Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, March 26, 2008

Mengaji
Dalam bahasa Indonesia sehari-hari ada perbedaan nuansa makna antara kata pengajian dengan kata pengkajian. Istilah pengajian digunakan untuk menyebut kegiatan belajar agama oleh masyarakat yang dilakuan secara tradisional, atau sistem belajar di pesantren, dimana sistemnya sangat longgar dan kurang akademik. Sedangkan pengkajian atau kajian digunakan untuk menyebut kegiatan studi secara akademik dan bersistem, biasanya dilakukan oleh masyarakat terpelajar. Jika orang disebut sebagai guru ngaji, maka persepsinya tradisional dan citranya kurang terpelajar, tetapi jika disebut sebagai orang yang sedang mengkaji suatu masalah maka persepsinya adalah orang terpelajar.

Sistem belajar mengaji seperti yang diajarkan oleh kitab Ta‘lim al Muta‘allim mengandung suasana psikologis guru sangat dihormati, dan murid siap mendengar dengan hati. Dalam pengajian hampir tidak ada murid berani mendebat pandangan guru. Mengaji lebih mengharap berkah ilmu dan berkah guru dibanding mengasah kecerdasan intelektuil. Adapun program kajian biasanya sarat dengan adu argumen dan dilakukan oleh orang-orang yang tingkat akademiknya hampir sama.

Dewasa ini sudah terjadi pendekatan antara dua istilah itu, artinya banyak kelompok pengajian yang melakukan kajian Islam, dan banyak juga masyarakat terpelajar yang ikut ngaji agama. Secara berseloroh ada yang mengatakan bahwa mengaji tidak menambah pintar tetapi menambah ketenangan hati, sementara kajian memang menambah orang menjadi lebih pintar tetapi hatinya juga bertambah gelisah. Tulisan di buku merupakan materi kajian yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam Universitas Nasional Jakarta yang diikuti oleh Rektor, Purek, dekan, Pudek dan dosen-dosen Unas. Meski program ini disebut kajian, tetapi disampaikan oleh orang (penulis buku ini) yang pendidikannya mengaji.

Al Qur’an banyak sekali mengingatkan akan pentingnya menggunakan akal, afala ta‘qilun, afala tatafakkarun, awala yatadabbarun. Disebutkan pula bahwa agama adalah akal, dan diperuntukkan bagi orang yang berakal, addinu huwa al‘aqlu, la dina liman la ‘aqla lahu. Tetapi wilayah agama sangatlah luas sehingga seringkali akal biasa tidak menjangkau, atau dengan kata lain banyak sekali perilaku keagamaan orang yang tidak masuk akal. Nah salah satu pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah pendekatan spiritual atau sufistik.

Read More
posted by : Mubarok institute
Insan Kamil
Pengetahuan merupakaan nilai lebih bagi setiap orang, tetapi pengetahuan yang belum memperibadi hanya sekedar bernilai pelengkap. Baru setelah pengetahuan itu membentuk keperibadian, integritas seseorang menjadi tinggi. Kepribadian seorang muslim berkaitan erat dengan pandangaan hidup yang dianutnya. Pandangan hidup muslim meliputi :Tujuan Hidup, Fungsi, Tugas, Teladan, Lawan dan Kawan hidup. Keperibadian seorang muslim juga berhubungan dengan tingkat hubungannya dengan Tuhannya, oleh karena itu upaya membentuk keperibadian antara lain dengan cara selalu berusaha mendekatkan diri kepadaNya.

Manusia adalah ciptaan dari Tuhan . Ada dua teori yang menrangkan bagaimana proses penciptaan makhluk manusia, yaitu teori al faidh (limpahan) dan teori isyraqi (pancaran). Menurut teori pertama, manusia adalah limpahan dari rahmat Allah, oleh karena itu di dalam diri manusia terdapat rasa kerinduan untuk “berpulang” ke rahmatullah. Sedangkan menurut teoru kedua, manusia adalan pancaran dari cahaya (nur) Allah, oleh karena itu di dalam diri manusia ada kekuatan cahaya (nur) kebenaran yang tidak bisa berdusta, disebut nurani. Sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Sempurna, manusia adalah “tajalli” (perwujudan) dari kebesaran Allah, oleh karena itu jika Allah memiliki sifat Maha Suci, maka di dalam diri manusia ada bakat-bakat kesucian. Jika Allah Maha Pengasih Penyayang, maka di dalam diri mansuia ada rasa kasih sayang, jika Allah Maha Besar, maka pada diri manusia juga terkadang muncul sifat merasa besar (takabbur). Pokoknya semua sifat-sifat Allah (yang Maha sempurna) menampakkan jejaknya secara tidak sempurna pada manusia yang diciptakannya.

Sebagaimana panas matahari selalu berusaha kembali ke panas asalnya di atas, maka manusia pun secara sadar atau tidak sadar sering merindukan untuk kembali mendekat ke cahaya asalnya, disebut taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah.

Untuk mendekatkan diri kepada Allah seorang salik harus menempuh perjalanan panjang mendaki, dan karena panjangnya maka dalam perjalanan itu ada stasion-stasion (maqamat). Stasion pertama yang harus dilewati adalah taubat. Meski demikian dalam perjalanan selanjutnya, pada setiap stasiun berikutnya, sertifikat taubat atau karcis perjalanan harus tetap dalam keadaan berlaku. Stasiun-stasiun setelah stasiun taubat adalah zuhud, wara`, sabar, tawakkal dan baru ridla. Jika seorang salik menempuh perjalanan dengan benar maka ia memperoleh keadaan mental (hal/ahwal) seperti perasaan takut tetapi rindu (khauf dan raja) kepada Allah. Pada dataran stasiunr ridla ada dua staisun lain yang berhubungan ialah stasiun cinta (mahabbah) dan ma`rifat.

Sampai dengan tawakkal, seorang salik belum dapat disebut sebagai sufi, tetapi baru disebut calon sufi atau orang yang menempuh jalan sufi (mutasawwif). Baru setelah seseorang mencapai tingkat ma`rifat dan atau mahabbah (cinta) ia dapat disebut sebagai sufi. Setelah itu dimungkinkan seorang sufi mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu ittihad, atau bersatu dengan Allah, manunggaling kawula lan Gusti, wahdah al wujud atau wahdah as Syuhud, atau hulul. Ketika itulah baru seorang sufi mencapai apa yang disebut dengan insan kamil.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, March 19, 2008

Kiat: Ketika Masuk Kamar Tidur
Di antara sifat basyariah manusia adalah haus jika tubuh sudah membutuhkan air, lapar jika tubuh sudah membutuhkan makanan dan lelah serta ngantuk jika tubuh sudah membutuhkan istirahat. Lingkaran hidup harian manusia sebagai basyar adalah bangun tidur, makan, minum, bergerak, istirahat dan kembali tidur. Tidur bagi manusia merupakan subsistem dari sistem hidupnya, psikis maupun psikologis. Pada umumnya manusia, tidur bagaikan mati dimana fungsi-fungsi jiwanya tidak bekerja, tetapi pada sebagian orang tidur merupakan saat dimana aktifitas spirituil justeru meningkat, sehingga ketika bangun tidur bukan hanya tubuhnya yang segar tetapi juga jiwanya. Orang-orang saleh sering menerima ilham (ruya al haqq) justeru ketika sedang tidur.

Diantara adab tidur menurut ajaran Islam adalah sebagai berikut:

1.Tidur cepat. Menurut Aisyah r.a, Rasulullah selalu berangkat tidur di awal malam. (muttafaq `alaih)

2.Tidur dalam keadaan berwudlu`. Rasulullah bersabda: Apabila engkau mau tidur, berwudlu`lah seperti engkau berwudlu` untuk salat. (muttafaq `alaih)

3.Berbaring diatas lambung kanan dengan berbantal tangan kanan seperti yang dicontohkan Rasulullah, kemudian boleh beralih di atas lambung kiri dan berbantalkan tangan kiri.

4.Tidak mengambil posisi tidur yang mengganggu kesehatan, misalnya terlalu lama tidur tengkurap.

5.Sebelum tidur membaca ayat Kursiy dan akhir surat al Baqarah, surat al Ikhlas, al Falaq dan an Nas, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah.

6.Berdoa ketika berbaring dengan doa Rasulullah:
Bismika Allahumma ahya wa amutu
Artinya: Dengan nama Mu ya Allah aku hidup dan aku mati.

7.Apabila mendapat mimpi buruk di malam hari, atau terkejut, atau merasa takut, disunatkan membaca doa:A`udzu bi kalimatillahi at tammati min ghadlabihi wa `iqabihi wa syarri `ibadihi min hamazatis syaitani an yahdurun
Artinya: Aku berlindung dengan kalimat Allah (Al Qur`an) yang sempurna dari murka Nya, dan dari siksa Nya, dari kejahatan hamba-hamba Nya dan dari segala gangguan syaitan yang mendatangiku. (HR. Abu Daud)

8.Memeriksa tempat tidur menjelang tidur. Rasulullah bersabda:
Apabila salah seorang diantaramu hendak menempati tempat tidurnya, hendaklah ia mengambil kainnya, memeriksa alas tidurnya, dan bacalah basmalah karena ia tidak mengetahui apa yang ditinggalkan di tempat tidurnya setelah ia pergi.

9.Mengevaluasi diri apa yang telah dilakukan selama ini, baik perbuatan maupun perkataan untuk kemudian segera bertobat, mohon ampun atas segala kesalahannya pada saat itu juga.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, March 18, 2008

Kiat Sabar
Sepanjang kehidupan manusia, problem silih berganti datang, karena makna kehidupan itu sendiri adalah bagaimana menghadapi problem. Secara teologis, problem kehidupan adalah tantangan yang akan mengklasifikasi mana orang-orang baik dan mana orang jahat, mana orang yang tahan uji dan mana orang yang lemah. Secara teori, orang mukmin akan selalu beruntung, karena ia bersyukur ketika memperoleh keberuntungan dan bersabar ketika menghadapi kesulitan. Sebaliknya orang tak beriman selalu tak beruntung, ketika memperoleh keberuntungan ia lupa diri dan ketika menghadapi kesulitan berat ia lupa ingatan. Sabar ialah tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi cobaan dan rintangan, dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka mencapai tujuan.

Untuk dapat bersabar, agama Islam mengajarkan adab sebagai berikut:

1. Tahan ketika menghadapi hantaman pertama. Rasulullah pernah bersabda:
Innamassabru indassad matil uulaa
Artinya: Sabar yang sesungguhnya ialah ketika menghadapi hantaman pertama.

2.Ketika ditimpa musibah, segera mengingat Allah dan mohon ampunannya.
Firman Allah: Artinya: (Orang-orang yang sabar ialah) mereka yang ketika ditimpa musibah, berkata; sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Nya. (al Baqarah: 156)

3. Tidak menampakkan musibahnya kepada orang lain, seperti yang dicontohkan oleh istri Abu Talkhah (Ummu Sulaim) ketika ditinggal mati anaknya. (dikisahkan dalam hadis Riwayat Muslim)

4. Sabar menghadapi semua cobaan dengan ikhlas kepada Allah. Allah berfirman dalam hadis Qudsy: Hambaku yang mukmin, yang bersabar dengan pasrah kepadaKu ketika kekasihnya Aku panggil kembali (mati), kepadanya tak ada balasan yang layak dari Ku selain sorga. (HR. Bukhari)

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, March 17, 2008

Teologi Masyarakat
Dalam konteks ajaran Islam, indifidu tak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menusia itu sendiri diciptakan Tuhan terdiri dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal (dan saling memberi manfaat), lita`arafu (Q/49:13). Disamping adanya perlindungan terhadap individu, juga ada perlindungan terhadap masyarakat. Meski individu memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan orang lain, sehingga Islam menghendaki adanya keseimbangan yang proporsional antara hak individu dan hak masyarakat, antara kewajiban individu dan kewajiban masyarakat, juga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Dari Maqasid as Syari`ah (filsafat Hukum Islam) yang menyebut al kulliyyat al khamsah misalnya, mengambarkan konsep masyarakat dimana setiap individu harus dijamin hak-haknya dimana Pemerintah atau ulil amri sebagai wakil masyarakat yang tertinggi berkewajiban melindungi jiwa (khifdz an nafs) , hak kepemilikan harta (khifdz al mal), hak akal (khifsz al `aql atau hak intelektual), agama (khifdz ad din atau hak berkeyakinan) dan hak memelihara kesucian keturunan (khifdz an nasl).

Menurut al Qur’an, meski masyarakat itu merupakan kerjasama horizontal antar manusia, tetapi ia merupakan bagian dari hubungan vertikal dengan Tuhan. Oleh karena itu di dalam ber musyarakah (bermasyarakat) juga ada dimensi teologis, misalnya; salat menjadi tidak relevan jika melupakan komitmen sosial. Neraka wail disediakan bagi orang yang salat tetapi acuh terhadap komitmen sosial, dan orang seperti itu oleh al Qur’an dipandang sebagai orang yang mendustakan agama , araitalladzi yukazzibu biddin (Q/107). Demikian juga dalam hal tertib sosial, ketaatan kepada otoritas pemerintah disejajarkan dengan ketaatan kepada kepada Tuhan dan Rasul, athi`ullah wa athi`ur rasul wa uli al amri minkum (Q/4:59) . Dari hadis Nabi juga dapat diketahui bahwa rahmat Allah itu harus dipancing dengan komitmen sosial; irhamu man fi al ardhi yarhamukum man fi as sama’. Kontrak sosial dalam pernikahan juga bersifat vertikal dan horizontal, istahlaltum furujahunna bi kalimatillah wa akhaztumuhunna bi amanatillah. Menurut al Qur’an, Allah selalu hadir dalam kehidupan masyarakat (mengawasi); inna rabbaka labi al mirshad (Q/89:14)

Read More
posted by : Mubarok institute
6 Infrasuktur Dalam Masyarakat
Masyarakat terbentuk sebagai wujud ketergantungan individu terhadap orang lain, karena manusia memang makhluk sosial. Manusia akan menjadi apa dan siapa tergantung dengan siapa ia bermusyarakat. Manusia di satu sisi memiliki tabiat kooperatip, tabiat bekerjasama dengan yang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Di sisi lain manusia juga memiliki tabiat kompetitip, bersaing dengan yang lain dalam mencapai apa yang dibutuhkan. Tetapi manusia sebagai hayawanun nathiqun (hewan yang berfikir) terkadang lebih dominan hewannya dibanding berfikirnya. Sebuah Hadis Rasul bahkan menyebut tiga klassifikasi manusia, yaitu (1) shinfun hayawanun; yakni manusia dengan tabiat binatang, (2) shinfun ajsamuhum bani Adam wa arwahuhum arwah as syayathin (manusia dengan tabiat syaitan) dan (3) shinfun fi dzillillah (manusia pilihan). Oleh karena itu dalam bermasyarakat, terutama ketika sedang berkompetisi ekpressi manusia bermacam-macam, ada yang lebih menonjol kebinatangannya, ada yang lebih menonjol kesyaitanannya, dan sedikit yang mencerminkan manusia pilihan. Dalam hal manusia bertabiat hewan, ada yang seperti anjing (dengki), serigala (predator/buas), ular (licik) , ayam jago (free sex), dan lalat (yang bersih dan yang kotor diembat semua).

Al Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki al Qur’an adalah masyarakat yang adil , berdasarkan etika dan dapat bertahan di muka bumi, dan model masyarakat seperti itu hanya mungkin terwujud jika memiliki ideologi. Manusia memiliki kebutuhan fitri untuk mempertahankan hidupnya, oleh karena itu manusia terdorong untuk memiliki jaminan ekonomi dan jaminan rasa aman. Semua tatanan masyarakat sebenarnya dimaksud untuk memperoleh dua hal tersebut. Oleh karena itu tuntunan Al Qur’an dalam membangun masyarakat juga mengedepankan infratruktur kesejahteraan sosial bagi terwujudnya dua jaminan tersebut. Butir-butir al Qur’an tentang infrastruktur kesejahteraan sosial antara lain :

1. Kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang kaya saja, kaila yakun dulatan baina al aghniya (Q/59:7), di dalam harta si kaya ada hak orang miskin, wafi amwalihim haqqun lissa’ili wa al mahrum (Q/70:24-25), zakat diratakan kepada kelompok yang membutuhkan (8 asnaf), harta kekayaan dipandang sebagai karunia Tuhan (fadhlullah (Q/62:10) dan modal kebaikan universal , faman tathawwa`a khairan fahuwa khairun lahu (q/2:184), berlomba-lomba menumpuk kekayaan dicela, alhakum attakatsur (Q/102), alladzi jama`a malan wa `addadahu (Q/104) , riba juga dilarang (Q/30:39)

2. Keadilan harus ditegakkan, kunu qawwamuna bi al qisth (Q/4:135), kesaksian juga harus diberikan secara jujur, meski merugikan diri sendiri, kepada musuhpun harus bersikap adil, wala yajrimannakum syana’anu qaumin an ta`dilu (Q/5:8).

3. Untuk melanggengkan ikatan masyarakat, harus ada kepemimpinan kolektip, wa amruhum syura bainahum (Q/42:38), tetapi juga harus ada otoritas negara sebagai wakil masyarakat yang tertinggi, disebut ulil amri, dimana ia berwenang menegakkan hukum di tengah masyarakat, menengahi konflik sosial, dan mengamankan distribusi bagi kesejahteraan sosial.

4. Dalam hidup kemasyarakatan, unit kekeluargaan diperkukuh, ketaatan kepada orang tua sangat ditekankan , wa bil walidaini ihsana, wa dzil al qurba wa al yatama wa al masakin (Q/2:83) dan solidaritas sosial mukmin ditekankan, (Q/4:36).

5. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat, di buka pintu amar ma`ruf nahi munkar sebagai sistem kontrol sosial (Q/3:104)

6. Persekongkolan jahat sangat dicela, pemberontakan destruktip (bughat) kepada negara tidak dibolehkan, tetapi kritis kepada perilaku yang salah sangat dianjurkan.Nabi Nuh misalnya adalah pemberontak terhadap tatanan masyarakat yang menyimpang, fasad fi al ardh..

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, March 12, 2008

Psycho-Terorisme
posted by : Mubarok institute

Monday, March 10, 2008

Makna Kehadiran Manusia
Agama mengajarkan bahwa tidak ada satupun ciptaan Tuhan yang tidak fungsionil, semuanya ada makna keberadaannya sehingga diciptakan. Perbedaan antara manusia yang satu dengan yang lain dimaksud agar mereka saling mengenal dan saling memberi manfaat (lita`arafu), dan perbedaan kondisi serta perbedaan peluang dimaksud untuk menguji manusia, siapa yang paling baik perbuatannya (liyabluwakum ayyukum ahsanu `amala, liyabluwakum fi ma atakum), dan manusia yang paling terhormat di depan Tuhan adalah manusia yang paling bertakwa (atqakum).


Hidup saling menindas pastilah tidak indah. Demikian juga persaingan secara tidak fair juga tidak menimbulkan keindahan. Keindahan dalam hidup adalah manakala manusia berpegang teguh kepada nilai luhur dalam hidupnya. Manusia boleh bekerjasama, boleh bersaing, dan sesekali boleh berperang membela hak-haknya. Jika dalam hidupnya yang dinamis, masyarakat manusia tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai akhlak, maka peperangan sekalipun akan melahirkan pelajaran dan hikmah yang tak ternilai harganya.

Akhlak bukanlah perilaku, tetapi keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah dan spontan tanpa berfikir untung rugi. Orang yang berakhlak mulia pastilah mulia pula perbuatannya, tetapi tidak semua perbuatan baik dikerjakan oleh orang yang berakhlak baik. Penipu terkadang melakukan perbuatan baik, ramah dan menolong orang sebagai bagian dari rencana penipuannya.

Agama mengajarkan kepada manusia untuk bergaul secara indah dengan yang lain, vertikal dan horizontal. Kepada Tuhan, manusia diajarkan untuk tahu diri sebagai makhluk ciptaan Nya, oleh karena itu akhlak manusia kepada Tuhan antara lain berterima kasih (syukur), berpasrah diri (tawakkal) dan siap melaksanakan tugas (ibadah). Kepada sesama manusia diajarkan untuk saling mengapresiasi, yang muda hormat kepada yang tua, dan yang tua menyayangi yang muda. Kepada alam, manusia dianjurkan untuk mengelola dan memanfaatkan secara wajar, tidak mengekpoitir dan merusaknya. Kepada diri sendiri manusia diajarkan untuk sabar dan jujur.

Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa. Ada orang yang lebih kuat berfikir tetapi perasaannya tidak peka, ada yang sangat perasa tetapi tidak cerdas. Yang paling baik adalah adanya keseimbangan antara berfikir dan merasa.Ada saatnya memang, orang harus lebih banyak mengedepankan fikirannya seraya menekan perasaanya, dan ada saatnya orang harus mengedepankan perasaannya seraya menomorduakan fikirannya.

Dalam perspektip agama (Islam), orang yang pola hidupnya selalu menggunakan cara berfikir, maka ia lebih condong kepada fiqh, kepada hukum, sah tidak sah, batal, suci atau najis, halal-haram dengan mencari dalil Al Qur’an, hadis maupun nalar.


Sedangkan orang yang pola hidupnya lebih menggunakan perasaan, maka ia lebih condong kepada akhlak tasauf, yang dihitung selalu ukuran baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, ikhlas atau tidak ikhlas.

Ajaran Islam adalah sebuah sistem, oleh karena itu fiqh terkait dengan akhlak, akhlak terkait dengan akidah dan sebaliknya. Orang yang fanatik fiqh dengan mengabaikan akhlak dapat terjerumus kepada sifat munafik, sebaliknya orang yang fanatik tasauf (akhlak) dengan mengabaikan fiqh maka ia dapat terjerumus ke arah zindiq atau kafir.

Imam Gazali menulis buku Ihya `Ulumuddin dimana beliau sebenarnya menggabungkan dua kutub itu, yakni fiqh yang bertasauf atau tasauf yang tetap berfiqh.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, March 05, 2008

Tasauf pada masyarakat modern
Pada abad 19 ketika dunia Islam diserbu oleh ide-ide Barat sekuler, seperti Gerakan rasional dan gerakan anti mistik, tasauf pernah dituding sebagai biangkeladi kemunduran Islam dan dikutuk oleh beberapa kalangan modernis ketika itu. Imam Gazali dan Ihya `Ulumuddin nya cukup lama “dihujat” sebagai biangkeladi kemunduran Islam. Jatuhnya kekuasaan politik dunia Islam ke penjajahan Barat sering kesalahannya dialamatkan kepada tasauf oleh orang Islam yang kebarat-baratan, dan bahkan mereka berteori bahwa kajian tasauf itu sengaja direkayasa oleh pihak kolonialis Barat untuk melemahkaan Islam dari dalam. Para Orientalist sangat berperan dalam menanamkan kesan dangkalnya nilai kerohanian dan metafisik ajaran-ajaran Islam kepada kaum terpelajar muslim yang menimba ilmu di Barat, yang karena faktor bahasa, yakni mereka tidak mampu memahami literatur berbahasa Arab, menjadi sangat tergantung kepada karya para orientalist tersebut. Menurut Sayyid Husain Nashr, pada akhir Perang Dunia II dapat dijumpai dua kelompok mahasiswa di Universitas di negeri kaum muslimin yang mengalami modernisasi sekuler, pertama yang anti Islam dan yang kedua muslim tapi tidak respek kepada syari’ah Islam, dan keduanya menentang tasauf.

Akan tetapi hal-hal berikut ini ; (a) desintegrasi nilai-nilai kebudayaan Barat serta kekecewaan yang dirasakan akibat modernisasi, (b) ancaman malapetaka yang dibawa oleh peradaban Barat, dan firasat makin dekatnya ancaman itu dan © bukti adanya ketidak jujuran intelektuil Barat terhadap Islam menyatukan dua kelompok itu, dan kini mereka justeru nampak haus terhadap tasauf, atau sekurang-kurangnya sudah ada sikap baru yang lebih positip terhadap tasauf.

Memang peradaban Barat yang telah mencapai puncaknya, di sisi lain juga mencapai semacam titik jenuh dengan sekularisasi yang melampaui batas dan kebebasan yang negatip, suatu proses yang tak lain merupakan penjauhan benda-benda dari makna spiritualnya. Dari kejenuhan itu akhirnya masyarakat Barat menerima kehadiran dukun-dukun kebatinan dan ahli yoga yang datang ke Barat secara berduyun-duyun membentuk organisasi. Manusia kini secara naluriah merasakan pentingnya meditasi dan kontemplasi, namun sayang hanya sedikit agama yang secara disiplin menjalankan syari’atnya yang otentik sebagai satu-satunya jalan yang mendatangkan kegembiraan dan ketenangan, yaitu melalui perenungan yang dalam tentang keabadian surgawi. Karena mereka tidak menemukan jalan yang meyakinkan akhirnya mereka lari kepada obat-obat bius, atau pusat-pusat realisasi diri atau guru-guru kerohanian palsu dari Timur, satu hal yang menurut S.H. Nashr merupakan bentuk pembalasan dendam luarbiasa terhadap Barat atas semua yang dilakukannya terhadap tradisi-tradisi Timur pada masa penjajahan.

Disinilah kehadiran tasauf benar-benar merupakan solusi yang tepat bagi manusia modern, karena tasauf Islam memiliki semua unsur yang dibutuhkan oleh manusia, semua yang diperlukan bagi realisasi kerohaniaan yang luhur, bersistem dan tetap berada dalam koridor syari’ah. Betapapun paket zikir , wirid, sayr dan suluk dalam tarekat lebih bisa “difahami” oleh orang terpelajar dibanding paket meditasi Budhis atau Kong Hoe Chu. Penulis dua kali mengikuti pertemuan international tarekat, pertama Sarasehan Guru Tarekat se Dunia (Multaqa at Tasauf al Islami al `Alamy) pada tahun 1995 di Tripoli Libia, yang kedua 2nd International Islamic Unity Conference yang diselenggarakan oleh masyikhah Tarekat Naqsyabandiyah Amerika pada tahun 1998 di Washington. Dari dua pertemuaan tersebut , tercermin kebutuhan manusia modern kepada tasauf. Di Washington misalnya session Purification of the Self (Tazkiyyat an Nafs) paling banyak diminati pengunjung, dan bahkan tidak terbatas hanya kalangan kaum muslimin. Di dunia buku, penerbitan buku-buku sufisme juga sangat pesat. Di Tasmania Australia misalnya bahkan ada toko buku khusus menjual buku-buku tasauf (Sufi Books Store).

Relevansi tasauf dengan problem manusia modern adalah karena tasauf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus. Ia bisa difahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui pendekatan tasauf suluky, dan bisa memuaskan dahaga intelektuil melalui pendekatan tasauf falsafy. Ia bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan di tempat manapun. Secara fisik mereka menghadap satu arah, yatiu Ka’bah, dan secara rohaniah mereka berlomba lomba menempuh jalan (tarekat) melewati ahwal dan maqam menuju kepada Tuhan yang Satu, Allah SWT.

Tasauf adalah kebudayaan Islam, oleh karena itu budaya setempat juga mewarnai corak tasauf sehingga dikenal banyak aliran dan tarekat. Telah disebut di muka bahwa bertasauf artinya mematikan nafsu dirinya untuk menjadi Diri yang sebenarnya. Jadi dalam kajian tasauf, nafs difahami sebagai nafsu, yakni tempat pada diri seseorang dimana sifat-sifat tercela berkumpul, al ashlu al jami` li as sifat al mazmumah min al insan. Nafs juga dibahas dalam kajian Psikologi dan juga filsafat. Dalam upaya memelihara agar tidak keluar dari koridor Al-Qur’an maka baik tasauf maupun Psikologi (Islam) perlu selalu menggali konsep nafs (dan manusia) menurut Al-Qur’an dan hadis.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, March 03, 2008

Konsep Diri Kebangsaan
Konsep adalah lambang dan symbol yang ada dalam fikiran. Berfikir adalah bekerja dengan menggunakan lambang dan symbol sehingga tidak perlu menghadirkan benda-benda itu ke ruang dimana orang sedang berfikir. Dalam fikirannya, orang dapat menghadirkan begitu banyak benda dan hal, menembus ruang dan waktu. Tetapi tetap saja ada orang yang mampu berfikir besardisamping ada orang yang pemikirannya sangat terbatas. Dengan berfikir orang bisa menjawab pertanyaan, mengambil keputusan, dan membuat kreasi baru.

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang terhadap diri sendiri. Konsep diri bisa bersifat physic, psikis dan social. Seorang gadis yang merasa dirinya cantik, dengan percaya diri memasuki ruang pesta, tetapi seorang mahasiswi yang malas belajar meski cantik, ia merasa tidak percaya diri ketika memasuki ruang ujian. Seorang anak gubernur merasa tenang-tenang saja ketika disetop polisi karena melanggar rambu-rambu lalu lntas, tetapi seorang tukang ojek buru-buru minta damai sebelum ditanya oleh polisi yang menyetopnya. Orang yang merasa mampu mengatasi masalah, pada akhirnya ia bisa mengatasi masalah yang dihadapi, sedangkan orang yang merasa bodoh, pada akhirnya ia menjadi bodoh beneran.

Konsep diri terbangun karena dipengaruhi dua hal.
Pertama karena dipengaruhi orang lain, misalnya sering dipuji sebagai orang pintar dan memperoleh banyak sertifikat kepintaran maka tumbuhlah rasa percaya diri dan akhirnya pintar beneran. Sebaliknya jika sering di bodoh-bodohin dan dipermalukan di depan umum, maka akhirnya ia bisa menjadi bodoh beneran dan minder.
Kedua karena dipengaruhi oleh kelompok rujukan. Contohnya, Dulu saya merasa tidak percaya diri mengetengahkan gagasan psikologi Islam, karena banyak teman-teman psikolog Barat menganggap tidak ada psikologi Islam, sementara saya tidak memiliki latar belakang studi psikologi. Ketika itu saya maksimal hanya bisa menyampaikan gagasan Psikologi Islami, bukan Psikologi Islam. Tetapi setelah saya dikukuhkan sebagai Guru Besar Psikologi Islam dan memperoleh apresiasi dari Presiden The International Association of Moslem Psychologist, Prof Malik Badri, bahwa saya adalah Profesor pertama di dunia dalam bidang Psikologi Islam, maka tumbuh rasa percaya diri untuk mengeluarkan gagasan Psikologi islam, dan bahkan berniat mempromosikan Psikologi Islam untuk menjadi Mazhab Ke lima setelah mazhab-mazhab Psikoanalisa, Behaviorisme, Kognitip dan Psikologi Humanism


Konsep Diri dan Etika

Barang siapa mengenali siapa dirinya maka ia akan mengenali siapa Tuhannya, demikian kata orang bijak. Orang yang mengenali anatomi dirinya, fisik dan psikologinya, ia akan menyimpulkan bahwa betapapun manusia dipandang hebat, tetapi tetap saja ia memiliki banyak keterbatasan. Ia juga akan menyadari bahwa kehebatan manusia tidak terjadi dengan sendirinya, tapi pasti ada konsep yang dirancang oleh Dia Yang Maha Hebat. . Manusia dengan segala kerumitannya merupakan perwujudan (tajalli) dari kebesaran Sang Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Sempurna.

Oleh karena itu orang yang mengenali dirinya, ia akan tunduk dan patuh kepada Tuhan, merasa sejajar dengan manusia yang lain, menghormati yang lebih tua dan meyayangi yang lebih muda. Orang yang kafir (mengingkari Tuhan) pasti dia tidak mengenali diri sendiri. Demikian juga orang sombong, dan tinggi hati yang menganggap dirinya paling hebat seraya merendahkan orang lain, pasti ia buta terhadap dirinya. Rendah hati dan merendahkan diri hanya bisa dilakukan oleh orang kuat, karena untuk merendahkan diri dibutuhkan kekuatan. Sebaliknya orang yang rendah diri sehingga tidak memiliki rasa percaya diri juga disebabkan oleh ketidak tahuannya terhadap potensi yang ada dalam dirinya.

Konsep Diri bangsa

Hanya bangsa besar yang bisa mengukir sejarah besar, dan hanya bangsa yang memiliki pemimpin besar yang dapat mengangkat dirinya menjadi bangsa besar. Dulu Sukarno pernah mengukir sejarah besar dengan menyelenggarakan Konperensi Asia Afrika di Bandung. Gagasan besar Sukarno itu kemudian mengilhami bangsa-bangsa Afrika untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hingga hari ini nama Sukarno masih melekat di hati orang-orang Afrika.. Sukarno kemudian jatuh ketika memusatkan perhatiannya pada membesarkan nama dirinya (pemimpin besar revolusi) , bukan membesarkan bangsanya.

setelah Pak Harto jatuh, Indonesia mengalami krisis pemimpin, yakni tidak ada satupun pemimpin besar di negeri ini yang mampu mengajak bangsa berfikir besar dan memandang jauh de depan menembus sekat ruang dan waktu.. Oleh karena itu kini orang-orang Indonesia lebih banyak mengeluh dan kecewa dibanding merancang masa depan. Kebanyakan orang hanya berfikir aku dapat apa, bukan apa yang dapat kuwariskan kepada generasi bangsa. Para politisipun berhenti pikirannya pada agenda 2009, hanya sedikit yang mampu menggagas untuk 2030 atau 2050. Bahkan, pernah ketika Indonesia baru menjadi anggauta tidak tetap di Dewan Keamanan PBB, Indonesia ikut menyetujui sanksi tambahan kepada Iran, tidak berani membela hak-hak Iran dengan mengatakan Qatar saja yang Negara Islam dan Timur tengah menyetujui sangksi untuk Iran. Jadi konsep diri Dubes kita di PBB, memandang dan merasa Indonesia yang berpenduduk 235 juta sama kecilnya dengan negeri kecil Qatar yang hanya berpenduduk satu juta dan sudah lama menjadi satelit Amerika.,

Pemimpin besar itu biasanya lahir dari dua jalan.
1. sebagai produk revolusi. Dari revolusi muncullah pemimpin besar yang tak pernah diduga-duga sebelumnya, atau dari satrio piningit.
2. Kedua dari periode dimana sang pemimpin yang sebenarnya bukan orang besar tetapi dipaksa harus mengatasi problem-problem besar bangsa. Dari pengalamannya mengatasi problem besar itu akhirnya ujungnya ia menjadi permimpinj besar juga. Akankah SBY yang sekarang dipaksa harus mengatasi problem2 besar bangsa akhirnya menjadi Pemimpin besar Indonesia? Wallohu a`lam, sejarah yang akan membuktikan


Kualitas Konsep Diri

Konsep diri ada yang positip dan ada yang negatip, masing-masing ada cirri-cirinya
Ciri orang yang memiliki konsep diri positip adalah;

1. Memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengatasi masalah yang dihadapi. Seberat apapun kesulitan yang terbayang, ia yakin akan dapat menemukan jalan keluarnya.

2. Merasa setara dengan orang lain. Oleh karena iu ia tidak kecil hati dalam bergaul, dan ia merasa bahwa jika orang lain bisa mengerjakan, maka iapun yakin akan bisa mengerjakan.

3. Menganggap pujian sebagai kewajaran. Oleh karena itu jika ia dipuji, ia tidak tersipu-sipu malu, karena pujian adalah satu kewajaran. Pujian tidak membuatnya tinggi hati apalagi kagum diri (`ujub). Pujian diterimanya secara terbuka dan ditempatkan pada tempatnya.

4. Menyadari tidak mungkin bisa memuaskan semua orang,. Oleh karena itu jika ada orang yang menyatakan kecewa atau mengkritiknya, ia terima dengan tenang. Ia sadar bahwa ia bisa membuat orang lain senang, tetapi hal yang sama mungkin membuat orang lain tidak senang.

5. Mampu mengubah diri. Baginya kritikan dan kekecewaan orang dipersepsi sebagai masukan untuk memperbaiki diri.

Adapun cirri-ciri dari orang yang memiliki konsep diri negatip adalah sbb:

1. Peka terhadap kritik. Ia mempersepsi kritikan orang sebagai upaya untuk menjatuhkan dirinya, oleh karena itu ia melakukan perlawanan, mempertahankan logikanya yang belum tentu benar, atau telinganya merah.

2. Jika dipuji merasa sangat senang, meski pura-pura menyembunyikan kesenangannya. Pujian orang benar-benar membuatnya bahagia bahkan sesak nafas Baginya pujian orang merupakan pembenaran terhadap logikanya sehingga ia tidak lagi kritis tehadap kesalahan sendiri.

3. Hiperkritis. Ia terlalu kritis terhadap orang lain hingga cenderung merendahkan dan meremehkan mereka, Baginya yang benar adalah dirinya dan orang lain pasti salah.Kebenaran orang lain hanya diakui jika berhubungan dengan pujian untuk dirinya.

4. Merasa tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu ia merasa ditinggal dan dizalimi oleh system social. Ia tidak bisa akrab bergaul karena kebanyakan orang dipersepsi sebagai rival atau bahkan musuh. Ia juga selalu curiga kepada orang yang mendekat.

5. merasa pesimis bersaing secara fair, karena ia merasa sistemnya tidak adil dan pasti merugikan dirinya

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger