Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, January 28, 2008

8 pengertian Cinta Menurut Qur’an
Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga : (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Alloh SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Alloh SWT, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Alloh SWT daripada perintah yang lain.

Dalam Qur’an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.

3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.

4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.

5. Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).

6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)

7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi

8. Cinta kulfah..yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, January 27, 2008

Cinta Menurut Al Qur’an
Menurut al Qur’an, manusia diciptakan Alloh SWT berpasangan lelaki - perempuan dan kepada mereka dianugerahi perasaan cinta dan kasih sayang, dan sudah menjadi fitrahnya bahwa manusia ingin mencintai dan dicintai. Tercapainya kebutuhan cinta itu, jika ditunaikan secara benar maka hal itu akan membuat manusia merasa tenteram , tenang dan bahagia, sebaliknya cinta tidak mengikuti prosedur akan mengantar pada penderitaan.

Dalam al Qur’an perasaan cinta antar laki perempuan disebut dengan term mawaddah, rahmah, (Q/30:31) syaghafa,(Q/12:30) mail (Q/4:129), dan hubb-mahabbah (Q/12:30). Term yang berbeda-beda itu menunjuk pada rumit, mendalam dan ragamnya cinta. Cinta memang memiliki dimensi yang sangat luas dan mendalam dimana perbedaan karakteristik itu akan membawa implikasi pada perbedaan tingkah laku.

Cinta itu sendiri diungkap dalam bahasa Arab dengan tiga kelompok karakteristik, yaitu (1) apresiatip (ta`dzim), (2) penuh perhatian (ihtimaman) dan (3) cinta (mahabbah). Yang pertama, orang yang dicintai itu menempati kedudukan harimau atau pedang, (yang ditakuti dan dikagumi), yang kedua seperti bencana (yang harus diwaspadai) dan ketiga seperti minuman keras (yang membuat ketagihan).

Tiga kelompok karakteristik itu terkumpul dalam ungkapan mahabbah, orangnya disebut habib, habibah atau mahbub. Secara lebih spesifik, bahasa Arab menyebut dengan enam puluh istilah jenis cinta, seperti `isyqun (dalam bahasa Indonesia menjadi asyik), hilm, gharam (asmara), wajd, syauq, lahf dan sebagainya, tetapi Al Qur’an hanya menyebut enam term saja

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, January 17, 2008

Perjuangan Dalam Hidup
Dalam Alqur’an , perjuangan disebut dengan term jihad .Kata jihad dalam berbagai kata bentukannya disebut sebanyak 41 kali tersebar dalam 19 ayat. Sebagian turun di Makkah dan sebagian di Madinah. Secara lughawi, jihad nengandung arti memerangi musuh, mencurahkan segala kemampuan dan tenaga berupa kata-kata, perbuatan atau segala sesuatu yang disanggupinya. Kata jihad, bisa berarti perjuangan dalam bentuk perang melawan musuh, bisa juga berarti bekerja keras non perang. Dari akar kata jihad inilah kemudian ada kalimat ijtihad, yakni kerja keras secara intelektual, berjuang secara intelektual dan mujahadah an nafs, kerja keras secara ruhaniah , perjuangan spiritual.

Sedangkan dalam hadis Nabi, kata jihad juga digunakan dalam kontek perjuangan spiritual ibadah haji, .Perintah jihad ada yang ditujukan kepada pribadi (mukhatab mufrad) dan kebanyakan ditujukan kepada kelompok (mukhatab jamak).. Perintah jihad juga ada yang disebut obyeknya, tetapi lebih banyak yang tidak menyebut obyeknya. Yang disebut justeru maknanya, yaitu jihad di jalan Allah, fi sabililah. Kaidah penafsiran mengajarkan bahwa jika suatu kata kerja transitip disebutkan dalam suatu ayat tanpa disertai penyebutan obyeknya, maka obyek kata kerja itu bersifat umum. Dengan demikian maka obyek jihad bukan hanya musuh dalam peperangan , tetapi segala hal yang tercakup dalam kalimat fisabilillah.misalnya memberi makan fakir miskin, membebaskan perbudakan (al Balad; 13-16) Dengan demikian maka jihad tidak mesti menggunakan senjata, tetapi bisa juga pena atau lisan. Dalam konteks ini, guru yang dengan kesejahteraan minimal tetapi optimal dalam mencerdaskan generasi bangsa adalah pejuang atau mujahidin, pekerja social yang bergelut mempertaruhkan segala kemampuannya untuk membantu mengangkat martabat masyarakat sesunguhnya adalah juga mujahidin atau pejuang. Ciri pejuang adalah gigih berpegang teguh kepada prinsip yang dianut meski beresiko mati.Nah orang yang tengah berjuang kemudian mati dalam perjuangannya disebut mati syahid (arti syahid = saksi) , maknanya kematian itu menjadi saksi atas kegigihan usahanya, dan itu merupakan taruhan dari kehormatannya. Untuk orang-orang terhormat, kata Nabi hanya ada dua pilihan; `isy kariman aw mut syahidan, hiduplah secara mulia atau mati sebagai syahid.

Read More
posted by : Mubarok institute
Tabiat Manusia
Manusia memiliki kodrat sebagai makhluk budaya (madaniyyun bi atthob`i) dan sebagai mahkluk social (ijtima`iyyun bi atthob`i). Sebagai makhluk budaya manusia memiliki konsep,gagasan dan keyakinan yang dianut, yang kemudian memandu dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia punya konsep tentang keindahan, tentang kehormatan, tentang kebesaran dan tentang kehinaan.. Sebagai makhluk budaya,manusia juga mengenal nilai-nilai teori, nilai ekonomi,nilai agama, nilai seni, nilai kuasa dan nilai solidaritas, dan dominasi nilai-nilai itu akan membentuk orang menjadi ilmuwan, ekonom, rohaniwan, seniman, politikus dan humanis. Bisa juga terjadi ada ilmuwan yang mistis, politisi pejuang, ulama rasionil, aktifis HAM yang korup, seniman yang failasuf, penguasa yang repressip dan sebagainya. Bagi manusia yang memiliki peradaban yang tinggi, ia merasa sangat terhina untuk meraih sukses diatas penderitaan orang lain, atau memperoleh kemenangan dengan kecurangan. Sedangkan orang yang berbudaya rendah, ia berbangga dapat memperdaya orang lain, memperdaya Pemerintah, dan memperdaya orang banyak. Bagi orang yang berperadaban rendah, keberhasilan adalah tujuan utama, sedangkan cara, itu hanya soal teknis,bukan nilai, sementara menurut orang yang berperadaban tinggi, keberhasilan yang bertumpu kepada cara yang tak bernilai adalah sebuah kegagalan.

Manusia sebagai makhluk social memiliki keiinginan bekerjasama dan bersaing sekaligus. Manusia menyadari kelemahannya oleh karena itu ia ingin bekerjasama dengan manusia lainnya untuk mempercepat pencapaian tujuan bersama. Tetapi manusia juga memiliki keunikan, yakni setiap orang adalah dirinya, mempunyai fikiran,perasaan dan kehendak yang khas dirinya berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu ketika sedang bekerjasama ada yang benar-benar tulus bekerjasama untuk tujuan bersama, ada yang unik, yaitu memiliki agenda sendiri, ingin mencapai tujuan sendiri diluar tujuan bersama. Sesama orang yang memiliki agenda sendiri mereka bersaing, terkadang secara fair dan tak jarang tidak fair. Godaan untuk bersaing secara tidak fair menguat terutama dalam persaingan politik dan persaingan bisnis. Banyak orang demi tujuan politikdan tujuan bisnisnya melakukan sesuatu yang justeru merendahkan martabat dirinya sebagai manusia.

Read More
posted by : Mubarok institute
Kesulitan Sebagai bagian Sistem Hidup
Syahdan ketika Adam dan Hawa masih berada di sorga, Tuhan mempersilahkan kepada keduanya untuk menikmati semua fasilitas sorga tanpa harus berjuang lebih dahulu, karena sorga memang bukan medan perjuangan. Dari fasilitas kenikmatan surgawi yang tak terhitung jumlahnya, seperti disebut dalam al Qur’an, hanya satu yang dilarang oleh Tuhan, yaitu tidak boleh memetik buah khuldi, wala taqroba hadzihis syajarota fatakuna min al khosirin, jangan kalian dekati pohon ini, kalian berdua bisa rugi nanti. Rupanya sudah menjadi scenario pembelajaran, bahwa manusia terkadang tidak pandai bersyukur. Sudah diperbolehkan mengambil semua kecuali yang satu ini, eh justeru larangan itulah yang menggodanya. Syetan menggoda Adam dengan menanamkan logika bahwa kunci keabadian itu ada dalam pohon yang terlarang itu . Semua fasilitas surgawi tak bermakna tanpa yang satu itu, rayu syaitan. Adam bersikukuh tak mau menyentuh yang dilarang. Namanya juga syaitan,gagal menggoda Adam, syaitan tak berputus asa, ia mendatangi Hawa isterinya. Rupanya juga sudah menjadi scenario, wanita lebih mudah tergoda untuk mengetahui rahasia dibalik larangan itu, maka Hawa lah yang merajuk merayu Adam supaya dipetikkan buah terlarang itu. Juga sudah menjadi scenario, laki-laki sering tak tahan berpegang kepada prinsip jika mendapat rayuan wanita, maka Adampun melanggar prinsip yang dianut, melanggar apa yang dilarang Tuhan, memetik buah khuldi demi menyenangkan isteri tercinta.

Setelah pelanggaran itu babak baru kehidupan manusia dimulai. Adam dan Hawa terlempar dari surga yang segalanya serba mudah dan nikmat, lalu ditempatkan dimuka bumi sebagai khalifah Tuhan. Kata Tuhan, di bumi segalanya juga telah kusediakan untukmu, tetapi tidak ada yang gratis di sana. Segala kesenangan,kenikmatan bisa kalian peroleh setelah kalian berhasil berjuang menaklukkan kesulitan. Lama Adam dan Hawa harus beradaptasi dengan sunnatulloh kehidupan dibumi. Tapi Adam dan Hawa tidak bisa lari dari system hidup, Adam pun harus menghadapi kenyataan dua anaknya, Qabil dan Habil terlibat konflik hingga berbunuhan. Benarkah hidup di dunia ini tidak enak karena harus menghadapi kesulitan ? Ternyata, seperti yang disebut al Qur.an, bersama kesulitan ada kemudahan, inna ma`a al`usri yusro, dan dibalik kesulitan ada kenikmatan.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, January 10, 2008

Mukmin Adalah Bersaudara
Menurut pandangan hidup muslim, setiap mu’min adalah bersaudara, innama al mu’mu’minuna ikhwah fa aslikhu baina akhowaikum. Secara konsepsional, setiap mu’min memiliki komitmen mengabdi kepada Tuhan; salatnya, ibadahnya hidupnya dan bahkan matinya semata-mata dibadikan untuk Tuhan semata, oleh karena itu kesamaan visi vertikal akan memudahkan mengorganisir visi horizontal. Sesama orang beriman- dalam keimanannya- pasti bersaudara. Kawan dalam bertugas yang paling tepat adalah yang seaspirasi dalam iman.Tetapi jika orang beriman memiliki interest selain Tuhan, maka potensi persaudaraan imaniyah akan mudah retak.

Adapun yang selalu menjadi lawan dalam menjalankan tugas hidup menurut pandangan hidup muslim adalah syaitan. Secara konsepsional syaitan adalah musuh, aduwwun mubin., karena syaitan diciptakan Tuhan memang sebagai unsur penggoda, penguji kualitas manusia. Syaitan bisa berujud makhluk halus (jin) bisa juga berujud manusia, min al jinnati wa an nas. Esensi syaitan adalah ajakan kepada kejahatan. Ia berada dalam aliran darah manusia dimana setiap saat mengintai peluang untuk menyesatkan manusia dengan menggunakan hawa nafsu dan syahwat sebagai kendaraannya . Di dalam kemarahan, kesombongan, keserakahan dan kemaksiatan yang dilakukan orang syaitan selalu mendorongnya.

Menurut hadis Nabi syaitan suka mangkal di pasar dan di perempatan jalan Maknanya pengaruh jahat selalu mengintai setiap ada transaksi dan masa peralihan. Dalam setiap transaksi manusia selalu digoda untuk melakukan kejahatan seperti mengambil keuntungan dengan cara tidak jujur. Demikian juga dalam setiap masa peralihan, peralihan zaman, peralihan jabatan, orang sering digoda untuk mengambil keuntungan dalam kesempitan waktu. Syaitan memiliki wilayah yang sangat luas , menembus sekat-sekat ruang dan waktu. Hanya kekuatan zikir (ingat kepada Tuhan) yang bisa mengusir kehadiran syaitan, oleh karena itu kita dianjurkan untuk selalu membaca bismillah dan ta`awudz; a`udzu billahi min as syaithan ar rajim, artinya; aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, January 08, 2008

Idealisme dan Pragmatisme Dalam Politik
Anggapan bahwa politik itu kotor sesungguhnya subyektip karena hanya didasarkan pada pengalaman subyektip di lapangan, bukan politik sebagai konsep budaya. Manusia itu sendiri adalah makhluk politik, zoon politicon, yang padanya ada tabiat kerjasama dan bersaing sekaligus. Manusia menyadari kelemahannya oleh karena itu ia ingin bekerjasama dengan manusia lainnya untuk mempercepat pencapaian tujuan bersama. Tetapi manusia juga memiliki keunikan, yakni setiap orang adalah dirinya, mempunyai fikiran,perasaan dan kehendak yang khas dirinya berbeda dengan yang lain.

Oleh karena itu ketika sedang bekerjasama ada yang benar-benar tulus bekerjasama untuk tujuan bersama, ada yang unik, yaitu memiliki agenda sendiri, ingin mencapai tujuan sendiri diluar tujuan bersama. Sesama orang yang memiliki agenda sendiri mereka bersaing, terkadang secara fair dan tak jarang tidak fair. Dunia politik adalah medan kerjasama yang penuh dengan persaingan; internal apalagi external. Untuk bisa memenangkan persaingan maka setiap kompetitor pasti menggunakan kecerdasannya, karena tanpa kecerdasan orang pasti kalah dalam bersaing.

Menurut teori psikoanalisa, ekpressi manusia merupakan sinergi dari tiga pilar kepribadian, id, ego dan super ego, dimensi hewani, dimensi akal dan dimensi moral. Politisi yang berkepribadian hewan maka ia bersaing seperti hewan, serakah, tak sabar dan sadis. Politisi yang mengedepankan akal maka berpolitiksecara cerdas, ia bisa bermain cantik dan mampu melakukan rekayasa politik,meski belum tentu bermoral. Sedangkan type politisi yang bermoral, ia hanya bersaing secara fair,berpegang teguh kepada prinsip-prinsip moral, mengacu kepada cita-cita politik yang dituju dan tabah menderita ketika harus melalui tahapan-tahapan yang berat, dan tidak mau melakukan praktek dagang sapi.

Sebagai suatu persaingan, kemenangan politik tidak selalu sejalan dengan karakteristik sang politisi. Amin Rais yang Profesor Doktor dalam bidang ilmu politik ternyata tidak dijamin menang dalam politik, sebaliknya ia malah harus melantik Megawati yang tidak sarjana menjadi Presiden menggantikan Gus Dur. Idealisme politik tidak menjamin kemenangan actual, dan memang idealisme justeru menguat ketika sering berhadapan dengan realita politik yang terlalu pragmatis. Dibutuhkan kearifan, kecerdasan, keuletan dan kesabaran serta keberanian dalam menghadapi realitas politik yang cenderung pragmatis.

Bayangkan, idealisme politik yang diusung oleh para founding father negeri ini untuk membangun negeri yang adil makmur berdasar falsafah Panca Sila, hingga 62 tahun kemerdekaan RI masih harus bergulat melawan pragmatisme politik yang sarat dengan korupsi dan persekongkolan. Dibutuhkan kecerdasan yang lebih cerdas, yang bukan hanya kecerdasan intelektual.

Tiga Jenis Kecerdasan
Semula orang hanya membanggakan kecerdasan intelektual, tetapi sekarang sudah diperkenalkan dua kecerdasan lainnya yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).

1. Kecerdasan Intelektual dapat dilihat dari kemampuan seseorang memandang masalah secara ilmiah, menerangkan masalah secara logis dan menyusun rumusan problem solving berdasarkan teori. Hanya saja orang yang hanya cerdas secara intelektual terkadang tersesat kepada logika yang tidak relevan dengan problem solving itu sendiri. Ia puas dengan analisanya yang masuk akal dan bangga dengan kesetiaannya kepada kaidah keilmuan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang IQ nya sangat tinggi jarang sukses memimpin sebuah institusi, sebaliknya kebanyakkan mereka justru bekerja pada institusi yang dipimpin oleh orang yang justru IQnya sedang-sedang saja.

2. Kecerdasan Emosional ditandai dengan kemampuan seseorang mengendalikan diri dalam menghadapi keadaan yang sulit. Dengan pengendalian diri yang kuat, ia bisa dengan tenang melihat permasalahan dan dengan tenang memperhitungkan dampak dari suatu keputusan atau suatu tindakan. Perhatian orang yang cerdas secara emosi bukan pada kaidah ilmu atau kaidah logika tetapi pada bagaimana problem solving dapat dijalankan, oleh karena itu ia bukan hanya berpikir logis tetapi juga berpikir arif dan bijak. Ia bukan hanya mengenali siapa dirinya, tetapi ia juga bekerja keras mengenali orang lain yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Baginya bukan kemenangan yang menjadi target, tetapi keberhasilan. Banyak orang yang menang diawal tapi gagal di belakang, sebaliknya orang yang cerdas secara emosi tak mengapa mengalah di depan demi untuk kemenangan yang sesungguhnya dibelakang nanti.

3. Kecerdasan Spiritual ditandai dengan kemampuan seseorang memandang masalah secara batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Jika pandangan mata kepala terhalang sekat ruang dan waktu. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual bukan saja bisa melihat hal-hal dibalik ruang tetapi juga bisa berkomunikasi dengan siapa saja di masa lalu dan yang akan bermain di masa depan. Jika ciri utama orang yang memiliki kecerdsan emosional itu mampu berinteraksi secara hamonis dengan keadaan atau problem hari ini, maka cirri orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah memiliki visi jauh ke depan, melampaui zamannya.

Negarawan yang idealis biasanya memiliki ketiga unsur kecerdasan ini, sehingga puluhan atau bahkan ratusan tahun setelah kematiannya, gasan-gagasan politiknya masih relevan, sementara politisi pragmatis, gagasan politiknya sudah terkubur bersama dengan kelengserannya.

Read More
posted by : Mubarok institute
Terorisme dan Politik (3)
Praktek terror sudah lama dikenal di Indonesia. Para pahlawan kita dulu juga dicap sebagai teroris dan ektrimis oleh Belanda, karena mereka melakukan terror kepada penjajah, bukan terror yang mengerikan (horrific terrorism ) tetapi terror yang bernuansa perjuangan dan kepahlawanan (heroic terrorism). Setelah merdeka , bersamaan dengan pencarian system kenegaraan Republik Indonesia, radikalisme tak bisa dihindarkan. Pertama karena adanya perbedaan konsep Negara, misalnya lahir DI/TII (Jawa),Daud Bereuh (Aceh) dan kahar Muzakkar (Sulawesi). Kedua karena tekanan politik (political pressure) yang dilakukan oleh rezim orde Baru. Ketiga karena adanya mainan inteljen seperti KOMJI nya Imran, Keempat pengaruh dinamika global;seperti perang Timur Tengah, Revolusi Iran, Arqam malaysia, perang Afgan dan pendudukan Amerika terhadap Afgan dan Irak. Tetapi yang paling berperan dalam menstigmakan atau membumikan terorisme di Indonesia adalah Sidney Jones.

Sidney Jones ,Direktur Indonesia International Crisis Group yang berpusat di Australia menghabiskan waktu 20 tahun untuk merekam berbagai konflik di Indonesia dalam kapasitasnya sebagai aktifis LSM sekaligus “kaki tangan” Amerika. Laporan berkala Sidney Jones menjadi masukan resmi Kongres Amerika,FBI dan CIA, Banyak hal yang dilaporkan Sidney Jones mengejutkan orang Indonesia, bahkan mengejutkan orang yang namanya disebut dalam laporan itu,karena ia terkesan sangat menguasai hingga ke detail peristiwa radikalisme bahkan sampai ke “celana dalam” pelaku, seperti dalam laporan The Case of The Ngruki Network in Indonesia. .

Tak jelas apakah terorisme di Indonesia itu karya orang Indonesia atau mainan inteljen Barat, apakah terrorist itu pelaku terror atau korban dari permainan politik global. Kiprah Sidney Jones nampak sekali standar gandanya, tetapi yang jelas hasilnya adalah menciptakan image negatip Indonesia dimata international. Pers Indonesia pun larut ke dalam tesis Sidney Jones karena memang tidak ada laporan lain yang bisa menandinginya sehingga wacana terorisme di Indonesia hanya melalui satu corong, yakni corong Sidney Jones. Sementara itu organisasi non profit multinasional yang berpusat di Belgia, International Crisis Group (ICG) yang dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, meski juga ber”warna” Amerika tetapi tidak seberani Sidney Jones dalam menyimpulkan wacana radikalisme di Indonesia.

Sosok Amrozi dan Imam Samudera
Senyum Amrozi ketika menerima vonis hukuman mati sungguh menggemaskan hati keluarga korban bom Bali dan membingungkan psikolog Barat, oleh karena itu Barat hanya menyebutnya sebagai teroris murah senyum. Sementara Imam Samudera justeru menulis buku Aku Seorang Teroris, Hingga hari ini tidak ada keinginan keduanya untuk meminta grasi dan tetap dengan senyum menyongsong hari kematiannya. Senyum politik kah atau senyum ideology ? Sesungguhnya Amrozi dan Imam Samdera hanya sekedar sample dari limbah politik global, limbah dari politik standarganda Amerika.

Amerika, dalam hal ini CIA kurang cermat ketika memutuskan melatih mujahidin di Peshawar untuk memerangi Uni Sovyet di Afganistan. Jika CIA berfikir teknis lawan dari lawan adalah kawan, mujahidin non Afgan yang datang ke Afgan lebih didorong oleh semangat mengusir tentara kafir dari bumi Afgan. Mereka siap mati bukan demi tugas dinas, tetapi karena adanya panggilan jiwa. Di Afgan, Imam Samudera tidak merasa sebagai orang Indonesia tetapi sebagai penduduk bumi yang sedang bekerja membasmi kezaliman tentara kafir. Suasana batin seperti itu dirasakan oleh mujahidin dari seluruh dunia,baik yang sempat berlaga di Afgan maupun yang barus bersiap-siap menuju kesana.

Amrozi termasuk kategori yang terakhir ini karena ia hanya sampai ke Malaisia. Ketika Amerika menunjukkan standargandanya secara telanjang dengan menciptakan image building yang menghubungkan terorisme dengan kelompok Islam ,mujahidin alumnus Peshawar berbalik melawan Amerika yang dulu melatihnya. Jika Bush berkata Now for all nations of the world, there only two choice; join America or join the terorisme,maka veteran mujahidin tak mungkin memilih Amerika. Mereka dipaksa oleh Amerika untuk menjadi lawan. Sikap arogansi Amerika yang hanya memberikan dua pilihan persis sama ketika perang dingin 1950 an, John Foster Dulles berkata; “to all the Asian and African countries that there are only two alternative either they going to join Washington, or they join Moscow.

Jika Bush dalam perang melawan teroris bertekad mengejar mereka dimanapun mereka berada,maka respond alumni Peshawar juga tidak kalah galaknya,yaitu killing Americans Civilian and military any where and any time,membunuh orang Amerika, sipil maupun tentara kapan dan dimanapun. Amrozi dan Imam Samudera tidak sedang memusuhi Indonesia, tetapi sedang terlibat dalam perang global dengan Amerika. Psikologi prajurit dalam perang itu sering kacau. Jika pesawat Amerika yang super canggih di Basrah Irak menembak mobil bak yang membawa tiang listrik karena dikira tank, itu karena suasana psikologis dalam perang. Begitupun Imam Samudera dan Amrozi, dalam kasus bom Bali dia tidak bisa membedakan antara orang Amerika dengan orang Australia. Jadi terorisme global kini lebih sebagai alat politik dan ekonomi serta rekayasa inteljen dibanding sebagai ideology, dan biasanya orang bodoh dan orang yang sempit wawasan yang dapat dijebak untuk menjadi pelaku lapangan terorisme, sementara actor intelektualnya tetap duduk ongkang-ongkang sambil menghitung keuntungan proyeknya.

Read More
posted by : Mubarok institute
Terorisme dan Politik (2)
Praktek terorisme dapat dilihat akar sejarahnya dari tokoh Syi’ah ektrim Hasan bin Sabah dari sekte Hassyasyin (1057M) yang diberi gelar The Old Man of The Mountain in Alamut (dekat laut Kaspia), dan nama Hassyasyin (ada hubungannya dengan penggunaan hasyis-narkoba) kemudian di Barat-kan menjadi Assasination karena kelompok ini selalu membunuh lawan-lawan politiknya secara tiba-tiba. Sedangkan ideologi terorisme modern pada umumnya dinisbahkan kepada Teori Evolusi Darwin struggle for survival between the races dan teori natural selection. Selanjutnya Maximilien Robespierr, tokoh Revolusi Perancis dianggap sebagai peletak dasar terorisme modern, kemudian disusul Vladimir Lenin (Rusia), Yoseph Stalin (Rusia) yang diberi predikat master executive terror (1924), disusul Mao Tse Tung (Cina) yang dalam melakukan teror untuk menjamin kesetiaan rakyat kepada negara menghancurkan institusi keluarga dan agama.
Di Amerika, terorisme bukanlah sesuatu yang asing sejak perang abad ke tujuh belas. Bahkan menurut sejarahnya, Amerika dirumuskan dan dilahirkan dalam kejahatan, “this nation was, as one historian note, “coceived and born in violence”7 oleh karena itu perang Amerika terhadap terorisme sesungguhnya merupakan perang melawan diri sendiri, atau bagian dari kultur teroristiknya.

Internasionalisasi Terorisme
Ada dua hal yang menjadi titik internasionalisasi “terrorisme” dewasa ini yaitu sosok Usamah bin Laden dan Afganistan atau kota Peshawar.

1. Sesungguhnya kasus Usamah bin Laden lebih merupakan limbah politik dalam negeri Saudi Arabia. Usamah sebagai seorang muslim dan nasionalis Saudi bersama dengan 50 orang ulama/cendekiawan Saudi, protes keras terhadap kerajaan atas kehadiran tentara (pangkalan militer) Amerika di bumi kota suci Makkah Madinah. Kerajaan Saudi bukan saja tidak menghormati aspirasi Usamah dan 50 tokoh Saudi lainnya, tetapi lebih suka menunjukkan komitmen kerjasamanya dengan Amerika Serikat. Usamah terusir dari tanah kelahirannya dan akhirnya ia menjadikan seluruh negeri Islam sebagai tanah airnya. Ia pernah di Sudan, kemudian menetap di Afghan, sekarang kemungkinan besar sudah gugur tetapi tetap “dipelihara” kemunculannya guna mengawal “proyek” perang melawan terorisme global.

2. Ketika Uni Sovyet menduduki Afganistan, Amerika sangat berkepentingan untuk mengusirnya. Dalam upaya mengusir tentara Komunis itu Amerika membantu, melatih dan mempersenjatai Mujahidin Afghan. Invasi negara Komunis ke bumi Afghanistan sangat menyentuh panggilan jihad kaum muslimin dari seluruh dunia. Amerika merasa menemukan potensi yang dapat digunakan sebagai kekuatan pengganggu Uni Sovyet, maka Amerika menfasilitasi partisipasi mujahidin non Afghan yang datang dari seluruh penjuru negeri Islam, termasuk dari Indonesia di Peshawar Pakistan.

Peshawar bagaikan Akademi Militer dengan 100 000 mujahidin dari seluruh dunia dibawah asuhan team instruktur CIA dibawah kendali William Cassey, M16 (Inggris), ISI (Pakistan) dan dana dari Saudi Arabia. Nah ketika Uni Sovyet telah berhasil diusir dari bumi Afghanistan, para Mujahidin merasa bahwa merekalah yang mengusir tentara kafir dari Afganistan, tetapi Amerika merasa dialah yang berhasil mengalahkan Uni Sovyet dengan melatih pasukan mujahidin Afgan dan non Afgan. Sepeninggal tentara Uni Sovyet tanpa disadari telah hadir veteran perang (mujahidin) yang jumlahnya sangat besar. Pengalaman keberhasilan Mujahidin mengusir tentara super power Uni Sovyet secara psikologis melahirkan konsep diri positif pada mujahidin, yakni merasa sanggup mengatasi masalah seberat apapun. Oleh karena itu gelombang veteran perang Afghanpun mengalir ke Bosnia bahkan ke Chehnya, Daghestan dan Moro, juga Poso dan Ambon.

Pokoknya dimanapun terjadi penindasan terhadap kaum muslimin, para mujahidin itu siap untuk jihad dan syahid. Ketika para pahlawan perang yang tangguh itu kemudian tidak lagi menemukan medan jihad, maka sebagian besar kembali ke habitatnya sebagai orang biasa, ada petani, pedagang dan guru agama, tetapi ada juga yang mengalami problem psikologis seperti veteran perang Vietnam di Amerika. Hambali, Amrozi , Imam Samudera dan yang lain-lain yang jumlahnya cukup banyak adalah orang desa (lokal) yang masuk pusaran global.

Mereka tinggal di desa kecil, tetapi informasi dunia global selalu diikuti melalui internet, dan seperti Rambo jiwanya mudah terguncang ketika melihat arogansi Amerika yang selalu menggunakan standar ganda. Mereka bukanlah terrorist seperti yang di stigmakan oleh publik opini media Barat, tetapi mereka adalah pejuang ideologis yang sedang membutuhkan tempat berpijak yang tepat. Oleh karena itu memperlakukan kelompok itu secara “gebyah uyah” dengan menggunakan paradigma perang melawan terorisme international seperti yang dikumandangkan oleh presiden Bush, bukan saja tidak efektif, tetapi akan membangkitkan kembali jiwa perang veteran yang sudah tenang di habitat asalnya.

Laporan Badan Penasehat Pentagon, Defence Science Board yang bertajuk Strategic Communication sebagaimana dikutip situs BBC (Kamis 25-11-2004) secara terbuka menyalahkan perang melawan terorisme yang justeru melebarkan jaringan terorisme terhadap Amerika, karena diplomasi publik oleh AS soal demokrasi ke dunia Islam tak lebih sebagai kepura-puraan semata. Tindakan AS terhadap dunia Islam, kata laporan tersebut didorong oleh motif tersembunyi dan secara sengaja dikendalikan demi memenuhi kepentingan nasional AS dengan mengorbankan dunia Islam.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, January 02, 2008

Terorisme dan Politik (1)
Menurut sumber di Dephumkam, Amrozi sebentar lagi akan dieksekusi sebagai terpidana hukuman mati. Amrozi adalah tokoh yang sangat menarik untuk dikaji, pertama karena ia dituduh sebagai teroris kelas dunia pelaku bom Bali yang sangat terkenal itu. Kedua Amrozi justeru tersenyum ketika hakim mengetokkan palu vonis hukuman mati kepadanya. Timbul pertanyaan, terror yang dilakukan oleh Amrozi cs itu perbuatan politik atau perbuatan ideology ? Issue terorisme dewasa ini sebenarnya sudah keluar dari kebenaran substansial, sebaliknya ia hanya menjadi alat propaganda politik dan ekonomi global. Adu argumen tentang terorisme tidak lagi dengan meng¬gunakan paradigma keilmuan, tetapi justeru dengan paradigma politik dan ekonomi.

Definisi Terorisme
Mendefinisikan terorisme menjadi sangat penting untuk membedakan terrorist dengan pejuang kebebasan. Memang hampir mustahil terorisme dapat didefinisikan secara obyektif. Definisi terorisme yang dinisbahkan kepada Osamah bin Laden misalnya, menurut kolumnis Michael Kinsley dalam Washington Post, 5 Oktober 2001 adalah pendefinisian yang kacau. Definisi yang me¬ngandung pengertian “injury to government property” dan “computer trespass” terlalu luas cakupannya. Kinsley selanjut¬nya memberi contoh, Amerika mendukung gerak¬kan gerilya melawan pemerintahan Nicaragua, akan tetapi di El Salvador Amerika melakukan hal yang sebaliknya. Jika terorisme diartikan sebagai perbuatan kejahatan yang mendukung tujuan politik, pertanyaanya adalah bagaima¬na jika yang melakukan justeru Pemerintah dari suatu negara?

Terorisme telah didenifisikan mengacu kepada ke¬pentingan pemberi definisi, sehinga ada definisi terorisme perpespktif penguasa, perspektif inteljen dan perspektif ilmu. Definisi terorisme perspektif penguasa antara lain: “Terrorism is premediated threat or use of violence by subnational groups or cladestine individuals intended to intimidate and coerce governments, to promote political, religius or ideological outcomes, and to inculcate fear among the public at large”

Sedangkan FBI misalnya mendefinisikan sese¬orang menjadi teroris atau tidak bergantung kepada opini publik di Amerika, sebagai berikut: “The unlawful use of force or violence against person or property to intimidate or to coerce a government, the civilian population, or any segment thereof, in furtherance of political or social goals”

Adapun definisi yang lebih netral misalnya apa yang dikatakan oleh Ali A Mazrui dan Raymond Hamden. Menurut Ali A Mazrui, harus dibedakan antara teroris yang me¬ngerikan (horrific terrorism) yang membunuh manusia tak berdosa tanpa pandang bulu dengan bentuk terorisme yang dilakukan oleh para pejuang kemerdeka¬an (heroic terrorism) dalam menghadapi kekuatan pe¬nindas, atau bahkan negara adidaya penindas. “Terrorist” yang terakhir ini me¬ngandung nuansa patriotic dan kepahlawanan.

Sementara itu Raymond Hamden mem¬bedakan typology terorisme, dimana ada yang dilatar¬belakangi oleh pan¬dangan politik, ideologi suatu agama, oleh pertarungan politik melawan pemerintah yang mapan, dan terorisme yang dilakukan oleh orang yang mengidap sakit mental.

Meski mustahil menyatukan definisi terorisme, tetapi pada akhirnya yang diterima oleh banyak orang adalah definisi yang dibuat oleh pemilik kekuasaan yang bisa memaksakan kehendaknya, baik kekuasaan politik, militer, ekonomi maupun teknologi.
Pasti tidak mudah ketika orang harus memahami cara berfikir Amerika yang memandang Arafat sebagai teroris, sementara Israel yang menjajah Palestina, pe¬langgar HAM dan pemilik senjata pemusnah massal dibela habis-habisan oleh Amerika. Terorisme tidak pernah dibahas akar masalahnya, tetapi dilihat dari kepentingan Amerika. Semua yang mengancam ke¬pen¬tingan Amerika di cap sebagai teroris, dan sayangnya PBB tidak cukup kuat untuk menentang hegemoni Amerika. Akar terorisme adalah ketidak adilan.

Dimana¬pun wilayah konflik dimana terjadi ketidakadilan yang menyolok, pasti akan muncul tindakan kekerasan. Palestina, Afganistan, Pilipina Selatan dan Irak sekarang adalah produsen kekerasan. Ditujukan kepada siapa? kepada pihak yang sangat kuat, yang me¬maksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah dengan du¬kungan kekuatan senjata, legalitas formal dan ekonomi.

Ada tiga cirri aktifitas terorisme; (a) menyebarkan rasa takut (b) menghancurkan infrastruktur public dan (c) menimbulkan korban tak berdosa dalam jumlah besar. Jadi sebenarnya ada dua kelompok teroris.

1. Pertama, Teroris kuat, dalam hal ini negara besar (kuat), yang dengan dalih melindungi kepentingan nasionalnya merasa berhak untuk menghancurkan lawan, dimanapun berada. Amerika (di Afgan dan Irak) dan Israel (di Palestin) serta Uni Sovyet (ketika men¬jajah Afganistan) dalam perspektip ini adalah negara teroris, maksudnya, terorisme yang dilakukan oleh negara, lounching by state. Dilihat dari cirri-ciri aktifitas terorisme maka ternyata Amerikalah yang paling banyak menyebarkan rasa takut, meluluh lantakkan infrastruktur public dan membunuh manusia tak berdosa dalam jumlah sangat besar.

2. Kedua, Teroris Terpojok, yakni mereka yang lemah dan kalah dalam percaturan resmi, tetapi tidak mau menyerah. Kelompok ini merasa berhak untuk mem¬bela diri, dan melakukan gerilya sesuai dengan kemampuan minimal yang mereka miliki.
Jadi peperangan teror dan anti teror dewasa ini se¬benar¬nya merupakan peperangan antara dua teroris, pertama teroris yang berusaha mempertahankan dominasi kekuasaanya (terutama ekonomi) di dunia, dan kedua, teroris yang dalam posisi terpojok dan dengan segala keterbatasan yang dimilikinya merasa harus mempertahan¬kan eksistensinya dengan segala cara.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger