia bermaksud bunuh diri dengan cara meminum baygon. Pada saat itu aliran listrik di lingkungan tempat tinggalnya sedang mati, dan ketika baygon sudah dituang ke gelas, ketika sedang dipegang untuk diminum, tiba-tiba listrik menyala dan radio langsung berbunyi. Seperti diatur sutradara, suara di radio ternyata berisi siaran pengajian dari radio Assyafi'iyyah dan pak kyai dalam pidato itu menyebut dosanya orang bunuh diri.

Katanya selanjutnya, wanita itu tersentak kaget dan langsung timbul kengerian serta takut melihat gelas yang sudah dituangi baygon. Secara reflek wanita itu kemudian lari keluar rumah tanpa ingat mengunci pintu dan lang­sung naik metro mini yang kebetulan sedang berhenti, juga tanpa mengetahui entah mau ke mana. Ternyata metro mini itu jurusan Pulo Gadung- Taman Mini, dan ketika lewat Jatiwaringin, wanita itu melihat papan nama Pesantren Assyafi'iyyah, nama yang mengingatkan suara radio yang telah "menyelamatkannya" dari maut. Wanita itu kemudian minta turun dan langsung menuju kantor pesantren.

Di halaman kantor, wanita itu berpapasan dengan se­orang guru dan dengan tidak sabar langsung mengatakan bahwa ia perlu bertemu dengan orang yang bisa memberinya nasehat agar ia tidak bunuh diri. Mendengar penuturan yang mengejutkan itu, pak guru yang kebetulan juga se­orang dosen dan seniman bermaksud memperdaya penulis dengan mengatakan bahwa di sini ada orang yang biasa menangani kasus-kasus semacam itu, dan ia menyebut nama penulis, dan langsung memberi alamat rumah penulis yang tidak terlalu jauh dari Pesantren. Ketika itu penulis kebetulan menjabat sebagai dekan Fakultas Dakwah dan juga sekretaris Pesantren. Dengan olok-olok teman dosen itulah akhirnya tanpa sengaja penulis kemu­dian menjadi konselor yang harus memberikan layanan konseling agama.

2. Mengapa Wanita Itu Mau Bunuh Diri?
Dari penuturan wanita itu dapat disimpulkan bahwa problem kejiwaan klien merupakan problem perkawinan, problem hubungan interpersonal suami dan isteri. Mereka telah menempuh bahtera rumah tangga selama delapan tahun, belum dikaruniai keturunan. Ekonomi rumah tang­ga mereka relatip tercukupi, terbukti bahwa mereka telah memiliki rumah yang layak huni, suaminya bekerja di peru­sahaan swasta dengan gaji yang mencukupi. Isterinya, meskipun pernah mengecap pendidikan tinggi sampai sarjana muda tetapi tidak bekerja. Praktis setiap hari kerja, isterinya hanya tingal sendirian, sementara suami pulang kerja sekitar jam enam-tujuh sore.

Barangkali pasangan suami isteri itu sudah sangat me­rindukan keturunan, tetapi diantara mereka tak pernah secara serius membicarakan problem itu. Sang isteri adalah tipe wanita yang sangat setia dan percaya kepada suami. Menurut ceriteranya selama delapan tahun hidup sebagai suami isteri tidak pernah cekcok. Sang isteri meski harus selalu sendirian di rumah setiap hari pada jam-jam kerja suaminya, tetapi kepercayaan dan kesetiaannya kepada suami membuatnya tetap tenang. Rasa percaya diri dan ke-tenangan isteri antara lain diperkuat oleh sejarah masa lalu, ialah bahwa sang suami adalah mahasiswa yang dahulu kost di rumah orang tuanya, dan ketika kiriman biaya kuliah terputus dari kampungnya di luar Jawa, orang tua wanita itu kemudian menolong membiayai kuliahnya sampai selesai, dan selanjutnya diambil mantu.

Tanpa ada tanda-tanda mencurigakan, tiba-tiba suaminya menjadi acuh, dan sering tidak menyentuh kopi dan makanan yang disediakan oleh isteri yang setia itu. Ia berusaha mencari tahu problem apa yang sedang meng­ganggu suaminya, samar-samar terdengar berita bahwa suaminya pacaran dengan wanita teman sekerja di kantor. Tetapi setiap ditanyakan, suaminya diam membisu, semakin ditanya semakin membisu. Sang isteri sebagai orang yang selalu berfikir positip tentang suaminya, masih belum per­caya bahwa suaminya ada main dengan wanita lain, tapi didiamkan oleh suami selama seminggu merupakan beban yang sangat berat, apa lagi di rumahnya yang cukup besar itu memang tidak ada orang lain yang bisa diajak bicara.

Ketika kebisuan suami mencapai hari yang ke lima belas, kekalutan fikiran itu tak tertanggungkan. Ia tidak tahu harus apa, karena selama ini hatinya tertumpah seluruh­nya untuk suaminya. Di diamkan suami adalah kiamat baginya. Kekalutan fikiran dan perasaannya membuatnya lupa siapa dirinya dan untuk apa ia hidup. Dunia terasa gelap, dan kaki tak bisa lagi menginjak bumi. Pada hari ke lima belas itulah, ketika jiwanya tak mampu lagi menang­gung derita didiamkan, ia mengambil keputusan untuk menyudahi problemnya dengan meminum baygon. Untung­lah suara radio yang tiba-tiba terdengar setelah listrik di rumah menyala mengembalikan kesadarannya, dan menye­lamatkannya dari mati sia-sia.

3. Bagaimana Terapi Yang Tepat Untuknya?
Dari penuturan yang disampaikan wanita itu sambil terisak-isak menangis tetapi lancar, nampak jelas bahwa penyebab kekalutan fikiran itu lebih banyak disebabkan oleh kapasitas jiwanya yang sempit untuk menampung derita. Ia termasuk tipe wanita yang lugu, halus perasaan­nya dan tak pernah berfikir negatip pada suaminya. Baginya suami adalah segalanya yang tak mungkin melakukan sesuatu yang menyakiti hatinya. Jika samar-samar mende­ngar issu minor tentang suaminya, ia lebih dahulu menepis dengan berkata dalam hati bahwa issu itu pasti tak benar. Baginya kepulangan suami, teguran sapa suami sudah merupakan bukti bahwa issu dari luar itu tidak benar. Ia lebih percaya kepada suami dibanding kepada orang lain. Ia hanya mendengar kata-kata suami dan menutup rapat kedua telinganya dari kata-kata orang lain. Hal itulah yang menyebabkan bahtera rumah tangga berjalan aman selama delapan tahun meski belum dikaruniai seorang anak.

Oleh karena itu ketika suaminya mulai cuek kepada­nya, ia merasa tertekan karena ia tidak memiliki jendela lain untuk berkomunikasi. Pusat perhatiannya dalam meng­hadapi kecuekan suaminya hanya satu, yaitu menunggu kapan kekakuan itu mencair. Ketika kecuekan suaminya meningkat menjadi membisu, perasaan tertekan itu men­jadi semakin dalam, seperti balon yang selalu ditiup, menunggu meledak. Pada hari ke lima belas dari membi­sunya suami itulah "balon" jiwanya meledak, mencari penyelesaian dengan cara bunuh diri. Ia tidak menemukan jalan lain selain bunuh diri, karena jiwanya tidak mempunyai jendela, tidak mempunyai ventilasi, karena salurannya hanya satu yaitu kepada suami tercinta. Jika saluran satu-satunya itu rapat, maka hanya ada satu jalan keluar, yaitu meledak. Untunglah suara radio yang tiba-tiba berbunyi "menyelamatkannya".

Melihat tipologi kejiwaan wanita itu maka saya selaku konselor menanyakan kembali; sudah berapa lama suami mendiamkannya. Dengan sangat antusias ia menyebut angka lima belas, seakan angka lima belas itu adalah jumlah yang sangat besar. Mengapa angka lima belas itu dipandang sebagai jumlah yang sangat besar adalah karena wanita itu tidak memiliki bandingan angka lain.

Saya sebagai konselor agama berusaha untuk mengubah pandangan wanita itu tentang ukuran besar dan kecil. Saya mengatakan bahwa lima belas hari itu waktu yang sangat pendek, sebab ada orang lain yang didiamkan suaminya sampai tiga bulan, dan setelah dilewati dengan sabar akhirnya keadaan pulih kembali seperti sedia kala. Saya menasehati wanita itu agar sabar menanggung perasaan itu sampai tiga bulan, Insya Allah nanti jalan ke luar akan datang dengan sendirinya.

Rupanya, angka tiga bulan itu kemudian menjadi jen­dela yang meniupkan harapan baginya, sehingga setelah pertemuan hari itu, ia sering melaporkan perkembangan hubungannya dengan suaminya kepada saya melalui surat. Ia selalu menghitung hari-hari yang dilewatinya, dan dengan cemas menunggu habisnya waktu tiga bulan itu. Saya tahu bahwa tidak ada jaminan setelah tiga bulan itu kebisuan suaminya akan mencair, tetapi kurun waktu itu sekurang-kurangnya memberikan peluang kepada wanita itu untuk melihat dunia lain, bahwa dalam hidup itu banyak kemungkinan, ada pertemuan, ada perpisahan, ada perte­muan kembali, ada juga pertemuan dengan yang baru dan sebagainya, dan bahwa kesemuanya itu mengandung hikmah asal bisa memetiknya. Ia harus bisa melihat bahwa hidup itu bukan hitam putih, tetapi berwarna-warni.

Konseling itu juga saya berikan secara tertulis, dengan menulis surat disertai kata-kata mutiara, ayat Qur'an dan hadis yang relevan dengan keharusan sabar menanggung derita, dan bahwa orang yang sabar senantiasa disertai rahmat Tuhan. Kehausannya kepada bimbingan sampai-sampai - katanya lewat surat - ia membaca nasehat tertulis saya sampai lima kali, dan bahkan surat konseling saya itu selalu dibawa di dalam tas, untuk selalu dibaca ulang jika fikirannnya sedang kusut.

Rumah tangga pasangan itu akhirnya tidak dapat di­selamatkan, tetapi wanita itu dapat menerima kenyataan. Setelah ia berpindah kota, korespondensi dengan saya tetap berlangsung, ia selalu melaporkan perkembangan perasa­annya dalam menghadapi problema hidupnya, dan saya pun sering membalasnya dengan konsisten memberikan layanan konseling agama. Ketika ia mengambil keputusan untuk tinggal di Eropa dengan maksud mencari dunia baru dan melupakan kegetiran hidup rumah tangganya, saya memberikan saran agar ia jangan lupa salat lima waktu dan usahakan menggunakan jilbab (busana muslimah) sebagai identitas diri, ternyata dari Eropa ia berkirim surat bahwa ia melaksanakan saran saya.

Perjalanan hidup yang berliku-liku akhirnya mengan­tarnya untuk menikah lagi dengan laki-laki muslim Eropa, dan selama ini, sekurang-kurangnya kartu lebaran masih selalu dikirimkan kepada saya, sesekali disertai dengan sejumlah lembaran dollar. Al hamdulillah.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, January 15, 2007

Psikologi Poligami II (Rahmat Yang tersembunyi di Balik Tamparan)
Poligami selalu menarik untuk dibicarakan, meski ditentang habis-habisan oleh public terutama kaum wanita, tetapi poligami tetap ada dan akan tetap berlangsung hingga hari kiamat. Kenapa? Karena poligami adalah desain dari Tuhan. Jika Tuhan mengizinkan adanya poligami, seperti yag tersebut dalam al Qur’an maka itu satu isyarat bahwa poligami adalah kebutuhan manusia. Pelarangan total poligami oleh hukum Negara, pasti berdampak pada rusaknya tatanan hidup social, yang dampaknya lebih buruk dibanding dampak sosial dari praktek poligami. Di Amerika, negara yang melarang praktek poligami secara hukum, data penelitian menunjukkan fakta sebagai berikut.:

1. Bubarnya ikatan perkawinan setelah usia 40 tahun menjadi trend social.
2. 60 % perceraian disebabkan oleh slingkuhnya perempuan, 30% oleh slingkuhnya laki-laki dan 10 % oleh sebab-sebab campuran.

3. Sudah berdiri organisasi persatuan ibu2 tanpa suami yang dengan bangga bisa punya dan mampu mengurus anak sebagai single parent meski tak punya suami

4. Berdiri pula organisasi anak-anak tak berbapak, untuk menanmkan rasa percaya diri sebagai manusia yang tak kenal siapa ayahnya.

Dapat dibayangkan ketika nanti mayoritas masyarakatBarat sudah terdiri dari generasi jenis ini, yakni mereka yang kehilangan peluang merasakan kebahagiaan memiliki tokoh identifikasi secara naluriah, split personality akan menjadi cirri social.

Betapapun kaum wanita (terutama isteri tua) membenci poligami, tetapi semua isteri muda adalah wanita juga, yakni wanita yang oleh keadaan yang belum tentu diidamkan terpaksa menerima rejeki sisa, hanya menjadi isteri no 2 atau 3, padahal semua wanita ingin menjadi yang pertama dan satu-satunya..

Berikut ini adalah kasus poligami yang dilakukan oleh pejabat eselon I, dan isterinya adalah klient saya. Sebagai konselor keluarga saya memberikan konseling, dan catatannya saya muat di buku saya;

KONSELING AGAMA, TEORI DAN KASUS. DAN JUGA DI BUKU PSIKOLOGI KELUARGA, CETAKAN KEDUA SAMPAI KETUJUH, DENGAN SAYA BERI JUDUL:

RAHMAT YANG TERSEMBUNYI DI BALIK TAMPARAN
Seorang ibu rumah tangga, usia sekitar 40 tahun, kepala SMP Negeri, mempunyai tiga orang anak, dua orang duduk di SMA dan satu orang kelas III SMP, suaminya seorang pejabat eselon tinggi BUMN, datang kepada penulis mengajukan pertanyaan yang sangat definitif: Pak, saya sudah kemana-mana, tetapi selalu disuguhi teori. Saya tidak membutuhkan teori, tetapi butuh jawaban praktis. Menurut pandangan agama Islam, apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi problem yang sedang saya hadapi?

Permasalahan yang dihadapi
Ibu itu menceriterakan bahwa suaminya telah kawin lagi dengan janda muda usia 17 tahun yang ditemukan di Panti pijat. Sekarang sudah dibelikan rumah, bahkan ibu dari isteri mudanyapun sudah di bawa ke Jakarta, tingal di rumah baru itu menemani anaknya. Yang tidak bisa difahami oleh ibu kepala sekolah tadi adalah sikap anak-anaknya, yaitu semuanya membela bapaknya, bahkan mereka mengancam: jika ibu macam-macam kepada Bapak, nanti kami semua mau pindah saja ke rumah ibu tirinya, padahal sepengetahuannya, dalam setiap kasus poligami, anak-anak selalu membela ibunya. Karena ibu itu seorang muslimah, dan kenal dengan penulis dalam sebuah pengajian tazkiyat an Nafs, maka pertanyaannya sudah terseleksi seperti tersebut diatas, yaitu: Apa yang harus saya lakukan menurut tuntunan agama Islam.

Anatomi masalah
Dalam percakapan yang mendalam, ibu itu akhirnya membuka seluruh permasalahan yang dihadapi. Ia menceriterakan bahwa kasus kawin lagi suaminya bukan yang pertama. Suaminya sudah sering diam-diam memiliki isteri simpanan, tetapi setiap kepergok kemudian dicerai. Ia juga mengaku bahwa suaminya termasuk "orang kuat" di tempat tidur sehingga ia sering merasa kewalahan dalam melayaninya. Ia menduga bahwa jika suami sedang tidak mempunyai isteri simpanan, maka ia suka "observasi" ke tempat-tempat hiburan, buktinya isteri muda yang sekarang juga ditemukan di panti pijat tradisionil.

Di sisi lain ia juga mengakui bahwa suaminya itu orang baik, baik kepada keluarga dan juga kepada tetangga. Suaminya juga idola bagi anak-anaknya. Suaminya seorang muslim juga tetapi tidak rajin salat, masih rajin salat anak-anaknya. Ibu itu juga mengaku menjalankan salat tetapi sering tinggal terutama jika lagi sibuk. Sebagai suami, kata ibu itu, ia adalah suami yang penuh perhatian dan suka mengalah, terbukti setiap kali kepergok juga segera memutuskan hubungan. Tetapi dengan isteri muda yang terakhir ini, dia mengatakan bahwa ia akan menceraikan isteri mudanya nanti setelah melahirkan, karena ia sedang hamil 4 bulan.

Ibu itu bercerita bahwa terkadang ia tergoda untuk melabrak kepada madunya itu seperti yang dulu dilakukan kepada madu-madu sebelumnya, tetapi sikap anak-anaknya yang membela bapaknya membuatnya menjadi bingung. Sebagai wanita karir di kota besar, ia merasa tabah mengahadapi ulah suami, tetapi menghadapi sikap anak-anaknya betul-betul membuatnya bingung. Ia tak faham apa dan siapa yang sebenarnya sedang ia hadapi, suami atau anak-anaknya. Terkadang terfikir pula untuk melaporkan perbuatan suaminya kepada Bapak Presiden karena sebagai pejabat tinggi suaminya jelas melanggar PP 10, tetapi lagi-lagi, sikap-anak-anaknya itu lebih menyita perhatiannya.

Terapi konseling agama terhadap kasus ini
Kasus ini sebenarnya adalah problem yang berhubungan dengan kodrat kejiwaan manusia. Ibu itu mengalami konflik interest, fikiran dan perasaannya tidak sejalan, qalb, nafs, akal dan hati nuraninya tidak sedang dalam kondisi harmoni sehingga ia merasa tidak mampu membuat keputusan. Ia juga kesulitan menempatkan dirinya di antara suami, anak-anak dan Tuhan, tetapi ia sadar bahwa ada kekuatan yang bisa membantunya tetapi belum ditemukan. Ia sadar, bahwa sebagai muslimah ia kurang taat dalam menjalankan agama, tetapi ia berharap bahwa agama akan membantu membimbingnya dalam membuat keputusan atas apa yang akan dilakukan, sehingga pertanyaannya kepada penulis sebagai konselor juga sudah definitif, yaitu apa yang harus dilakukan menurut tuntunan agama Islam?

Karena ibu itu sudah siap menerima tuntunan agama, maka terapi psikologis yang saya sampaikan juga merupakan paket yang konkrit. Kepadanya saya menyampaikan bahwa: agama memberikan kebebasan kepada ibu untuk memilih satu di antara 3 (tiga) jalan:
1. Pilihan pertama, labrak saja isteri muda itu seperti yang sudah-sudah dan laporkan kepada Bapak Presiden supaya kapok, saran saya. Akan tetapi ibu harus bisa membayangkan bahwa barangkali untuk kali ini suami ibu tidak akan mengalah. Jika kemudian suami ibu ditindak oleh atasan karena melanggar PP 10, maka di mata suami, ibu adalah biangkeladi dari kegagalan karirnya, dan ia akan simpati kepada isteri muda yang di labrak oleh ibu, dan dalam persepsinya isteri mudanya itu teraniaya (mazlum) sementara ibu dianggap sebagai penganiaya (zalim). Pilihan pertama ini biasanya dilakukan oleh wanita kebanyakan, bukan wanita pilihan, langkah yang manusiawi, dapat dimengerti tetapi hasilnya merugikan diri sendiri.

2. Pilihan yang kedua, ibu bisa sabar menunggu sampai isteri muda itu melahirkan, dan setelah itu tagih janji suami ibu untuk menceraikannya. Langkah ini juga dapat difahami, rasional dan manusiawi, tetapi belum mengandung nuansa keindahan, belum ada istimewanya.

3. Pilihan ketiga, adalah pilihan yang biasanya dilakukan oleh wanita utama. Jika ibu memilih langkah ini, maka ibu harus memandang isteri muda suami ibu bukan hanya sebagai madu, tetapi sebagai wanita, sebagai makhluk yang membutuhkan pertolongan orang lain, seperti ibu juga sedang membutuhkan pertolongan orang lain. Dalam kehidupan, wanita sering tidak bisa menentukan jalan hidupnya, tetapi harus tunduk kepada tangan kokoh sistem sosial yang terkadang tidak menyenangkan. Coba ibu renungkan, apakah wanita yang sekarang menjadi madu ibu itu senang bekerja di panti pijat, dan kira-kira apa yang akan dia lakukan jika dicerai oleh suami ibu.

Untuk bisa menjadi wanita utama, ibu harus berpihak kepada wanita, peduli kepada nasib wanita. Dalam menghadapi masalah ibu, ibu dapat melakukan suatu bargaining dengan suami, misalnya nanti setelah wanita madu anda itu melahirkan, ibu bisa berkata kepada suami. Sudahlah pak, biar dia tidak usah dicerai, saya kasihan kepada masa depan dia, sebab jika dicerai hampir dapat dipastikan ia akan kembali ke panti pijat, dan selanjutnya akan ada lagi wanita lain yang menderita karena suaminya tergoda kepadanya. Akan tetapi saya punya permintaan, yaitu sejak hari ini Bapak harus taat beragama, rajin menjalankan solat, dan jauhi segala macam kemaksiatan. Doakan agar saya mampu hidup lurus dan kuat menghadapi realita ini.

Ibu, kata saya, pilihan ke tiga ini pilihan wanita utama, oleh karena itu berat dan tidak semua wanita dapat melakukannya, karena manusia itu lemah. Tuhan juga tahu bahwa wanita dan juga, manusia pada umumnya memiliki kelemahan, oleh karena kepada orang yang sedang mengalami persoalan seperti ibu, agama mengajarkan doa-doa untuk memperkuat diri.

Mendengar kata-kata terakhir tadi, ibu tersebut tersentak dan dengan sangat antausias minta diajarkan doa yang saya maksudkan. Rupanya kata kunci doa, menggetarkan batin ibu itu untuk berani menerima kenyataan dan siap melakukan apa yang diangap baik menurut agama meskipun berat. Kepada ibu itu kemudian saya berikan teks doa yang sebenarnya doa umum, tetapi karena kehausannya kepada hubungan dengan Tuhan maka doa itu dianggapnya sebagai doa khusus untuk dia sendiri.

Ketika saya tanyakan apakah ibu bisa membaca Qur'an, ia menyatakan bisa sekedarnya, ketika saya tanyakan apakah ibu suka menjalankan salat tahajjud, ibu itu mengatakan: alhamdulillah setelah ada kasus ini saya sekarang sudah kenal salat tahajud, padahal dulu boro-boro tahajud, salat lima waktu saja sering tertinggal.

Mendengar pengakuannya itu maka secara langsung saya tanamkan logika baru: Nah bu, sebenarnya dari dulu Tuhan menginginkan agar ibu menjadi manusia yang dekat dengan Nya, tapi ibu dipanggil-panggil tak mau mendengar, ibu sibuk urusan sendiri saja. Sekarang Tuhan membentak ibu dengan kasus ini, dan ibu baru mendengar panggilan Tuhan. Jadi kasus ini adalah rahmat Tuhan yang diberikan kepada ibu dalam bentuk tamparan agar ibu menjadi orang yang dekat dengan Nya. Jika manusia sudah merasa dekat dengan Nya, maka selain Tuhan; misalnya suami, anak, jabatan dan harta, akan menjadi urutan berikutnya. Saya yakin ibu mampu menghadapi cobaan ini, dan ibu insya Allah akan lulus, menjadi hamba Allah yang dekat dengan Nya, menolong seorang wanita, membuat suami rajin beribadat dan anak-anak ibu akan tetap bersama ibu. Insya Allah.

Menurut pengakuannya ibu itu merasa puas berkonsultasi dengan penulis yang ketika itu (1984) masih menduduki peringkat seorang konselor amatiran, Alhamdulillah. Untuk ibu yang ini kata kunci dari konseling kasusnya adalah tahu diri dan doa.

Read More
posted by : Mubarok institute
Salah Sangka Pada Tuhan
Kita semua tahu bahwa Allah SWT itu ada, tetapi hanya sedikit diantara kita yang mengenal Nya. Dampaknya sangat berbeda antara hanya tahu dan mengenal. Tahu ada di fikiran, sedangkan mengenal sudah menjamah wilayah perasaan. Dalam berkomunikasi, Orang yang hanya tahu, mudah salah faham, sedang diantara sesame orang yang sudah saling mengenal, selalu terjalin saling memahami. Demikian juga dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan. Berikut ini kasus yang menimpa seorang mahasiswa, klient saya, dan kasus ini saya tulis di buku saya; Konseling Agama Teori dan Kasus, juga saya muat kembali di buku Psikologi Keluarga, cet ke 3. dengan judul Salah Sangka kepada Tuhan; sbb;

Seorang isteri dirut BUMN menemui penulis, mengadukan perilaku anak lelakinya yang tidak difahaminya. Kata ibu tersebut, anak lelakinya yang sekarang duduk pada semester 6 pada sebuah akademi bank sejak empat bulan lalu menunjukkan perilaku yang aneh, yaitu selalu mengurung diri dalam kamar. Pulang dari kuliah, langsung masuk kamar, tidak mau makan bersama dengan keluarga, tidak juga duduk-duduk bersama dengan kerluarga. Makan dan minum ia ambil sendiri ketika tidak ada orang dan ia makan di kamarnya. Setiap ditanya ada masalah apa, ia selalu menjawab nggak apa-apa, saking tidak fahamnya, ayahnya sering memarahinya, dan semakin dimarahi membuatnya menjadi semakin diam dan semakin mengurung diri. Jika ada teman-teman kuliahnya datang, ia juga tidak bersedia menemuinya dengan alasan kurang sehat. Pokoknya, kata ibunya, saya benar-benar tidak faham, tidak mengerti, dan akhirnya saya cemas. Pernah dibawa ke psikiater, tetapi ia tetap diam, tidak mau menjawab, dan ia pun merasa enggan dibawa ke psikiater. Kata ibunya, anaknya rajin salat, dan bahkan selama mengurung diri sering dipergokinya malam hari sedang salat malam.

Anatomi masalah dan terapinya
Dari ceritera ibunya, maka saya menduga bahwa anaknya merasa tertekan karena melakukan suatu perbuatan dosa yang tidak diketahui keluarganya. Ia merasa berdosa besar, tetapi ia tidak mungkin menceriterakannya kepada keluarganya. Semakin hari ia menjadi semakin tertekan, karena dikejar-kejar oleh perasaan berdosa. Jiwanya menjadi gelap karena terkurung oleh perasaan berdosa.

Kepada ibu itu saya minta agar anaknya diajak main ke rumah saya untuk ngobrol-ngobrol: Ketika datang ke rumah, saya minta ibunya pulang dulu saja, sekitar tiga jam lagi biar supir menjemput, dan pemuda itu saya ajak jalan-jalan.
Dalam obrolan perjalanan, saya katakan bahwa saya sudah tahu permasalahan anda, (padahal saya belum tahu), dan saya katakan bahwa sebenarnya Tuhan telah mengampuni dosa anda, karena anda (dalam percakapan saya pakai kata kamu) telah dipenjara selama empat bulan oleh hati nuranimu sendiri.dan tahukah anda, nurani itu mempunyai hot line dengan Tuhan. Tuhan mendengar tangisanmu ketika kamu salat malam. Saya katakan bahwa jangan kau kira Tuhan itu galak, Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tuhan tersenyum lho melihat kamu menyesali perbuatanmu. Sudahlah, yang penting sekarang kau harus memulai lembaran baru, waspada di hari yang akan datang, jangan sekali-kali kau ulangi perbuatanmu.

Ternyata ia cukup dua kali saja bertemu saya, dan pertemuan keduapun hanya untuk nonton film, tidak berbicara lagi tentang masa lalu, tetapi berbicara tentang masa depan.

Ibunya menelpon penulis, menyatakan keheranannya atas kesembuhan anaknya, dan menanyakan problem apa sebenarnya yang selama ini dipendam oleh anaknya, maka saya jawab, tidak penting yang sudah lalu, yang penting masa depan, saya jawab demikian karena sebenarnya sampai akhirpun saya tidak tahu, tetapi pemuda itu merasa bahwa saya telah mengetahui rahasianya, padahal yang sebenarnya saya benar-benar tidak tahu karena memang tidak menanyakannya.

Jadi kasus ini adalah kasus keagamaan, yaitu bahwa seseorang merasa tidak akan diampuni Tuhan atas dosa yang telah diperbuatnya, karena ia tidak tahu bahwa Tuhan Maha Pengampun. Perasaan berdosa itu membuatnya tertekan dan tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Untungnya ia termasuk pemuda yang taat beragama, meskipun pengetahuan agamanya masih rendah. Dari konseling dengan saya, pengetahuannya tentang uhan sudah mulai bergeser pada mengenal. Kerajinannya menjalankan salat malam membuatnya mudah mengenal Tuhan yang Maha Pengampun.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, January 11, 2007

Doa Nabi Nuh A.S.
Negeri kita sedang dalam keadaan krisis multi­dimensi, dari moneter, ekonomi, politik dan sekarang sosial. Dalam keadaan seperti ini mestinya rakyat dan pemimpin bersatu padu berjuang untuk bisa keluar dari krisis itu; mengencangkan ikat pinggang, mengedepankan persamaan dan membelakangkan perbedaan. Sayang, yang dilakukan justeru sebaliknya, perselisihan difasilitasi, aji mumpung disosialisasi, keputusan besar yang bisa menentukan arah sejarah bangsa ditunda-tunda. Lebih parah lagi masyarakat disuguhi adegan nasional pesta joged dangdut dan pameran aurat primitip setiap malam, seakan bangsa ini sedang bersuka ria menyambut kemenangan. Subhanallaaaaaah.

Dalam keadaan begini terbayang doa Nabi Nuh ‘alaihi as salam. Beliau sangat lelah menghadapi bangsanya yang tidak tahu diri (seperti kita), dan akhirnya, berdasarkan pengalaman yang panjang , beliau mengambil kesimpulan bahwa karena tidak ada lagi unsur yang dapat dibanggakan dari bangsanya, maka lebih baik bangsanya itu dimusnahkan saja dari panggung sejarah (cepet mati), Nabi Nuh berdoa kepada Tuhan untuk itu, dan….. subhanallaaah,…. doa Nabi Nuh dikabulkan Tuhan, bangsa itu ditengge­lamkan Tuhan lewat banjir besar, dan hanya disisakan sedikit orang yang tahu diri. Sanggupkah kita membayangkan banjir revolusi sosial yang akan menenggelamkan Negara Kesatuan kita?

Berikut ini terjemahan doa Nabi Nuh seperti yang tersebut dalam al Qur’an:
Nuh berkata; “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka (bangsaku) telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya selain kerugian belaka. dan melakukan tipudaya yang amat besar (Q/71:21-22), dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) Janganlah Engkau tambahkan lagi bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.” (Q/71:24)

Nuh berkata; “Ya Tuhanku, jangan Engkau biarkan seorangpun diantara orang-orang kafir (bangsaku) tinggal diatas bumi (Q/71:26) Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir (Q/71:27). Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, dan semua orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” (Q/71:28)

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, January 08, 2007

Bagaimana Meningkatkan Kualitas Ruhani kita? 1

Manusia adalah makhluk memiliki kecerdasan intelektiual, emosional dan spiritual, atau apa yang sekarang disebut IESQ. Oleh karena itu dalam meningkatkan kualitas ruhani, maka langkah-langkahnyapun harus mengikuti tahapan tiga kecerdasan tersebut.

Pertama;
Dalam mensikapi permasalahan berfikirlah logis, masuk akal. Kegunaan berfikir itu untuk (a) menjawab pertanyaan, (b) untuk mengatasi problem, (c) mengambil keputusan dan (d) menciptakan hal yang baru atau kreatifitas. Orang berfikir itu ada yang berfikir nalar atau realistis, ada yang tidak realistis, ada yang evaluatip, dan ada yang berfikir kreatip.. Ada tahapan dalam berfikir, yaitu berfikir, berzikir, kemudian tafakkur dan kemudian tadabbur. Banyak orang berfikir tetapi tidak tafakkur, banyak orang berzikir, juga belum tafakkur. Puncak dari tafakkur adalah tadabbur . Kata Nabi, jika aku diam itu karena mikir, jika aku berbicara , itu karena zikir dan jika aku melihat, itu karena mengambil pelajaran (an yakuna shumty fikran, wa nuthqy dzikran , wa bashary `ibratan)

Kedua
Tajamkan perasaan dalam memahami realita, dengan pertanyaan-pertanyaan;
1. siapa sesungguhnya anda?,
2. sesungguhnya anda pejuang atau parasit?,
3. lebih banyak mana yang anda berikan dengan yang anda ambil?,
4. benarkah anda terhormat ?,
5. siapa sebenarnya yang paling berperan?.
6. Dan seterusnya.

Ketajaman perasaan akan terbangun jika kita bersentuhan langsung dengan problem mendasar manusia; menyaksikan dan terjun membantu orang kelaparan, orang kesakitan, orang kesulitan. Sekedar membaca Laporan orang tentang problem orang lain biasanya hanya masuk memori (kognitip), tetapi tidak menyentuh hati (afektip) sehingga kurang mendorong pada perilaku (psikomotorik).

Read More
posted by : Mubarok institute
Kematian
Daya tarik pembicaraan tentang mati sebenarnya bukan pada kematian itu sendiri, tetapi pada konsep mati itu apa. Di kalangan binatang saya kira tidak pernah ada diskusi dan seminar hidup itu apa dan mati itu apa. Bagi mereka hidup tak ubahnya mengikuti arus air, mereka sepenuhnya tunduk kepada alam, tidak ada rekayasa pemeliharaan lingkungan alam dan tidak ada pula usaha perusakan alam oleh mereka. Sedangkan di kalangan manusia, pembicaraan tentang mati senafas dengan pembicaraan tentang konsep hidup. Bagaimana makna mati tergantung pada apa yang menjadi pandangan hidupnya.

Pembicaraan tentang makna mati sebenarnya berpangkal dari tiga pertanyaan abadi yang berlangsung sepanjang sejarah manusia, yaitu Dari mana, mau kemana dan untuk apa hidup manusia di muka bumi ini, min aina, ila aina wa limadza ?

Pertanyaan pertama dan kedua hanya ada dua jawaban, yaitu orang beragama menjawab bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, sedang orang atheis menjawab bahwa manusia itu berasal dari proses alamiah dan akan hilang secara alamiah. Meski demikian rincian dari jawaban itu, terutama untuk pertanyaan ke tiga, sangat beragam dan rumit, serumit dan se ragam manusia itu sendiri.

Konsep Islam tentang hidup dan mati saya kira cukup jelas, bahwa inna lillahi wa inna ilahi raji’un, sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada Nya, dan bahwa manusia berada di muka bumi ini bukan untuk iseng-iseng (Q/23:115) tetapi dimuati dengan amanah (Q/33:72) sebagai khalifah. Menurut Al Qur’an dan juga kenyataan, setiap jiwa pasti akan mati, kullu nafsin zaiqatul maut. , dan sesudah mati justeru ada kehidupan akhirat, yang menurut al Qur’an justeru merupakan kehidupan yang sebenanrnya (wa innal akhirota lahiyal hayawan)Akan tetapi agama Islam itu apa, bisa difahami dengan tingkat-tingkat pemahaman;, (1) sebagai konsep yang sempurna, tetapi masih di langit (2) sebagai konsep yang didemontrasikan di muka bumi, (3) sebagai konsep yang sudah membumi, (4) sebagai interprestasi, dan (5) sebagai tradisi. Lima tingkat ini bisa berdiri sebagai suatu struktur bangunan, tetapi bisa juga tidak. Tingkatan-tingkatan pemahaman ini membawa konsekwnsi pada keragaman dan juga kerumitan tentang konsep hidup dan mati yang diberi label “menurut Islam”.

Dalam struktur ini tasauf berada pada tingkatan ke empat, setingkat dengan fiqh. Meskipun demikian, atau untungnya, tingkat otentisitas al Qur’an sebagai sumber utama dan konsep dasar ajaran Islam (dan diperkuat oleh tadwin assunnah) sangat membantu dalam mengembalikan seluruh tingkat pemahaman kepada sumber utama itu.

Jika ulama fiqh berusaha memahami agama ini dengan semangat ijtihad (sistem berfikir), maka para sufi melakukan hal yang sama dengan semangat taqarrub, yakni dengan latihan-latihan spirituil yang lebih dekat dengan sistem perasaan. Ijtihad melahirkan produk-produk berupa hukum-hukum dan fatwa-fatwa, sementara bertasauf melahirkan pengalaman spiritual. Hasil-hasil ijtihad bisa diuji dengan logika,, sementara pengalaman spirituil , meskipun secara filosofis bisa difahami, tetapi pembuktiannya hanya mungkin dilakukan melalui suluk. Oleh karena itu jika berbicara tentang tasauf maka paradigma yang digunakan juga harus paradigma tasauf. Istilah-istilah dalam tasauf juga hanya bisa difahami dengan cara berfikir dan cara merasa para sufi.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, January 07, 2007

Tanda-Tanda Kiamat
Kita mengenal istilah Kiamat Kubra (Kiamat Besar) dan Kiamat Sughra (Kiamat Kecil). Kematian seseorang adalah kiamat bagi dirinya, selanjutnya ia menunggu di alam barzah bersama orang lain yang sudah mati hingga seluruh makhluk dunia itu mati. Ketika itulah, yakni ketika seluruh makhluk Tuhan mati dan hanya tinggal Dia, Allah al Hayyu al Qayyum, satu-satunya yang hidup, maka itulah hari Kiamat bagi alam semesta.

Kapan datangnya hari Kiamat merupakan rahasia Tuhan, dan tak seorangpun yang mengetahui ke­pastiannya, tetapi hadis Nabi menyebut tanda –tanda akhir zaman yang mendekati hari Kiamat, meski ukuran dekat yang disebut Nabi sangat berbeda dengan persepsi manusia tentang dekat. Rasul menyebutkan bahwa diantara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah: Ilmu dicabut dari masyarakat, kebodohan didemontrasikan, perzinaan dilakukan secara terbuka dan minuman yang memabukkan menjadi mode. Hadis lain menyebut tanda-tanda yang lain, yaitu jumlah lelaki semakin berkurang dan jumlah wanita semakin banyak. Hadis lain menye­butkan bahwa di zaman akhir, fitnah merajalela, perubahan sosial terjadi dalam tempo yang sangat cepat, ada orang pagi hari masih muslim sorenya sudah kafir, sorenya masih muslim, pagi besoknya sudah kafir. Ketika itu banyak orang dengan mudah menjual keyakinan agama (prinsip-prinsip moral)­nya, ditukar hanya dengan sedikit harta.

Dari segi bahasa, qiyamah artinya tegak lurus atau bangkit. Kiamat dalam arti bangkit, kemudian disebut hari kebangkitan, merujuk kepada keterangan bahwa pada hari kiamat, seluruh manusia yang telah mati dibangkitkan kembali oleh Tuhan untuk memper­tanggungjawabkan per­buatannya selama di dunia, mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang maha Adil. Kiamat dalam arti tegak lurus, menurut seorang mufassir, merujuk kepada keterangan bahwa pada hari kiamat nanti seluruh planet di tata surya dalam posisi tegak lurus sehingga sistem tata surya berhenti, alam semesta gelap gulita.

Berbicara tentang kiamat, beberapa pengamat meramal bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia sudah mendekati hari kiamatnya. Pernyataan moral tokoh-tokoh agama agak sedikit sopan, yakni menyebut bangsa Indonesia sudah berada di ambang kehancuran. Tanda-tanda mendekatnya hari kiamat Indonesia juga sudah nampak, antara lain, perubahan yang sangat cepat, pameran ke­bodohan dilakukan oleh masyarakat luas, termasuk kaum intelektuilnya, perzinaan dan kemaksiatan merajalela, sistem pemerintahan sudah kurang berfungsi dan sebagainya.

Lalu, apa yang dapat kita lakukan? Kata Nabi, pada zaman yang penuh fitnah itu, bersegeralah melakukan amal saleh, Ba diru bi al a‘mal as salihat. Kalimat saleh dalam bahasa Arab mengandung arti konstruktif (maslahat), perdamaian (sulh), rekonsiliasi (islah), baik kualitasnya (solahiyyah), dan patut (yasluhu). Ketika ibu pertiwi menangis, sayup-sayup terdengar panggilan kepada seluruh patriot bangsa untuk segera menye­lamatkan bangsa ini dari kehancuran total. Dari pesantren tradisionil di dusun kecil jauh dari pusat kekuasa­an juga terdengar seruan SOS, Ilahi sallimil ummah, minal afati wanniqmah wa min hammin wamin ghummah bi ahlil badri ya Allah. Ya Tuhanku, selamat­kanlah bangsa ini, dari bencana dan penyakit, dari kecemasan dan kesedihan, berilah kami kemenangan seperti yang pernah Engkau berikan kepada ahlul Badar.

Bangsa ini hanya mungkin diselamatkan jika kita memulai berfikir dan berbuat kontruktif, melakukan perdamaian secara vertikal, horizontal dan internal, melakukan rekonsiliasi terhadap problem masa lalu, memelihara kualitas diri dan memelihara nilai-nilai kepatutan dalam pergaulan sosial, regional, nasional dan international.

Menurut teori Ibnu Khaldun, siklus kiamatnya suatu bangsa itu minimal dalam putaran seratus tahun. Usia Republik Indonesia itu baru 56 tahun, artinya Indonesia belum waktunya kiamat. Oleh karena itu upaya menye­lamatkan bangsa ini masih menyaji­kan sejuta harapan, asal kita benar-benar memiliki kehendak bersama untuk selamat. Sunnatullah mengajarkan bahwa tiada gelap yang selamanya, habis gelap pasti terbit terang, Di balik kesulitan ternyata tersedia segudang kemudahan, fa inna ma‘a al ‘usri yusra, inna ma‘a al ‘usri yura. Sadaqallah al “adzim. V

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger