Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, September 26, 2007

PUASA; Perjuangan Kembali Ke Fitrah
Pendahuluan
Bulan Ramadlan disebut sebagai bulan yang penuh berkah (syahr mubarok). Berkah artinya terkumpulnya kebaikan ilahiah pada suatu waktu, tempat, sesuatu atau seseorang seperti terkumpulnya air di dalam kolam (tajammu` al khair al ilahy ka tajammu` al ma fi al birkati). Dari satu sudut dapat disebut bahwa bulan Ramadlan adalah bulan yang sangat produktip. Produktifitas Ramadlan itu ditandai dengan peningkatan pahala sebagaimana dikatakaan oleh Nabi, bahwa amal sunnat diganjar senilai amal wajib, dan amal wajib diganjar dengan 10 sampai dengan 700 kali lipat, bergantung kualitasnya. Lebih beruntung lagi jika seseorang mendapatkan lailatul qadar. Produktifitas Ramadlan juga dibantu oleh suasana kondusip dimana “pintu” sorga dibuka, “pintu” neraka ditutup dan syaitan “dibelenggu”. Pertanyaannya, apakah berkah Ramadlan itu berlaku umum bagi semua orang yang berpuasa atau khusus bagi orang-orang dengan usaha tertentu ?


Puasa & Kesucian jiwa
Manusia memiliki peluang untuk dekat dengan Allah. Kedekatan manusia dengan Allah sudah barang tentu bukan secara fisik, tetapi secara ruhani. Hal ini dimungkinkan karena manusia, seperti yang dikatakan oleh ilmu tasauf, memiliki sifat Ketuhanan (nasut), sementara Allah memiliki sifat kemanusiaan (lahut). Secara fitri manusia memiliki keerinduan untuk mendekat kepada Allah (taraqqi) dan Allah dengan amat antausias menyonggsong hamba Nya yang bersunggguh-sungguh mendekat kepada Nya (tanazul). Perjalanan pendakian manusia mendekati Allah itu melalui stasiun-stasiun (maqamat) taubat, zuhud, faqr, wara’ ridla, ma`rifat/cinta. Kerinduan manusia untuk mendaki menuju Allah sering terhambat oleh materi. Maksudnya selagi manusia , hatinya diberati oleh materi (hal-hal yang bersifat duniawi) maka ia tidak akan dapat mendekat kepada Nya, karena materi itu kotor, sementara Tuhan itu Maha Suci. Hanya jiwa yang sucilah yang dapat mendekat kepada Yang Maha Suci.

Dalam perspektip ini puasa merupakan pelatihan manusia untuk berpisah dengan hal-hal yang bersifat duniawi agar jiwanya menjadi suci. Pada tingkat awal, manusia dilatih (mulutnya) untuk berpisah dengan makanan dan minuman (puasa awam), selanjutnya seluruh anggauta badannya berpuasa dari segala jenis perbuatan buruk (puasa khusus) dan kemudian hatinya berpuasa dari ingatan selain Allah (puasa super khusus).

Sebagaimana juga dalam bidang lain, Nabi mengingatkan bahwa ada orang berpuasa yang tidak memperoleh apa-apa selain lapar dan haus (tidak produktip). Sebaliknya Nabi menjanjikan bahwa orang yang berpuasa secara benar akan diampuni dosanya secara total.


Cinta harta.
Sikap manusia terhadap harta (hal-hal yang bersifat duniawi) berhubungan dengan pandangan hidupnya. Bagi orang yang menjadikan harta sebagai tujuan hidup, maka apapun dilakukan demi untuk memperolehnya. Dalam Islam harta bukanlah tujuan hidup, tetapi sekedar alat untuk menggapai tujuan hidup., yakni memperoleh ridla Allah. Kecintaan manusia kepada harta adalah karena tertipu pandangannya tentang hidup ini. Kata Nabi ada tiga model orang hidup

فالمؤمن يتزيّد و الكافر يتمتّع و المنافق يتزيّن
Pertama, orang mukmin memandang dunia sebagai ladang, oleh karena itu dalam hidupnya ia hanya sibuk bekerja menanam untuk dipanen kelak di akhirat. Harta baginya bagaikan alat pertanian, oleh karena itu ia menggunakannya sekedar diperlukan.

Kedua : Orang munafik memandng dunia ini sebagai panggung sandiwara, oleh karena itu ia sibuk berhias untuk memuaskan penonton. Seluruh tingkahlakunya ditujukan untuk dilihat orang lain, bukan untuk dirinya, apalagi untuk Tuhan.
.
Ketiga : Orang kafir memandang dunia itu sebagai sorga tempat ia berpesta. Oleh karena itu ia berusaha mereguk dunia sepuas-puasnya, dan takut berpisah dengannya.

Bagi orang yang keliru pandangan hidupnya, maka dunia bisa berubah menjadi semisal bangkai yang sangat menjijikkan, atau menjadi beban yang harus selalu dipikul dan dikawal. Ia bukannya menguasai dan menikmati harta tetapi diperbudak oleh harta.

Penyakit cinta harta dan pangkat (hubb al mal wa al jah) oleh Nabi disebut al wahn, yakni cinta harta dan takut mati. Harta dan pangkat juga menjadi ajang kedengkian (al hasad). Hasad adalah membenci keberuntungan orang lain dan menginginkan agar keberuntungan orang itu hilang serta berpindah kepada dirinya. Hasad atau dengki dimungkinkan karena medan yang diperebutkan sempit sementara pesertanya banyak. Dunia secara lughowi artinya dekat (atau sempit). Dalam perspektip ini, sebagaimana dikatakan oleh sebuah syair sufi; dunia dengan segala isinya adalah sesuatu yang amat sangat sedikit, dan peminatnya adalah orang yang sangat hina.

هي الدّنيا أقلّ من القليل وعاشقها أذلّ من الذّليل
Hasad atau dengki hanya terjadi dalam bidang yang rendah dan sempit, sedangkan dalam bidang yang luas dan mulia tidak pernah akan terjadi dengki, karena medannya amat luas dan sanggup menampung berapappun jumlah peminatnya. Diantara orang-orang yang berlomba menggapai keutamaan hidup justeru terjadi perasaan persaudaraan yang sangat tinggi.

Puasa yang dilakukan seseorang secara benar, secara psikologis akan menekan keserakahan kepada harta dan menekan dorongan hawa nafsu yang pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat kesucian jiwanya.

Lailatul qadar
Banyak keterangan tentang lailatul qadar, menyangkut makna, kapan terjadi, dan hubungannya dengan turunnya al Qur’an. Menurut pendapat kami, lailatul qadar adalah merupakan iming-iming Tuhan kepada manusia agar mereka berlomba merebut keutaman Ramadlan secara penuh, dari awal hingga akhir, karena hanya dengan kesempurnaan itulah akan dicapai kesempurnaan spiritual puasa.

Puasa & Akhlak
Achlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi sumber keluarnya tindakan, dimana perbuatan itu terjadi dengan mudah dengan tidak memperhitungkan untung dan rugi. Jika seseorang rohaninya sehat (sebagai buah dari puasa), dapat dipastikan bahwa perbuatannya juga baik. Orang yang cinta kepada Tuhan pasti mencintai makhluknya, tetapi belum tentu yang sebaliknya. Sebagaimana iabadah lain, ibadah puasa akan efektip membentuk akhlak apabila sistemnya dipatuhi. Tanpa mematuhi sistemnya maka puasa hanya menukar jadwal makan, dan tidak menghasilkan apa-apa selain lapar dan haus. Ada ayat kauniyyah yang layak menjadi bahan renungan, yaitu ulat berbulu.

Belajar Kepada Ulat
Ulat berbulu adalah jenis binatang kecil yang sangat menjijikkan dan menakutkan meski ia tak berdaya. Bisakah ulat mengubah dirinya menjadi simpatik ? ternyata bisa, yaitu dengan masuk ke dalam kepompong. Di dalam kepompong, ulat berpuasa, “berzikir” dan “bertafakkur” selama 36 hari. Apa yang terjadi setelah itu ?. Ulat bulu yang menjijikkan ternyata telah berubah menjadi kupu-kupu yang sangat menarik, berwarna-warni, terbang kian kemari.

Bagi manusia yang kelakuannya menyebalkan orang lain dan ingin memperbaiki diri. belajarlah kepada ulat berbulu, masuklah ke dalam kepongpong Ramadlan, patuhi sistem berpuasa seperti kepatuhan ulat di dalam keponpong. Kenapa 36 hari ?. 30 hari puasa Ramadlan masih belum cukup, tetapi harus disempurnakan dengan puasa Syawwal 6 hari. Kata Nabi, barang siapa puasa Ramadlan dan ditambah dengan 6 hari puasa Syawwal maka nilainya setara dengan puasa setahun.

Kembali ke Fitrah
`Id al Fitri bisa diterjemahkan dengan hari raya fitrah, bisa juga diartikan kembali ke fitrah. Fitrah adalah keadaan semula jadi manusia. Sejak lahir manusia sudah memiliki fitrah (1) mengenali yang buruk dari yang baik, (2) lebh mudah berbuat baik daripada berbuat jahat, (3) sudah mempunyai kecenderungan kepada agama yang hanif. Nah ketika manusia hidup bergaul berinteraksi dengan lingkungan, didapati kenyataan bahwa daya tarik kepada keburukn itu lebih kuat disbanding daya tarik kebaikan. Oleh karma itu sepanjang hidup manusia sedikit-sedikit tergeser dari fitrahnya yang baik itu. Nah amalih Ramadan yang dikerjakan secra bersistem dan sempurna dapat mengembalikan manusia ke fitrahnya, seperti ulat yang bisa mengubah dirinya menjadi kupu-kupu. Wallohu a`lam bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, September 25, 2007

Cinta Yang Menyatu
Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga : (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri.

Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Allah SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Allah SWT, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Allah SWT dalam i`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Allah SWT daripada perintah yang lain.

Read More
posted by : Mubarok institute
Penyakit Hati
Kajian tentang penyakit pada umumnya dilakukan sehubungan dengan upaya memelihara kesehatan. Kesehatan manusia mencakup kesehatan jasmani dan rohani, kesehatan fisik dan kesehatan mental. Dalam Ilmu Kesehatan, disamping dikenal adanya kesehatan fisik, kesehatan mental juga dikenal istilah kesehatan masyarakat (publik health). Penyakitpun dikenal adanya penyakit fisik, penyakit mental dan penyakit masyarakat. Dalam bahasa agama jarang disebut istilah penyakit mental, yang sering disebut adalah penyakit hati (fi qulubihim maradlun). Hal ini berkaitan dengan perbedaan penekanan makna jiwa antara perspektip psikologi dan perspektip agama. Psikologi lebih menekankan pada aspek berfikir, sedangkan agama lebih menekankan aspek merasa. Dengan demikian maka ada perbedaan penekanan antara penyakit mental dengan penyakit hati.

Dalam hal kesehatan, menurut bahasa agama juga ada perbedaan makna antara sehat dan afiat. Mata yang sehat misalnya adalah mata yang dapat melihat dan membaca tanpa memerlukan bantuan kaca mata, tetapi mata yang afiat adalah mata yang mudah digunakan untuk melihat obyek-oibyek yang bermanfaat dan halal, namun sulit digunakan untuk melihat obyek-obyek yang diharamkan, karena itulah sebenarnya fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata. Telinga yang sehat adalah telinga yang dapat mendengar secara normal tanpa memerlukan alat bantu, tetapi telinga yang afiat adalah telinga yang mudah mendengar suara yang dihalalkan, mudah membedakan suara yang bermakna perintah dan yang bermakna larangan, sulit untuk mendengar pergunjingan, adu domba, fitnah dan sebagainya. Demikian seterusnya perbedaan makna sehat dan afiat pada , mulut, tangan, kaki dan seterusnya hingga pada organ yang vital dari tubuh manusia.

Dalam Psikologi dikenal ada istilah sakit jiwa dan gangguan kejiwaan., ada yang disebabkan oleh faktor syaraf, ada juga yang disebabkan oleh faktor psikis (neurose). Dalam perspektip Islam, gangguan kejiwaan juga bisa terjadi disebabkan oleh faktor akhlak yang rendah. Diantara akhlak rendah yang dapat mengganggu kesehatan mental ialah riya, dengki, syirk, nifaq, tamak, takabbur, ujub dan al wahn.

Al Qur’an juga tak kurang dari sebelas kali menyebut adanya penyakit hati (fi qulubihim maradh) disamping menyebut adanya hati yang sehat (qalb salim). Dalam bahasa Arab, maradh (penyakit) antara lain didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental dan bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang. Melampaui batas, satu sisi membawa implikasi pada gerak berlebihan, dan pada sisi lain membawa implikasi ke arah kekurangan.

Akal yang sakitnya dari gerak berlebihan berwujud kelicikan, tetapi jika sakitnya bersumber dari arah kekurangan (kurang pendidikan) maka sakitnya berujud ketidak tahuan. Ketidak tahuan akal membawa kepada keraguan dan kebimbangan. Penyakit kejiwaan lain yang bersumber dari gerak berlebihan bisa berujud, angkuh, benci, dendam, fanatisme, serakah, dan kikir. Sedangkan penyakit yang bersumber dari arah kekurangan bisa berujud pessimis, rendah diri, kecut, cemas, takut dan sebagainya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, September 20, 2007

Kiat Bersedekah
Nasib manusia di dunia satu dan lain berbeda-beda, ada yang dianugerahi kelonggaran dalam hidupnya, dan ada yang dicoba dengan hidup serba kekurangan. Seyogyanya yang dianugerahi rizki berkecukupan mensyukuri nikmatnya, antara lain dengan menyedekahkan hartanya kepada orang yang berhak. Adapun bagi orang yang dicoba dengan hidup serba kekurangan seyogyanya bersa¬bar dan tetap bekerja keras. Meski demikian kedua¬nya diberi peluang yang sama untuk selalu menguta¬makan orang lain (itsar) sehingga orang miskinpun dianjurkan menyedekahkan hartanya kepada orang lain yang lebih membutuhkan.


Agama Islam menga¬jarkan adab bersedekah sebagai berikut:

1. Sedekah hendaknya diniatkan semata-mata karena Allah SWT (ikhlas).

2. Barang yang disedekahkan hendaknya sesuatu yang berkualitas dan dia sendiri menyukainya (bukan membuang karena sudah tidak suka).

3. Bersedekah secara rahasia itu lebih baik di¬banding sedekah secara terang-terangan.

4. Sedekah diutamakan untuk keluarga/kerabat terlebih dahulu, baru orang lain. Utamakan orang yang paling membutuhkan dan yang paling dekat jaraknya, jarak kekerabatannya dan atau jarak fisiknya.

5. Memilih waktu yang baik dan atau tepat ketika memberikannya, agar pahalanya lebih banyak (misalnya bulan Ramadlan) atau daya gunanya lebih besar (misalnya diberikan tepat ketika sedang dibutuhkan).

6. Rahasia keberhasilan bersedekah sama seperti rahasia keberhasilan bercocok tanam; yaitu (a) mengetahui ilmu cocok tanam, (b) memilih bibit unggul, (c) tanahnya subur, dan (d) dijaga dari hama. Dalam hal bersedekah, orang harus (a) tahu ilmu beramal, yaitu ikhlas, (b) yang dise¬dekahkan berupa harta bermutu dan halal, (c) diberikan kepada orang yang hidup sederhana, bukan pemboros atau penjudi, dan (d) men¬jauhkan diri dari mengungkit-ungkit, apa lagi menyakiti hati orang yang diberi (bi al manni wa al adza).

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, September 17, 2007

Suksesi Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun yang hidup mondar-mandir dari Tunis, Granada dan Mesir (1332-1406 M) sering disebut sebagai peletak dasar Sosiologi. Meski abad ke empatbelas disebut sebagai abad Neo-Hambalisme dimana Ibnu Taimiyyah dan murid-muridnya memastikan kemenangan Neo Hambalisme atas teologi skolastik dan filsafat serta mulai memudarnys intelektual Islam, tetapi Ibnu Khaldun - dan juga Mulla Shadra- merupakan pengecualian. Jika Mulla Shadra sangat berpengaruh di Timur, Ibnu Khaldun justeru sangat besar pengaruhnya di Barat. Ilmuwan yang pernah dilirik oleh Timur Leng untuk tinggal di istananya ini bukan hanya kaya dengan gagasan ilmu pengetahuan, tetapi juga kaya dengan pengalaman jabatan publik (dan hukum). Dua hal itulah yang menyebabkan teori-teori filsafat sejarah dan sosiologi politiknya tetap “membumi”. Kekokohan fondasi dari pengetahuan geografis, politis dan kultur yang dimilikinya menyebabkan ia memahami sunnatullah perubahan masyarakat, yang oleh karena itu ia menerima sistem politik monarki sebagai sesuatu yang alamiah.

Ada teori Ibnu Khaldun yang sangat menarik jika digunakan untuk menganalisis sejarah Indonesia . Dalam Muqaddimah nya Ibnu Khaldun menyebut tahap-tahap timbul tenggelamnya suatu negara menjadi lima tahap, yaitu (1) tahap konsolidasi dimana otoritas negara dengan dasar “demokrasi” didukung oleh masyarakat (`ashabiyyah). (2) tahap tirani, (3) tahap penyalah gunan wewenang otoritas negara untuk kepentingan penguasa, (4) tahap pengamanan dari munculnya ancaman dimana penguasa selalu memandang kelompok kritis sebagai lawan, dan (5) tahap keruntuhan. dimana sistem kekuasaan tidak lagi berfungsi.

Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan tiga generasi, yaitu (1) Generasi Pembangun, yang dengan segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk dibawah otoritas kekuasaan yang didukungnya, (2) Generasi Penikmat, yakni mereka yang karena diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan , menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara.
(3) Generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosionil dengan negara. Mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa mempedulikan nasib negara. Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi ketiga ini, maka keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu, dan menurut Ibnu Khaldun proses ini berlangsung sekitar satu abad.

Yang menarik pada bangsa Indonesia dalam perspektip teori Ibnu Khaldun adalah berkumpulnya tiga generasi dalam kurun waktu hanya setengah abad. Dewasa ini angkatan 45 yang dapat dikategorikan sebagai generasi pertama masih banyak orang-orangnya, tetapi dalam kurun waktu yang sama juga sudah muncul generasi kedua dan ketiga. Kasus mega KKN di Pertamina, kasus Bank Bali dan adanya arsitek kerusuhan sosial di berbagai daerah merupakaan indikator keberadaan generasi kedua dan ketiga.

Ibn Khaldun sebagaimana juga Rousseau, meyakini bahwa masyarakat yang pada mulanya baik atau sekurang-kurangnya netral itu dirusak oleh peradaban. Dalam kondisi nomadik, masyarakat cenderung bersifat jantan, sehat dan agressif. Peradaban kota yang mapanlahlah yang membuatnya menjadi lesu, pasif dan lamban, tetapi memancing-mancing invasi yang membuatnya terpuruk sebagai mangsa. Adalah sangat menarik bahwa dalam satu masa ternyata masyarakat Indonesia terbagi dalam lima kelompok zaman, (a) ada kelompok masyarakat yang sudah hidup dalam zaman ultra modern, yakni di kota-kota besar, (2) masyarakat modern, (3) masyarakat tradisionil di kampung-kampung pedesaan, (4) masyarakat terbelakang seperti suku-suku terasing, dan (5) masih ada masyarakat yang hidup pada zaman batu seperti yang masih terdapat di pedalaman Irian Barat. Dapat dibayangkan bagaimana tingkat rusaknya tatanan masyarakat Indonesia ketika mereka harus menerima paket peradaban global yang seragam melalui media elektronik.

Apresiasi orang Indonesia terhadap Ibnu Khaldun antara lain dengan mengabadikan namanya pada dua universitas, yaitu Universitas Ibnu Chaldun Jakarta dan Universitas Ibnu Khaldun Bogor, masing-masing dengan singkatan UIC dan UIK. Jika bangsa Indonesia setiapkali melakukan suksesi kepemimpinan nasional mengalami kesulitan dan memakan biaya yang sangat mahal, maka ada contoh yang sangat baik dari sunnah suksesi kepemimpinan Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Sejak Rektor dijabat oleh AM Saifuddin, jabatan kepemipinan di Universitas itu itu tidak lagi “sakral” tetapi benar-benar fungsional. Pertukaran jabatan dari rektor ke dekan atau ke Pembantu rektor dan sebaliknya berlangsung secara mekanis tanpa beban psikologis. Rais Ahmad yang menjadi rektor tanpa beban psikologis sedikitpun pada periode berikutnya menjabat sebagai Pembantu Rektor. Memang contoh Ibnu Khaldun ini kalah spektakuler dengan kasus Khalid bin Walid, yang menerima secara kesatria kebijakan Khalifah Umar bin Khatttab menurunkannya dari jabatan Panglima ke prajurit biasa.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, September 13, 2007

Munasabah Tazkiyyah Dengan al Kitab dan al Hikmah.
Empat ayat al Qur’an memaparkan adanya hubungan antara tazkiyyah dengan pengajaran al Kitāb dan al Hikmah. Pada empat ayat tersebut, kalimat disebutkan dalam rangkaian tugas Rasul mengajarkan al Kitāb dan al Hikmah

Sebagaimana diketahui bahwa menurut kaidah tafsir, makna suatu kalimat di dalam Al-Qur’an dapat diketahui dari munasabahnya (hubungannya) dengan kalimat sebelum dan sesudahnya atau dari ayat sebelum dan sesudahnya.. Dari ayat tersebut diatas, timbul pertanyaan, apa sebenarnya makna munasabah tazkiyyah dengan al Kitāb dan al Hikmah Kalimat berbicara tentang proses penyucian jiwa atau tazkiyat an nafs. Dalam perspektip nafs, pada dasarnya setiap manusia mempunyai dua potensi, yaitu potensi yang berhubungan dengan fikiran dan pandangan (cara berfikir) dan potensi yang berhubungan dengan lahirnya tingkahlaku (cara merasa). Setiap manusia memiliki pandangan tertentu dalam berbagai hal, dan juga memiliki pertimbangan tertentu dalam melakukan suatu perbuatan .

Dalam konteks ini maka dapat difahami bahwa al Kitab dan al Hikmah yang diturunkan dan kemudian diajarkan kepada manusia adalah dimaksud untuk memperkuat kedua potensi tersebut. Kata yuzakkihim mengisyaratkan pada penyempurnaan kualitas hubungan (jiwa) manusia dengan Tuhannya, sedangkan kalimat yu`allimuhum al kitab mengisyaratkan agar manusia disamping memahami pengetahuan ketuhanan juga mengetahui dasar-dasar dan falsafah syari’at yang terkandung dalam al Kitab, sedangkan kalimat (yu`allimuhum) al Hikmah mengisyaratkan manusia agar mengetahui esensi dari syari`at itu, yakni tujuan dan kandungan makna dari syari`at itu sendiri.

Jadi dari munasabah tazkiyyah dengan al Kitab dan al Hikmah dapat difahami bahwa proses tazkiyyat an nafs yang dilakukan oleh manusia tidak boleh menyimpang dari tuntunan dasar seperti yang terkandung dalam al Kitab . Sebagaimana diketahui ordo-ordo tarekat sufi telah menyusun pedoman yang berbeda-beda dalam melakukan tazkiyyat an nafs, sebagian dipandang masih tetap berada dalam kerangka al Kitab dan al Hikmah dan sebagian ada yang dipandang sudah menyimpang.

Read More
posted by : Mubarok institute
Analisis Hubungan Harta dengan Tazkiyyat an Nafs
Manusia sebagai khalifah Allah dilengkapi dengan pelbagai kelebihan, tetapi sebagai hamba Allah, ia juga memiliki berbagai kelemahan. Disamping potensi untuk kebaikan, pada manusia juga terdapat potensi yang menjerumuskanya ke lembah kehinaan. Di satu sisi, manusia memiliki fitrah berketuhanan seperti yang disebut dalam surat ar Rum/ 30: 30 اyang menyebabkan ia rindu untuk mendekatkan diri (taqarrub dan taraqqi) kepada Tuhan, tetapi pada sisi yang lain ,manusia memiliki hawa nafsu yang cenderung suka mengejar kenikmatan sesaat yang sifatnya rendah yang jika diturut, akan menjauhkan hubungan manusia itu dengan Nya.

Dalam surat Ali Imran 14 disebutkan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mengikuti dorongan syahwatnya manyangkut wanita, anak-anak, perhiasan emas perak, kendaraan, ternak dan tanah ladang. Kesemua hal tersebut bagi manusia mengandung makna kenikmatan, kebanggaan dan manfaat, dan kesemuanya itu merupakan harta yang bersifat duniawi.

Salah satu penghambat hubungan manusia dengan Alloh SWT adalah cinta harta atau hubb ad dunya, mencintai hal-hal yang berskala dekat. Untuk mendekat kepada Tuhan, terlebih dahulu manusia harus bersih jiwanya, dan cinta harta merupakan salah satu daki yang mengotori jiwanya itu. Salah satu bentuk sifat orang yang cinta harta adalah kikir, dan ia benar-benar merusak jiwa manakala dipatuhi, seperti yang dikatakan dalam hadis Nabi Riwayat Tabrani bahwa satu dari tiga hal yang merusak manusia adalah sifat kikir yang dipatuhi .

Oleh karena itu metode melawan kekikiran adalah tidak mematuhinya yakni dengan cara mengeluarkan sebagian hartanya untuk sadaqah, meski hawa nafsunya menyuruh yang sebaliknya. Perlawanan terus menerus terhadap sifat kikir itu merupakan proses tazkiyyah, dan karena kuatnya pengaruh hawa nafsu maka Al-Qur’an mengisyaratkan perlunya campur tangan kekuasaan untuk melakukan perlawanan terhadap sifat kikir manusia dalam bentuk perintah mengambil zakat bagi yang sudah berkewajiban seperti yang disebut dalam surat at Taubah/9:103 Alqur’an sangat konsisten dalam menganjurkan pengeluaran harta, baik yang diwajibkan (zakat) maupun yang dianjurkan (sedekah), sampai nafs yang sudah tercemar dapat kembali menjadi nafs zakiyyah, seperti pendapat Abu Amr Ibn al A’la yang dikutip oleh ar Razi, yakni nafs yang tidak lagi terbelenggu oleh dorongan-dorongan syahwat. Apa yang dilakukan oleh Abu Bakar Siddik ketika beliau mengeluarkan harta untuk membebaskan Bilal, seorang budak muslim yang sedang disiksa oleh majikannya karena keislamannya dipandang sebagai perwujudan dari jiwa yang sudah bersih. Seperti yang banyak disebut oleh para mufassir bahwa turunnya surat al Lail/95:18 - adalah berkenaan dengan perbuatan Abu Bakar tersebut.

Dapat disebut sebagai puncak tazkiyyah adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ketika beliau siap melaksanakan perintah Tuhan menyembelih puteranya, Isma’il, karena posisi Isma’il bagi Ibrahim adalah harta yang tak ternilai, melebihi nilai seluruh hartanya.

Sebagaimana halnya kodrat manusia di hadapan kekuasaan Alloh SWT, manusia tidak bisa menjamin keberhasilan usahanya melakukan tazkiyyah, sebagaimana Rasul juga tidak bisa menjamin keberhasilan usahanya berdakwah sampai-sampai pamannya sendiri tidak beriman seperti yang disebut dalam surat al Qasas/28 : 56. Dalam hal ini Al Qur’an disamping memuji orang yang berusaha melakukan tazkiyah juga menyebut tentang adanya hak otonomi Alloh SWT. Surat a Nur 21 dan an Nisa/5: 49 menyebutkan bahwa Allah mensucikan jiwa dari orang-orang yang dikehendaki Nya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, September 12, 2007

Fitrah Kesucian Nafs
Sebagaimana telah disebutkan pada uraian terdahulu bahwa pada dasarnya nafs itu diciptakan Tuhan dalam keadaan sempurna (Q/91:7-8), tapi ia dapat tercemar menjadi kotor jika tidak dijaga (Q/91:9-10). Tentang Nafs yang masih suci disebutkan dalam surat al Kahfi/18:74, dalam rangkaian kisah Nabi Musa dengan Nabi Hidir yang teks ayatnya telah ditulis pada bagian depan.

Kalimat zakiyyah pada ayat tersebut diatas (نفـسا زكيّـة ) merupakan sifat dari nafs, sehingga nafs zakiyyah artinya jiwa yang suci. Dalam konteks ayat tersebut, pemilik nafs yang suci itu adalah seorang anak kecil seperti yang juga disebut dalam surat Maryam :19 غلاما زكيّا . Jadi nafs yang secara fitri masih suci adalah nafs dari anak yang belum mukallaf, yang oleh karena itu belum berdosa.

Fakhr ar Razi mengutip perbedaan makna dari kalimat زكيّة dan زاكية. Sebagian mufassir memandang sama arti dari dua kalimat itu, tetapi sebagian membedakannya., antara lain Abu ‘Amr ibn al A’la yang membedakan arti dari dua kalimat itu. Menurutnya, nafs za kiyah (dengan alif) adalah jiwa yang suci secara fitri, yakni belum pernah melakukan dosa, sedang nafs zakiyyah adalah jiwa yang suci setelah melalui proses tazkiyyat an nafs dengan bertaubat dari perbuatan dosa.

Kesucian nafs bersifat maknawi, maka kotornyapun juga bersifat maknawi. Seseorang dapat memelihara kesucian nafsnya manakala ia konsisten dalam jalan takwa, sebaliknya nafs berubah menjadi kotor jika pemiliknya menempuh jalan dosa atau fujur Surat as Syams/91:7-10 menyebutkan bahwa sungguh rugi orang yang telah mengotori jiwanya (وقد خاب من دسّـاها). Kata dassa berasal dari kata د سّ يد سّ yang arti lughawinya menyembunyikan sesuatu di dalam sesuatu. Dalam konteks ayat ini, artinya orang mengotori jiwanya dengan perbuatan dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu sebagian mufassir berpendapat bahwa ayat Qur’an ini (Q/91: 10) berkenaan dengan nafs nya orang saleh yang melakukan kefasikan, bukan jiwa orang kafir, karena orang saleh, meski ia melakukan perbuatan dosa , tetapi ia malu dengan perbuatannya itu sehingga ia lakukan dengan cara sembunyi-sembunyi., berbeda dengan orang kafir yang merlakukannya dengan terang-terangan.

2). Usaha Penyucian Nafs (Tazkiyyat an Nafs)
Al Qur’an mengisyaratkan bahwa jiwa yang tercemar masih dapat diusahakan untuk menjadi suci kembali, baik dengan usaha sendiri, melalui pendidikan atau karena anugerah dan rahmat Allah seperti yang diisyaratkan oleh surat Q/9:103, Q/3:164 .

artinya : Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah , membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al Kitab dan al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q/3: 164).

Ayat Al-Qur’an tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang sesat masih dimungkinkan untuk dibersihkan jiwanya. Usaha atau proses penyucian jiwa itu disebut tazkiyyat an Nafs.

Tazkiyyat bisa dilakukan karena dorongan sendiri, atau didorong oleh orang lain, melalui dakwah, pendidikan atau bahkan paksaan. Menurut Al-Qur’an surat Fatir/35: 18 manusia dapat secara sadar melakukan suatu perbuatan yang dimaksud untuk menyucikan jiwanya., Perbuatan yang dapat mensucikan jiwa seseorang menurut Al-Qur’an adalah:

a). pengeluaran infak harta benda, tersebut dalam surat Q/92: 18
takut terhadap azab Allah dan menjalankan ibadah salat, tersebut dalam surat Q/35: 18 , menjaga kesucian kehidupan seksual, tersebut dalam surat Q/24:30: menjaga etika pergaulan , seperti yang diisyaratkan dalam surat an Nur/24 : 27- 29 Al Qur’an juga mengisyaratkan bahwa proses tazkiyyah itu bisa terjadi melalui ajakan orang lain. Ada empat ayat yang menyebutkan bahwa apa yang dilakukan oleh para Rasul kepada ummatnya dengan mengajarkan al Kitab dan al Hikmah adalah merupakan pekerjaan yang membuat umatnya tersucikan jiwanya., yakni surat al Baqarah/2:129, 151, Q/3: 164, dan Q/62:2.

artinya : Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka , dan mengajarkan kepada mereka al Kitab dan al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q/3:164)

Tentang makna tazkiyyat an Nafs, para mufassir mempunyai pandangan yang berbeda-beda :

1. Tazkiyyah dalam arti para Rasul mengajarkan kepada manusia, sesuatu yang jika dipatuhi, akan menyebabkan jiwa mereka tersucikan dengannya.

2. Tazkiyyah dalam arti mensucikan manusia dari syirik, karena syirik itu oleh al Qur’an dipandang sebagai sesuatu yang bersifat najis.

3. Tazkiyyah dalam arti mensucikan manusia dari syirik dan sifat rendah lainnya.

4. Tazkiyyah dalam arti mensucikan jiwa dari dosa.

5. Tazkiyah dalam arti mengangkat manusia dari martabat orang munafik ke martabat mukhlisin.

Disamping tazkiyah sebagai usaha, Al-Qur’an juga mengisyaratkan adanya anugerah Allah kepada manusia berupa tazkiyyah. Dalam surat Al Nur/24:21 disebutkan bahwa seandainya bukan karena anugerah Allah maka seseorang selamanya tidak bisa mensucikan jiwanya, dan Allah memberikan anugerah itu kepada orang yang dikehendakinya. Dalam surat al Nisa/4:49, ketika al Qur’an mencela tingkahlaku manusia yang merasa dirinya telah suci, juga ditegaskan bahwa Allah lah yang membersihkan jiwa dari orang-orang yang dikehendaki Nya

artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun (Q/4:49)

Read More
posted by : Mubarok institute
Nafs & Tazkiyyat An Nafs
Dalam Alqur’an kalimat nafs digunakan untuk menyebut totalitas manusia, sisi dalam manusia (jiwa), penggerak tingkah laku dan diri Tuhan. Konsep Tazkiyyat an Nafs (penyucian jiwa) berkaitan dengan adanya penyebutan nafs zakiyya (jiwa yang suci).

Sebagaimana telah disebutkan dalam surat as Syams 9-10 bahwa nafs itu diciptakan Tuhan secara sempurna, tetapi ia harus tetap dijaga kesuciannya, sebab ia bisa rusak jika dikotori dengan perbuatan maksiat. Kualitas nafs tiap orang berbeda-beda berhubungan dengan bagaimana usaha masing menjaganya dari hawa (Q/79:40), yakni dari kecenderungannya kepada syahwat, karena menuruti dorongan syahwat itu, seperti yang dikatakan oleh al Maraghy, merupakan tingkahlaku hewan yang dengan itu manusia telah menyia-nyiakan potensi akal yang menandai keistimewaannya.

Dalam bahasa Indonesia, syahwat yang menggoda manusia sering disebut dengan istilah hawa nafsu, yakni dorongan nafsu yang cenderung bersifat rendah. Al Qur’an membagi tingkatan nafs pada dua kelompok besar, yaitu nafs martabat tinggi dan nafs martabat rendah. Nafs martabat tinggi dimiliki oleh orang-orang yang taqwa, yang takut kepada Allah dan berpegang teguh kepada petunjuk Nya serta menjauhi laranganNya. Sedangkan nafs martabat rendah dimiliki oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan yang mengabaikan ketentuan-ketentuan Nya, serta orang-orang yang sesat, yang cenderung berperilaku menyimpang dan melakukan kekejian serta kemungkaran.

Secara ekplisit Al-Qur’an menyebut tiga jenis nafs, yaitu
ا(an nafs al mutmainnah,(3) ا(an nafs al lawwamah ), dan (an nafs al ammarah bi as su’ ) Ketiga jenis nafs tersebut merupakan tingkatan kualitas, dari yang terendah hingga yang tertinggi. Ayat-ayat yang secara ekplisit menyebut ketiga jenis nafs itu adalah sebagai berikut :

artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridaiNya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hambaku, dan masuklah ke dalam surga Ku (Q/89:27-30)

artinya : Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri) (Q/75:1-2).

artinya : Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesunguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyyayang (Q/12: 53)

Disamping tiga penggolongan tersebut, Al-Qur’an juga menyebut term ـسا زكيّـة pada anak yang belum dewasa, seperti tersebut dalam surat al Kahfi: 73

artinya : Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: Mengapa kamu bunuh jiwa yang suci, bukan karena dia membunuh orang lain ?. Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar. (Q/18:74).

Dari empat tingkatan itu dapat digambarkan bahwa pada mulanya, yakni ketika seorang manusia belum mukallaf, jiwanya masih suci (zakiyyah). Ketika sudah mencapai mukallaf dan berinteraksi dengan lingkungan kehidupan yang menggoda, jika ia merespond secara positip terhadap lingkungan hidupnya maka nafs itu dapat meningkat menjadi nafs mutma’innah setelah terlebih dahulu berproses di dalam tingkatan nafs lawwamah.Setiap nafs yang telah mencapai tingkat mutma’innah pastilah ia menyandang predikat zakiyyah pula. Akan tetapi jika nafs itu merespon lingkungan secara negatip, maka ia dapat menurun menjadi nafs ammarah dengan segala karakteristik buruknya.

a. Nafs Zakiyyah (Jiwa Yang Suci)
Term zakiyyah disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 25 kali dalam berbagai kata bentukan, dua kali dalam bentuk ism sebagai sifat, نفسـا زكيّة dan غـلاما زكيّـا, empat kali dalam bentuk af’al tafdil أزكى , duabelas kali dalam bentuk kata kerja زكّى يزكّى, satu kali dalam bentuk kata kerja زكى empat kali dalam bentuk kata kerja تزكّى يتزكّى dua kali dalam bentuk kata kerja يزّكّى disamping 32 kali dalam bentuk kalimat زكاة .

Menurut Asfihani, kalimat زكى pada dasarnya mengandung arti tumbuh karena berkah dari Tuhan ,seperti yang yang terkandung dalam arti zakat. Jika dihubungkan dengan makanan, mengandung arti halal, tetapi jika dihubungkan dengan nafs maka di dalamnya terkandung arti sifat-sifa terpuji. Terjemahan Al-Qur’an terbitan Departemen Agama Republik Indonesia menggunakan istilah jiwa yang suci ketika menterjemahkan kalimat نفسـا زكيّة. Dengan demikian maka pengertian menyucikan jiwa atau tazkiyyat an nafs adalah membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji.

Dari ayat-ayat yang berbicara tentang gagasan nafs zakiyyah dapat disimpulkan bahwa konsep nafs zakiyah dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut :

a. Bahwa ada nafs yang suci secara fitri, yakni suci sejak mula kejadiannya , yaitu nafs dari anak-anak yang belum mukallaf dan belum pernah melakukan perbuatan dosa seperti yang disebut dalam surat al Kahfi 74 dan surat Maryam 19

artinya : Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: Mengapa kamu bunuh jiwa yang suci, bukan karena dia membunuh orang lain ?. Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar. (Q/18:74).


artinya : Ia (Jibril) berkata: Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci (Q/19:19)

b. Bahwa nafs yang suci jika tidak dipelihara kesuciannya bisa berubah menjadi kotor seperti yang tersebut dalam surat as Syams 10

artinya : dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotori (jiwa) nya (Q/91:10)

c. Bahwa manusia bisa melakukan usaha penyucian jiwa seperti yang disebut dalam surat an Nazi’at 18, al Fatir : 18 dan surat al A’la :14

artinya : dan katakanlah (kepada Fir’aun) adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan) (Q/79:18)

artinya : Dan barang siapa yang mensucikan dirinya , sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali (mu) (Q/35:18).


artinya : Sesungguhna beruntunglah orang yyang membersihkan diri (dengan beriman) (Q/87:14)

d. Proses penyucian jiwa itu bisa melalui usaha , yakni dengan mengeluarkan zakat seperti yang tersebut dalam surat at Taubah :103, dan menjalankan pergaulan hidup secara terhormat seperti yang diisyaratkan dalam surat an Nur :28 dan 30.

artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (hati dari kekikiran dan cinta harta) dan mensucikan mereka (dengan tumbuhnya sifat-sifat terpuji dalam jiwa mereka) (Q/9: 103)


artinya : Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalam rumah (yang bukan rumahmu) itu maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q/24:28)

artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka , sesunguhnya Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan (Q/24:30).

e. Penyucian nafs juga bisa dilakukan dengan proses pendidikan seperti yang dilakukan oleh para Nabi kepada ummatnya. Hal ini ditegaskan Al-Qur-an dalam surat al Baqarah: 129, 151, surat Ali Imran 164 dan surat Jum’ah : 2

artinya : Dia-lah yang mengutus keepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q/62:2)

f. Disamping melalui usaha dan pendidikan, penyucian jiwa juga bisa terjadi karena karunia dan rahmat Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki oleh Nya, seperti yang disebutkan dalam surat an Nur 21 dan surat an Nisa 49.


artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuattan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ( Q/24:21).

g. Perbuatan mensucikan jiwa (tazkiyyat an nafs) merupakan perbuatan terpuji dan dihargai Tuhan seperti yang disebut dalam surat Taha 75-76, Q/91:9, Q/87:14, dan Q/92:18).

artinya : (yaitu) surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan) (Q/20:76).

h. Bahwa perbuatan mengaku jiwanya telah suci itu merupakan hal yang tercela, seperti yang tersurat dalam surat an Najm/53:32, dan Q/4:49)

artinya : maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bnertakwa (Q/53:32)

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, September 10, 2007

Kapan Datangnya Cinta ?
Karena cinta merupakan fitrah isi hati maka perasaan cinta tumbuh bersamaan dengan berfungsinya hati sebagai instrumen psikologis. Ada orang yang cepat dewasa, kebanyakan normal, tetapi ada juga yang lambat. Dalam usia 8-10 tahun, samar-samar perasaan cinta kepada lawan jenis sudah muncul meski selalu dibantah. Pada masa puber pertama, ( 15-17 tahun) perasaan cinta itu selalu muncul dan mencari-cari obyek. Anak usia puber yang belum menemukan lawan jenis sebagai obyek cintanya akan didera rasa gelisah secara terus menerus. Akan tetapi ketika menemukan obyek cintapun bukan berarti hatinya menjadi tenteram, karena cinta pada masa puber bagaikan api yang menyala atau ombak yang selalu menggulung. Cinta puber sangat membara tetapi belum “duduk”, oleh karena itu ia juga mudah putus dan mudah berganti. Ia indah, menggoda, tetapi juga penuh gejolak. Jarang sekali cinta puber yang berakhir dengan pernikahan.

Pasca puber pertama, sekitar usia 21-25, perasaan cinta yang muncul sudah merupakan perasaan yang mapan. Ia muncul bisa oleh pandangan pertama, bisa juga karena pergaulan setiap hari.

Cinta Pandangan Pertama
Cinta pandangan pertama biasanya dipicu oleh bertemunya unsur daya tarik tertentu dan selera tertentu. Daya tarik itu bisa oleh sosok utuh seseorang, bisa juga oleh lirikan maut , bisa oleh senyumannya yang sangat menawan, bisa juga oleh suaranya yang sangat merdu atau perilaku khas dari orang itu yang sangat mengesankan, daya tarik khas mana kemudian bertemu dengan orang yang memiliki selera khas pula. Cinta tidak bisa dianalisa secara ilmiah, karena cinta bukan bagian dari ilmu, tetapi bagian dari rasa. Sebagaimana sulit menerangkan rasa manis gula, demikian juga sulit menguraikan gemuruh cinta. Bagi orang yang sudah merasakan manisnya gula, meski ia tidak sanggup menguraikan secara ilmiah, tetapi manisnya gula sudah menjadi “haqqul yaqin” yang tidak tergoyahkan oleh argumen apapun yang mengatakan bahwa gula tidak manis. Demikian juga orang yang telah merasakan manisnya cinta, ia tak pernah mau mendengar penilaian orang lain yang berdasar analisa.

Cinta pandangan pertama biasanya tulus, murni dan tidak berkonotasi sex. Adapun daya tarik bibir merekah, kening licin, pinggul, belahan dada, betis dan sebagainya bukanlah daya tarik yang memanggil cinta pandangan pertama, tetapi lebih pada daya tarik seksual.

Cinta Karena Biasa
Perasaan cinta juga bisa tumbuh karena berlangsungnya komunikasi yang lama, misalnya cinta yang tumbuh antara dua orang yang kuliah bersama, atau antara teman sekerja, atau teman seperantauan, teman sependeritaan, atau bahkan antara anak majikan dengan pembantu rumah tangganya. Bisa juga terjadi dua orang yang tadinya saling membenci, setelah bergaul lama berubah menjadi saling mencinta. Mengapa ? pergaulan yang lama, terutama pergaulan senasib dan sependeritaan akan memunculkan karakter yang sesungguhnya dari seseorang, apakah orang itu penuh pengertian, atau jujur, atau setia atau sebaliknya. Pengenalan dalam kehidupan keseharian dalam waktu lama akan mengubah pengenalan kognitip menjadi pengenalan afektip sehingga jika seseorang sudah dikenali karakternya sebagai orang yang menawan hati maka kesejukan, keceriaan, ketenangan akan terasa dalam kebersamaan. Sebaliknya perasaan kehilangan dan kesepian akan muncul jika berpisah, dan jika masih harus menunggu, rasa rindu mendera hatinya. Proses sikologis itulah yang mengukir hati mereka berdua dalam keindahan perasaan, dan selanjutnya dalam diri masing-masing terbangun imajinasi masa depan yang penuh harapan. Tumbuhnya cinta karena biasa juga bisa terjadi antar orang yang sering bersurat-suratan, sering telpon-telponan, sering chatting-chattingan, meski antara keduanya belum pernah bertatap muka, karena suara maupun ungkapan kata-kata bisa menembus hati hingga tertanam cinta.

Ilham Cinta
Perasaan cinta juga bisa tumbuh melalui ilham. Yang dimaksud dengan ilham di sini adalah suatu gagasan yang tiba-tiba tertanam kuat di dalam hati. Ilham seperti ini bisa didahului oleh pertemuan, oleh pengenalan ide melalui bacaan, bisa juga oleh mimpi. Seorang gadis tiba-tiba jatuh cinta kepada seorang pemimpin sesaat setelah ia melihat bagaimana pemimpin itu pidato, dan sejak itu sang pemimpin tak pernah bisa hilang dari hatinya, mendominir seluruh cita rasanya, malam menjadi impian, siang menjadi kenangan. Ada juga seorang pembaca buku atau novel, sesungguhnya ia telah lama membaca buku itu, menyukai dan mengagumi tulisannya hingga pada suatu ketika tiba-tiba perasaannya mengkristal menjadi cinta, cinta kepada penulisnya, meski ia belum pernah berjumpa dengannya.

Ilham juga bisa datang dari mimpi. Menurut sebuah tafsir Al Qur’an. Dulu Zulaikha puteri seorang gubernur Yaman akan dinikahkan dengan seorang pangeran, tetapi ia menolak karena ia bermimpi menikah dengan seorang menteri urusan pangan dari kerajaan Fir’aun Mesir. Ia sungguh sangat terpesona oleh sosok menteri Mesir dalam impian itu . Ayahnya menurut dan pergi ke Mesir menemui menteri urusan pangan yang dimaksud, dan memang mendapati sang menteri sedang mencari calon isteri karena isterinya baru meningal dunia. Pucuk dicinta ulam tiba, sang menteri dengan sukacita menyambut impian gadis Yaman yang cantik itu. Zulaikha sangat terkejut ketika dipertemukan dengan calon suaminya itu, karena orangnya berbeda dengan yang ia jumpai dalam mimpi.

Menteri yang dijumpai dalam mimpi ganteng dan masih muda, sementara menteri yang akan menikahinya itu duda tua. Kepalang malu, Zulaikha tidak berani menolak, kemudian dinikahkan dan dibawa ke Mesir sebagai isteri seorang menteri. Syahdan, sudah sekian tahun belum juga dikaruniai putera, nah dalam sebuah perjalanan mereka berdua mendapati seorang anak bernama Yusuf yang dibuang di dalam sumur dan bahkan dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya. Zulaikha usul kepada suaminya agar budak itu dibeli saja, hitung-hitung sebagai anak angkat. Perjalanan hidup selanjutnya, Yusuf tumbuh sebagai remaja cakep dalam asuhan Zulaikha. Birahi Zulaikha terusik oleh sosok Yusuf yang sangat menawan, apalagi suaminya sudah tua.

Rayuan Zulaikha tidak berhasil, tetapi menurut tafsir itu selanjutnya Yusuf dijebloskan ke penjara demi menjaga nama baik martabat ibu menteri. Sekian tahun di penjara akhirnya kebenaran terbuka, Yusuf dinyatakan tidak bersalah dan Zulaikha mengakui bahwa ia memang kepincut sekali dengan Yusuf, anak angkatnya itu. Singkat ceritera, suami Zulaikha sudah meninggal, Raja melihat Yusuf memiliki kecerdasan luar biasa, maka kemudian ia diangkat menjadi menteri menggantikan suami Zulaikha. Lanjut ceritera, karena Yusufpun sesunguhnya mencintai Zulaikha, maka akhirnya keduanya menikah. Setelah Yusuf benar-benar menjadi suaminya, Zulaikha berkata, inilah orang yang aku lihat dalam mimpi saya dulu sewaktu masih gadis. Jadi cinta Zulaikha sudah diilhamkan sejak Yusuf masih anak-anak dan belum dikenalinya.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger