Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Tuesday, April 29, 2008

Aktualisasi Panca Sila Sebagai Ideologi Bangsa
Oleh; Prof. Dr. Achmad Mubarok,MA
Disampaikan dalam Rapat Kordinasi Persamaan Persepsi Terhadap Panca Sila diselenggarakan oleh Kantor Wakil Presiden RI,
Jakarta 22 April 2008-04-18

Pendahuluan

Realitas sejarah membuktikan bahwa Panca Sila Sebagai Dasar Negara telah berhasil mengantar kemerdekaan bangsa Indonesia hingga hari ini (62 tahun). Bahwa dalam kurun waktu 62 tahun selalu ada elemen bangsa yang mempertanyakannya,bukan berarti kedudukan Panca Sila sebagai dasar negara perlu ditinjau kembali, tetapi lebih bersumber pada tagihan masyarakat kepada negara tentang seberapa jauh aktualisasi Panca Sila dirasakan maknanya oleh mereka. Dinamika sejarah bangsa kita yang menyentuh ideologi negara selalu berpangkal dari tuntutan rasa keadilan dari sebagian rakyat yang secara obyektip memang belum bisa dipenuhi oleh negara, dan oleh perilaku pemerintah yang terkadang menggunakan Panca Sila sebagai senjata untuk mempertahankan kekuasaannya sekaligus untuk memukul lawan politiknya.

Menjadikan Pancasila sebagai mainan politik justeru berdampak pada menurunnya bobot Panca Sila sebagai ideologi bangsa. Pada era keterbukaan seperti sekarang ini tidak zamannya lagi menjadikan Panca Sila sebagai alat pemukul lawan, karena bukan saja tidak efektip tetapi bahkan bisa menjadi bumerang dimana korbannya adalah bangsa itu sendiri. Saya termasuk yang tidak ragu membicarakan Panca Sila secara terbuka karena yakin bahwa konsep Panca Sila tahan uji terhadap dialog dalam kerangka dinamika sejarah bangsa. Problem kita bukan pada substansi Panca Sila tetapi pada bagaimana membumikan Panca Sila dalam kehidupan aktual berbangsa.

Panca Sila Sebagai Produk Dialog Kebangsaan

Dari sejarah lahirnya Panca Sila dapat kita ketahui bahwa konsep Panca Sila berakar dari kesadaran berbangsa setelah 300 tahun bangsa ini bergumul dengan penjajahan Barat. Dari perlawanan secara sporadis oleh para pahlawan kita di pelbagai wilayah Nusantara mengerucut ke

1. kesadarasn berekonomi dengan lahirnya Serikat Dagang Islam, kemudian
2. kesadaran berbangsa dengan lahirnya Budi Utomo yang kemudian dijadikan tonggak kebangkitan nasional, kemudian
3. kesadaran kesamaan dalam perbedaan atau Bhinneka Tungal Ika yang ditandai dengan Sumpah Pemuda 1928, dan puncaknya adalah
4. Proklamasi kemerdekaan RI 1945.

Dalam kurun waktu hampir setengah abad sebelum proklamasi 1945 telah terjadi dialog politik dan budaya dari berbagai aspirasi kebangsaan, ada yang mengedepankan simbol kesukuan seperti yong Java, yong Celebes , ada juga yang mengedepankan simbol keagamaan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Yong Islamitten Bond, dan dialog itu mengerucut ke aspirasi Nasionalisme dan Islamisme sehingga sebelum menjadi Panca Sila dan UUD 45, dokumen itu adalah Piagam Jakarta yang bersifat Nasionalis Islamis dimana pada kalimat Ketuhanan berbunyi Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya. Piagam Jakarta bukan hanya milik orang Islam tetapi milik bangsa dan merupakan konsep kebangsaan Indonesia, terbukti ditanda tangani pula oleh AA Maramis yang beragama Kristen.

Hanya dengan kebesaran jiwa para pendiri negeri ini yang lebih mengedepankan kebersamaan dan mengutamakan (tidak menunda) kemerdekaan nasional maka kalimat setelah Ketuhanan dicoret, menjadi Ketuhanan yang Maha Esa seperti yang kita kenal dalam teks Panca Sila sekarang ini.

Dialog Pasca Kemerdekaan 45

Para pendiri negeri ini menyadari bahwa konsep kebangsaan dari suatu bangsa yang baru saja terlepas dari periode penjajahan panjang tidak mungkin dapat disusun sempurna secara detail, oleh karena itu Panca Sila dan UUD 45 didesain longgar untuk mampu menampung dinamika kebangsaan pada periode mengisi kemerdekaan setelah proklamasi. Sudah dibayangkan oleh para founding father bahwa konstitusi itu bersifat sementara untuk selanjutnya harus disempurnakan.

Rupanya dialog lebih terfokus pada konsep nasionalisme vs Islamisme. Dialog ini gagal disepakati dalam sidang konstituante, yang oleh karena itu demi untuk menjaga stabilitas nasional Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit 5 Juli yang menetapkan kembali kepada Panca Sila dan UUD 45 sebagai konstitusi tetapi mengakomodir semangat Islamisme dalam Piagam Jakarta dengan menyebutkan bahwa Piagam jakarta menjiwai seluruh batang tubuh UUD 45

Sayang pada bagian akhir dari periode Sukarno, Panca Sila sudah mulai dijadikan senjata pemukul, bukan didialogkan. Pada saat itu publik tak berdaya menghadapi politik mercu suar Presiden Sukarno, dan Parlemen (MPRS dan DPRGR) selalu menyetujui gagasan-gagasan Sukarno. Bhinneka Tunggal Ika berubah menjadi Nasakom, demokrasi dijalankan tanpa pemilu (terpimpin), Masa Jabatan Presiden ditambah menjadi Presiden Seumur Hidup, jabatan kepala negara menjadi Pemimpin Besar Revolusi. Panca Sila ”dilebur” dalam Manipol Usdek yang kemudian dijadikan senjata pemukul oleh aspiran politik, terutama PKI. Perilaku politik menyimpang itu berujung pada pemberontakan PKI dan kejatuhan Sukarno.

Dialog semasa Orde Baru

Tahun 1965 Pak Harto hadir tepat waktu. Pak Harto merupakan sosok pemimpin yang unik, kuat, cerdas, tahu diri, penampilannya lembut hampir malu-malu tetapi memiliki sikap batin yang yang sangat keras hampir tak kenal kompromi. Pak Harto menghela bangsa Indonesia keluar dari kepengapan sistem “orde lama” menuju sistem “orde baru” yang menjanjikan perbaikan.
Seperti teori bandul jam, PakHarto mengembalikan penyimpangan orde lama dengan jargon kembali ke Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen. Penyimpangan orde lama di koreksi, partai politik disederhanakan, pembangunan ekonomi di kedepankan, semuanya dengan jargon kembali kepada Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen. Akan tetapi karena kuatnya sosok Suharto, Panca Sila juga berada dalam genggaman kekuasaan Suharto.

Tidak ada dialog yang berarti, yang ada adalah sesuai dengan petunjuk Bapak Presiden. Panca Sila di satu sisi dijadikan peneguh kekuasaan, di sisi lain dijadikan senjata pemukul kepada lawan politik. Panca Sila disakralkan, penafsirannya dibuat sendiri oleh Pak Harto menjadi P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Panca Sila), ditatarkan kepada seluruh aparat dengan sangat sistemik, dijadikan kurikulum di sekolah dengan nama PMP (pendidikanMoral Panca Sila). Saking kuatnya bandul semangat kembali kepada Panca Sila hingga ”ndladrah” ke mana-mana, sehingga ada istilah perburuhan Panca Sila, demokrasi Panca Sila, sepakbola Panca Sila, arbitrase Panca Sila dsb, pokoknya semuanya serba Panca Sila..

Dengan Panca Sila seperti itu Pak Harto bisa mengendalikan aparat negara hingga ke desa-desa, merekayasa demokrasi sedemikian rupa hingga negeri ini seperti sangat stabil dan seperti mau tinggal landas. Pak Harto adalah satu-satunya ”mata-hari” di negeri ini. Setelah 32 tahun berkuasa, ketika secara alamiah matahari itu redup maka gelaplah republik ini, redup pula wibawa Panca Sila dan UUD 45, dan perilaku masyarakat selama era reformasi persis seperti perilaku orang banyak dalam kegelapan. Anarki berlangsung dari jalanan hingga Senayan.

Dialog Selama Era Reformasi

Karena kuatnya kemarahan dan kebencian kepada Suharto, ABRI,Golkar dan orde Baru,maka reformasi yang digulirkan oleh Amin Rais dkk lebih bersifat emosionil, inprofisasi dan tidak konsepsionil. Teori bandul jam kembali berlangsung. Jika Pak Harto menarik bandul kepada semangat kembalike Panca Siladan UUD 45secara murni dan konsekwen, era reformasi justeru menempatkan UUD 45 sebagai “biang kerok” carut marut bangsa. Oleh karena itu dengan sangat semangat dan emosional, MPR produk reformasi melakukan amandemen konstitusi. Kerinduan untuk kembali kepada Piagam jakarta juga disuarakan oleh Partai-partai Islam di Sidang Umum MPR

Amandemen I,II,III, dan IV melahirkan konstitusi yang tidakjelas kelaminnya, sistem presidensial atau parlementer. Perundangan dan PP turunannya juga menjadi tumpang tindih, tidak jelas siapa yang menumpang dan siapa yang menindih. Akibatnya ketidak menentuan berlangsung terus entah sampaikapan.

Sekarang, ketika orang mulai merasakan sumpek dan ribetnya reformasi, orang mulai bertanya, yang salah Panca Silanya atau orangnya ? Ternyata Panca Sila yang sama menjadi berbeda ketika di tangan Sukarno dan di tangan Suharto.


So What Next ?

Dari pengalaman sejarah tersebut diatas, saya berpendapat bahwa

1. Panca Sila sebagai dasar negara dan sebagai falsafah negara secara konsepsional sudah sangat memadai untuk dijadikan acuan membangun bangsa yang berdaulat dan bermartabat . Dialog yang dilakukan oleh para founding father negeri ini dulu sudah sangat mendalam dan dan komprehensip. Kebenaran Panca Sila sebagai konsep dasar hidup berbangsa bagi bangsa Indonesia yang plural saya yakin akan bisa teruji hingga dua tiga abad ke depan atau bahkan lebih. Setengah abad pertama berdirinya Republik Indonesia, kecuali pada komunitas-komunitas terbatas, rasanya memang belum pernah Panca Sila benar-benar diberlakukan secara aktual dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat merasa aman, bermartabat dan berpengharapan.

2. Seyogyanya Panca Sila jangan disakralkan, apalagi dibuat angker. Panca Sila adalah konsep yang diilhami dari ajaran agama Islam dan budaya modern (Barat) serta kearifan lokal. Oleh karena itu biarkan Panca Sila sebagai ideologi terbuka yang memungkinkan menyerap nilai-nilai baru (dari manapun datangnya) yang sudah teruji sebagai nilai-nilai yang lebih baik dari nilai-nilai lama.

3. Ideolog Islamisme tidak lagi perlu menyuarakan gerakan pemberlakuan syariat Islam, karena disamping kontraproduktip, sesungguhnya nilai itu sudah tertampung dalam dekrit Presiden 5 Juli 1959, yakni Piagam Jakarta menjiwai seluruh batang tubuh UUD 45. Dibutuhkan kecerdasan untuk bisa memasukkan nilai-nilai syariat ke dalam perundang-undangan tanpa menyebut syari’at Islam,misalnya UU haji,UU wakaf, UU Perkawinan,UU bank syariah, memasukkan AkhlakMulia dalam Sisdiknas, begitupun perda-perda yang mencegah kemaksiatan/pornografi, dan sebagainya, itu semua merupakan perwujudan dari bunyiPiagamjakarta menjiwai seluruh batang tubuh UUD 45.

4. Konsistensi dalam penegakkan hukum dan pemihakan kepada orang banyak (rakyat miskin) dalam kebijakan ekonomi merupakan wujud dari aktualisasi Panca Sila.

Terima kasih

Read More
posted by : Mubarok institute
Peran Muballigh Dalam Menangkal dan Menjawab Islamopobhia
Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok,MA
Kuliah Umum disampaikan dalam Acaea Wisuda Mahasiswa Pendidikan Kader Muballigh KODI DKI Jaya Angkatan XIV dan Permbukaan Kuliah Angkatan ke XV,
Jakarta, 24 April 2008



Pendahuluan

Muballigh adalah lapisan dakwah terdepan yang menggunakan media mimbar dengan audien (mad’u) yang tidak regular. Oleh karena itu materi dakwah yang disampaikan pada umumnya tidak mendalam dan mudah disalah fahami. Muballigh yang laris di masyarakat belum tentu yang terdalam ilmu keislamannya, tetapi lebih pada kemammpuannya berkomunikasi secara popler. Apalagi masyarakat yang hadir pada tabligh-tabligh belum tentu mereka yang bermotif mempelajari ilmu agama. Banyakdiantara mereka lebih menempatkan acara tabligh sebagai tempat menghibur diri dari berbagai kerutinan dan kesumpekan hidup. Oleh karena itu muballigh yang selebritis banyak disukai masyarakat meski bobot ceramah agamanya tidak seberapa. Muballigh bukan tidak penting, tetapi perlu disadasri bahwa peran muballigh lebih pada membangun gebyar-gebyar dakwah dibanding menanamkan kesadaran beragama. Oleh karena itu juga meriahnya gebyar-be\yar tablig tidak sejalan dengan kualitas ummat.


Tingkatan Dakwah

Dakwah artinya usaha mempengaruhi orang lain (masyarakat) agar mereka bersikapdan bertingkah laku seperti yang diinginkan oleh da’i . Tebal tipisnya usaha atau datar dan dalamnya tujuan dakwah nampakdari lapisan da’i. Lapisan da’i yang kita kenaldi Indonesia sekarang dapat diklassifikasi sekurang-kurangnya menjadi lima lapisan.

1. Lapisan muballigh. Mereka adalah yang berdakwah kepada publik, tidak berjadwal, madunya ganti-ganti, tidak ada kurikulum dan tidak ada target. Oleh karena itu ”kharisma”muballigh sangat bergantung pada diri sang muballigh sendiri. Ada muballigh fa`il dan ada muballligh maf`ul. Muballigh fa`iladalah muballigh yang memiliki program dan mempunyai perhatian khusus, misalnya masyarakat tertentu atau bidang tertentu. Sedangkan muballigh maf`ul adalah muballigh yang tidak memiliki program tetapi menunggu diprogram oleh masyarakat atau menunggu diundang. Jika muballigh fa`ilbisa diukur keberhasilannya, muballigh maf`ul ukuran keberhasilannya hanya pada jumlah undangan.

2. Lapisan pendidik. Guru yang sadar sebagai da’i sesunguhnya adalah da`i yang berdakwah dengan audient (mad’u) tetap,dengan tujuan yang terukur. Oleh karena itu jika seorang guru berhasil dalammenjalankan tugas dakwahnya, ia benar-benar bisa membentuk mad’u (murid) menjadi sosok seperti yang diinginkannya.

3. Lapisan Profesional. Ciri orang profesional adalah bekerja sesuai dengan pendidikannya, memiliki akses pada pengambilan keputusan dan mempunyai implikasi standar imbalan upah,misalnya dokter,insinyur, arsitek dsb.. Jika seorang profesional memiliki jiwa dakwah maka ia akan menjadi da’i dengan power dan jejaknya berujud persepsi psitip terhadap Islam. Da’i dari lapisan ini dapat juga disebut sebagai dakwah kultural.

4. Lapisan Politik. PKS misalnya secara terbuka menyebut dirinya sebagai partai dakwah.Maknanya PKS akan berdakwah melaluijalur politik. Pekerjaan Partai politik itu biasanya “memanipulasi” kepentingan rakyat sebagai tangga pencapaian kekuasaan. Jika partai bisa berpolitik secara bersih maka itu merupakan dakwah yang sangat efektip. Jika kekuasaan sudah dicapai (jadi Gubernur, Menteri atau Presiden) dan kemudian kosisten dengan konsep-konsep dakwahnya maka itu merupakan dakwah yang powerfull, yang hasilnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas, ekonomi dan sosial. Ada yang secara terbuka berdakwah melalui Partai Islam, tapi ada yang berdakwah melalui partai yang tidak menyebut identitas keagamaan.


Dakwah Sebagai Peristiwa Komunikasi

Sebagai peristiwa, dakwah adalah komunikasi,oleh karena itu unsur-unsur dakwah juga sama dengan unsur komunikasi, yaitu da.i, mad.u, materi atau pesan, metode dan media.Materi yang disampaikan oleh muballigh atau da’i bisa informasi, ajakan, ajaran,bisa juga omong kosong. Tingkat komunikasi muballigh dengan masyarakat sangat bergantung kepada tingkat komunikatipnya. Jika seorang muballigh hanya menyampaikan suara, maka dakwahnya hanya didengar oleh telinga, jika muballigh menyampakan dakwahnya berupa pemikiran maka akan direspond dengan fikiran, jika dakwahnya merupakan suara hati,maka akan dicerna oleh hati.


Ciri-Ciri Dakwah Yang Berhasil

Sebagai peristiwa komunikasi, dakwah dipandang berhasil jika memilikiciri-ciri dibawah ini :

1. Jika pesan dakwahnya dimengerti oleh masyarakat
2. Jika dakwahnya menimbulkan kesenangan atau menghibur masyarakat
3. Jika hubungan antara muballigh dengan masyarakat mad,unya semakin membaik
4. Jika dakwahnya bisa mengubah sikap negatip menjadi positip terhadap nilai-nilai yang didakwahkan
5. Jika dakwahnya berhasilmenumbuhkan tindakan pada mad’u


Islamopobhia

Dalam Psikologi Komunikasi dikenal adanya Sistem komunikasi intrapersonal dan sistem komunikasi interpersonal.

• Sistem komunikasi intrapersonal adalah bagaimana proses seseorang menerima stimulus, mempersepsi, memasukkan kedalam meori, berfikir dan merespond. Bagi orang yang belum memeluk Islam, agama Islam adalah persepsi. Kebanyakan Orang Barat mempersepsi Islam sebagai agama yang mengajarkan kekerasan, tidak menghormati HAM dan melecehkan wanita. Persepsi paling banyak dipengaruhi oleh perhatian. Yang sangat menarik perhatian adalah faktor kebaruan, gerakan, kontras, perulangan . Media masa Barat secara berulang-ulang menyiarkan berita subyektip (dan salah) dari duniaIslam tanpa dunia Islam mapu mengounternya dengan media yang sama. Akibatnya persepsinegatip tentang Islam terbangun di benak orang Barat, dan bahkan merasuk ke kalangan muslim yang dangkal ilmumnya.

• Sistem komunikasi interpersonal adalah proses bagaimana orang membangun citra. Membangun citra baik membutuhkan waktu yang lama melalui perilaku baik yang diulang-ulang. Sedangkan citra buruk langsung terbangun begitu orang melakukanperbuatan buruk.

Terlepas dari persepsi negatip orang Barat, harus kita akui terkadang diantara kita (da’i dan muballigh) mencitrakan diri sebagai golongan yang tidak bermartabat. Misalnya nahi mungkar anti maksiat dengan mendatangi tempat maksiat, sambil berteriak takbir dan membawa pentungan, menghancurkan kaca-kaca, plus berpakaian jubah putih. Ketika nahi mungkar ini ditayangkan di media Barat,maka yang terbangun adalah citra buruk Islam di mata orang Barat. Atau ketika seorang muballigh dalamtabligh akbar tentang Ahmadiyah beberapa waktu lalu mengatakan bahwa orang Ahmadiyah adalah halal darahnya. Ketika dalam tayangan kata2 ini diterjemahkan, maka persepsi yang tertanam di benak orang Barat adalah Islam agama yang tidak toleran dan kejam. Begitupun kasus Amrozi cs. Jadi kita tidak boleh terlalu emosionil ketika berjumpa dengan fenomena Islomopopbhia atau anti Islam.



Bagaimana menangkal dan Menjawab IslamoPobhia ?

Persepsi hanya akan berubah dengan komunikasi,bukan dengan respond jarak jauh. Menjawab IslamoPobhia yang poaling efektip adalah dengan mengedepankan Islam sebagai rahmatan lil`alamin, sebagai kasih sayang bagi alam semesta. Karakteristik rahmat adalah (a) penuh perhatian (b) inginnya memberi (c) memaklumi kekurangan dan (d) memaafkan kesalahan. Masyarakat dakwah harus berdialog dengan Barat, karena mereka yang anti Islam memang tidak tahu dan sudah terbangun persepsi buruk tentang Islam. Ingat Rasulullah ketika dilempari batu oleh orang Taif, Rasul bukannya memaki-maki tapi berkata, Allohummaghfirlahum fainnahum la ya`lamun. Ya Alloh ampunilah mereka, karena mereka melempari batu kepadaku karena mereka tidak tahu bahwa saya benar-benar utusan Mu.

Pasca peristiwa 11 September di Amerika, jumlah muslimin di Amerika naik 500%. Kenapa ? karena setelah agama Islam disiarkan sebagai agama teror, orang Amerika penasaran kepengin melihat seperti apa ajaran Islam. Mushaf al Qur’an dan buku-buku Islam selalu ludes terjual. Setelah mereka membaca langsung dan berkomunikasi langsung dengan orang-orang Islam, persepsi mereka berubah,malah kemudian simpati dan kemudian dapat hidayah Tuhan. Allohu Akbar


Penutup

Jadi mahasiswa PKM harus menambah wawasan, banyak membaca banyak mendengar dan banyak bergaul. Insyaalloh ilmu tambah, penghayatan bertambah dan keluwesan bertambah.

Wallohu a`lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, April 28, 2008

Keseimbangan Ilmu,Iman dan Amal Dalam Kehidupan
Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok,MA
Disampaikan dalam Work Shop Pengawasan Dengan Pendekatan Agama,
diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama,
Jakarta 6 Mei 2008


Pendahuluan

Manusia adalah makhlukyang mengenal makna. Jika seekor sapi dihargai sesuai dengan besar kecilnya daging,maka manusia yang gemuk belum tentu lebih bermakna dibanding yang kurus, orang besar belum tentu lebih bermakna dibanding orang kecil, atasan belum tentu lebih bermakna dibanding bawahan. Tinggi rendahnya makna disebut martabat. Orang yang bermartabat adalah orang yang kehadirannya di pentas kehidupan memberi makna,meski boleh jadi kehadirannya hanya sebentar. Sebaliknya orang yang kehadirannya tidak memberi makna,meski mungkin umurnya panjang atau masa jabatannya lama, ia bukanlah orang yang bermartabat. Hadirnya tidakmembuat genap, absennya tidakmembuat ganjil. Konsep makna dipengaruhi oleh ilmu,iman dan amal. Orang yang berilmu langkahnya dipandu oleh teori, orang yang beriman langkahnya dipandu oleh keyakinan,sedangkan orang yang banyak beramal langkahnya dipandu oleh semangat.


Konsep Pengawasan Dalam Kehidupan

Ada orang yang merasa bebas sebebasnya dalam hidup.Ia menentukan apa yang diinginkan dan apa yang dikerjakan, karena ia merasa bahwa manusia adalah penentu dalam kehidupan. Baik-buruk,perlu-tidak perlu, penting-tidakpenting, pantas-tidakpantas semuanya ditentukan oleh manusia.

Ada orang yang merasa bahwa hidup ini ada skenarionya dan manusia harus hidup mengikuti skenario itu. Jika tidak maka ia akan ditegur sutradara dan ditertawakan penonton karena melakukan sesuatu yang menyimpang dari skenario. Dari mana skenario itu ? ada yang merasa bahwa masyarakatlah penyusun skenario itu, oleh karena itu orang yang perilakunya menyimpang akan dikucilkan oleh masyarakat. Yang lain meyakini bahwa skenario itu datang dari atas, dari Sang Pencipta kehidupan, baik yang melalui kitab suci,ajaran nabi maupun melalui akal murni berupa akhlak universal dan kearifan lokal. Penyimpangan dari skenario diyakini akan berakibat ”kualat”.

Pertanyaannya ”siapa” yang merasa diawasi dan ”siapa” yang mengawasi ? Siapa yang menyuruh mematuhi skenario dan siapa yang menggoda untuk menyimpang ? siapa pula yang menegur ?

Al Qur’an surat Qaf ayat 16 berbunyi :


Artinya : Sungguh Kami(Tuhan) telah menciptakan insan, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh nafs nya. Dan kami (mengawasi mereka) dari jarak yang lebih dekat dari ulat leher mereka.

Dari ayat tersebut ada hal-hal yang perlu diterangkan secara detail, yaitu (1) insan, (2) nafs (3) bisikan (4) Pengawasan Tuhan


Insan
Al Qur’an menyebut manusia dengan sebutan basyar dan insan. Basyar adalah manusia secara fisik, sedangkan insan adalah manusia sebagai makhluk psikologis. Kata insan berasal dari kata nasiya yansa yang artinya lupa, dari kata uns yang artionya mesra atau jinak dan darikata nasa yanusu yang artinya gejolak. Jadi karakteristik psikologis insan ada pada jarak antara lupa dan sadar, mesra dan benci dan antara tenang dan bergejolak.

Ada manusia yang selalu sadar, tenang dan penuh dengan rasa kasih sayang, sebaliknya ada manusia yang pelupa,pembenci dan gelisah. Ada juga yang tenang tetapi penuh dengan kebencian dan selalu sadar akan kebenciannya, dan masíh banyaklagi typology psikologi manusia. Yang menarik adalah definisi insan; al insan hayawan nathiq, manusia adalah hewan yang berfikir. Jadi pembedanya adalah berfikirnya. Jika manusia sudah tidak bisa lagi diukur berfikirnya,maka yang ada tinggal hewannya.


Nafs
Nafs artinya sisi dalam manusia, atau jiwa. Nafs atau jiwa merupakan sistem yang bekerja secara sistemik, dengan sub-sistem akal,hati, hatinurani, syahwat dan hawa nafsu.
• Akal= problem solving capasity, tugasnya berfikir, produknya logik, ia mampu menemukan kebenaran tetapi tidak menentukannya. Kebenaran akal sifatnya relatip. Akal adalah potensi intelektuil manusia
• Hati= alat untukmemahami realita. Hal-halyang tidak masukakalbisa difahami oleh hati. Muatan hati sangat banyak, dari benci, cinta, keberanian, takut, tenang,gelisah dan sebagaianya. Hati bisa longgar, sempit dan bahkan tertutup. Hati memimpin sistem kejiwaan, tetapi ia memiliki karakter tidak konsisten, bisa jujur,bisa bohong.

• Nurani berasal dari kata nur artinya cahaya.Nurani adalah cahaya Tuhan yang ditempatkan di dalam hati, oleh karena itu ia konsisten dan tidakbisa kompromi dengan kebohongan. Nurani selalu jujur. Nurani seperti black box yang ada di dalamhati. Sebagai cahaya,nurani bisa tidak memancarkan cahaya jika tertutup. Yang sxuka menutupi cahaya nurani adalah keserakahan dan perbuatan maksiat. Orang yang nuraninya mati seperti orang yang berjalan di tempat gelap, salah langkah,salah ambil,salah masuk dan salah naroh. Bahasa Arabnya gelap adalah zhulm, orangnya disebut zalim.

• Syahwat adalah dorongan keinginan kepada sesuatu atau dalam psikologi disebut penggerak tingkah laku atau motif. Tuhan menghiasi manusia dengan syahwat kepada lawan jenis, bangga kepada anak-anak, menyukai barang berharga, kendaraan bagus, kebun dan ternak. Syahwat sifatnya netral, jikaditunaikan secara benar menjadi ibadah, jika ditunaikan tanpamengindahkan nilai-nilaimoraldan agama menjadi dosa.

• Hawa nafsu adalah dorongan kepada syahwat yang bersifat rendah,. Karakteristiknya ingin segera menunaikan dan tak peduli akibat,baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.


Bisikan

Manusia ketika menerima stimulus, ia mempersepsi kemudian memasukkannya kedalam memori,kemudian berfikir sebelum bertindak. Semua sub sistem dalam jiwanya memberi masukan atau bisikan,misalnya ;

• akal memberi pertimbangan yang logis
• hati berusaha memahami apapun realitas yang dihadapi
• nurani mengingatkan konsekwensi2 jika salah langkah
• syahwat mendorong agar mengambil keputusan dan bertindak yang dengan itu ia memperoleh kepuasan.
• Hawa nafsu membisiki agar segera mengambil kesempatan dalam kesempitan, gunakan aji mumpung, gak usah ragu-ragu dan gak usah pikirkan yang lain, pokoknya enak.


Menejemen Qalbu (hati)

Manusia bisa berfikir , merasa, dan berkehendak. Kehendaknya dipengaruhi oleh cara berfikirnya dan cara merasanya, fikirannya juga dipengaruhi oleh apa yang dikehendaki, perasaanya juga dipengaruhi oleh apa yang difikir dan dikehendaki.. Seluruh perangkat kejiwaan dapat diberdayakan untuk memilih mana yang terbaik bagi dirinya dan bagi orang lain, bagi negara, baik untuk sekarang,nanti atau bahkan untuk anak cucunya. Tapi itu semua butuh menejemen yang tepat, mana yang harus di dorong,mana yang harus ditekan,mana yang harus dipertimbangkan dan mana yang harus diturut.

• Jika lebih mengikuti akalnya maka orang cenderung rationil,tapi terkadang kering
• Jika lebih mengikuti kata hatinya maka ia bisa tenang atau gelisah bergantung moodnya
• Jika lebih mengikuti nuraninya dijamin pilihan benar dan langkahnya tepat
• Jika lebih mengikuti syahwat, maka ia cenderung mengarah kepada glamourism dan hedonisme
• Jika lebih mengikuti hawa nafsunya dijamin sesat dan merusak dirinya (dan orang lain)


Peran Ilmu,Iman dan Amal dalam Pengawasan

Secara teori, orang berilmu yang beriman dan suka beramal dijamin hidupnya benar,proporsional. Tetapi dalam praktek, orang pinter terkadang keblinger, imannya juga tidak dijamin stabil, kembang kempis, terkadang menebal dan terkadang menipis, oleh karena itu orang terkadang gagal mengawasi diri sendiri. Manusia itu makhluk sosial dimana orang menjadi apa dan siapa bergantung dengan siapa mereka bergaul. Lihat saja perilaku anggauta DPR dan pejabat karir, terkadang cara berpakaian , cara berjalannya dan seleranyapun menyesuaikan dengan ”skenario” sosial..

Menurut hasil penelitian psikologi, 83% perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh berbagai stimulus. Oleh karena itu kejujuran tidak boleh diserahkan kepada hati masing-masing orang. Pegawai Departemen Agama dengan Pegawai bukan Departemen agama secara sosial dan psikologis sama saja. Mencegah perilaku menyimpang dari aparatur negara Departemen apapun tidak cukup dengan nasehat agama (pengaruhnya 11%), tetapi harus dengan sistem yang mempersempit ruang aparat untuk berpeluang menyimpang .

• Ilmu diperlukan bukan untuk ketahanan hati tetapi untuk merancang sistem pengawasan hingga logis, komprehensip, efektip dan efisien.
• Iman diperlukan terutama untuk memberi keteladanan hidup bersih oleh aparat eselon, karena bagi masyarakat Indonesia yang paternalistik, keteladan sangat efektip dan murah biaya dalam pengawasan aparat negara.
• Amal perlu digalakkan untuk memberikan etos mengutamakan orang lain(itsar), sehingga aparat terobsessi untuk memberi bukan untuk mengambil. Uang korupsi biasanya habis untuk foya-foya bukan untuk beramal, uang setan kembali ke setan.


Pengawasan Melekat

Di akhir ayat al Qur’an tersebut diatas disebutkan bahwa Tuhan berada pada jarak yang lebih dekat dibanding urat leher manusia, mengawasi lalu lintas bisikan jiwa, bukan hanya apa yang diperbuat dan dikatakan, tetapi apa yang hanya terlintas di dalam hatipun Tuhan mengetahui. Teks ayat ini merupakan informasi bagi manusia bahwa tidak ada sesuatupun yang dilakukan oleh manusia,yang baik maupun yang buruk kecuali pasti diketahui oleh Tuhan. Tidak ada sesuatu yang bisa dimanipulasi dari pengawasan Tuhan.

Tetapi efektifitas informasi dari ayat ini diterima secara berbeda oleh manusia, bergantung pada bagaimana tingkat pemahamannya, karena manusia ada yang hanya mampu berfikir, yang lain sudah bertafakkur, dan yang lain sudah bertadabbur

• berfikir bisa menyerap informasi, tetapi hasilnya hanya bersifat kognitip.

• Bertafakkur bisa membayangkan ruang lingkup informasi, dan hasilnya bisa bersifat afektip


• Bertadabbur bisa merasakan kekuatan informasi sehingga hasilnya bukan hanya kognitip dan afektip, tapi sudah psikomotorik.

Orang yang sudah bisa bertadabbur terhadap ayat suci maka dalam dirinya sudah ada sistem pengawasan melekat. Ia tak pernah berandai-andai, memperhitungkan atau membayangkan melakukan suatu penyimpangan dengan harapan tidak akan ketahuan. Orang seperti ini sudah alergi terhadap hal-hal yang menyimpang. Nah saya yakin di negeri kita,baik yang mengawasi maupun yang diawasi mayoritas masih berada pada tataran berfikir, sedikit sekali yang bertafakkur dan hanya satu dua yang sudah bisa bertadabbur. Oleh karena itu hanya sistem yang ketat dan tepat yang bisa meminimalisir perilaku menyimpang aparatur negara , termasuk perilaku menyimpang dari aparatur yang mengawasi.

Wallohu a’lam bissawab

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, April 27, 2008

Filsafat Ketuhanan
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mengetahui kebenaran dari segala sesuatu (al `ilmu fi al maujudat ma hiya al maujudat). Yang dimaksud dengan segala sesuatu adalah “realita” , dan induk dari “realita” ada tiga yaitu Tuhan, manusia dan alam. Oleh kaena itu induk filsafat adalah filsafat ketuhanan, filsafat manusia dan filsafat alam. Dalam filsafat agama, tiga bidang itu dibahas dalam satu nafas. Ilmu yang membicarakan filsafat ketuhanan disebut Ilmu Kalam, karena frame dari filsafat Ketuhanan adalah Kalamullah, wahyu, bukan akal.

Oleh karena itu argumen-argumen dalam Ilmu Kalam selalu mengedepankan ayat al Qur’an. Yang dikaji antara lain apa hakikat sifat rabb al `alamin, sifat ar Rahman dan aar Rahim, al Jabbar, al Khaliq. Apa hakikat makna Maha Suci Allah (Subhanallah), makna Ahad atau Esa dan apa makna Allah bersemayam di arasy, apa makna langit dan seterusnya.. Jika untuk masyarakat umum dipandang cukup dengan mempelajari ilmu Tauhid, maka untuk kaum terpelajar perlu mendalami filsafat tauhid, yaitu Ilmu Kalam.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, April 17, 2008

Filosofi Syari`at
Syari`at atau syara`mengandung arti jalan lebar. Syari’at Islam adalah infrastruktur jalan yang dibangun oleh Allah (thariqah Ilahiyyah) disediakan untuk manusia agar mereka tidak salah jalan (nyasar) dalam perjalanannya sesuai dengan skenario kehidupan yang diciptakan oleh Nya. Dengan adanya syari`at maka (a) rambu-rambu kehidupan menjadi jelas, (b) keharusan berhubungan antar berbagai pihak; menjadi jelas . Dengan adanya syari`at maka manusia yang diberi kebebasan oleh Tuhan dipersilahkan untuk menentukan pilihan jalan mana yang mau ditempuh, masing-masing dengan konsekwensinya; jalan halal, jalan haram, jalan makruh, jalan wajib dan sebagainya. Dengan syari’at pula diatur pola hubungan antar berbagai pihak, yang kuat menguasai yang lemah, yang lemah harus mematuhi yang kuat, tetapi kesemuanya dalam rangka mencapai tujuan. Rakyat harus mematuhi pemimpin, tetapi pemimpin pada hakikatnya adalah pelayan masyarakat (sayyid al qaumi khadimuhum). Orang miskin membutuhkan penghasilan, orang kaya membutuhkan tenaga kerja, hubungan antar keduanya diatur oleh syari`at.

Adapun tujuan dari syari`ah (Maqashid as Syari`ah) ada untuk memberikan perlindungan kepada lima hal (al kulliyat al khams), yaitu (1) melindungi jiwa manusia, khifdz an nafs, (2) melindungi akal, khifdz al `aql, (3) melindungi agama, khifdz addin, (4) melindungi harta ,khifdz al mal dan (5) melindungi keturunan, khifdz annasl. Semua aturan syari’at Islam adalah dimaksud untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak tersebut, yakni hak hidup, hak intelektual, hak keyakinan, hak harta dan hak kesucian keturunan, apa yang pada zaman modern sekarang disebut hak azazi manusia.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, April 16, 2008

Agama ; antara Bentuk dan Substansi
Agama Islam dimaksud untuk membimbing manusia agar mereka mencapai kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan ukhrawi, kebahagiaan lahir dan kebahagiaan batin, di dunia sejahtera di akhirat masuk sorga. Agama memang di sett untuk manusia yang memiliki dimensi lahir dan batin, dimensi raga dan jiwa, dimensi syahwat dan nurani. Oleh karena itu agama Islam juga memiliki dimensi syari`at yang mengatur bentuk-bentuk kehidupan lahir manusia, dan dimensi nilai (hakikat) yang menekankan kepada substansi dari ajaran agama.

Orang awam hampir selalu berkutat di seputar syari`at lahir, aktif dalam melaksanakan bentuk-bentuk kegiatan keagamaan, tetapi mereka jarang sekali memahami secara mendasar filosofi dari apa yang mereka kerjakan. Sedangkan orang khawash lebih mengutamakan dimensi hakiki dari ajaran agama, dan memenuhi dimensi lahir sekedar yang diperlukan menurut standard universal (minimal). Orang awam sering sibuk mempersoalkan aspek-aspek bentuk, melupakan aspek substansial agama, sedang orang khawash sibuk mengamalkan substansi tanpa mempersoalkan aspek aspek bentuk. Contoh perbandingan mereka dapat dilihat pada ibadah puasa :

1. Orang awam berpuasa dengan meninggalkan makan, minum dan hubungan seks (saja)

2. Orang khusus berpuasa bukan saja mulutnya yang berpuasa dari makan minum, tetapi juga dari kata-kata yang tidak baik, tangannya berpuasa dari megerjakan perbuatan yang dilarang, kakinya berpuasa dari bepergian yang tak diperlukan, telinganya berpuasa dari mendengarkan gossip dan fitnah, matanya berpuasa dari melihat aurat, dan seterusnya.

3. Sedangkan orang khawash (para Nabi dan Wali), disamping tersebut diatas, hatinya juga berpuasa dari ingatan selain Allah. Selagi berpuasa di dalam hatinya tak pernah terlintas sesuatu selain Allah.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, April 14, 2008

Salat Sebagai Mi`raj
Pandangan bahwa salat adalah mikrajnya kaum beriman merujuk pada pendapat yang kedua, yakni bermi`raj secara spiritual. Salat yang khusyu` dimungkinkan dapat mengantarkan orang mukmin bertatap muka, ber muwajahah, ber muhawarah dan ber munajat, berkomunikasi secara intens dengan Allah SWT, Bagaimana caranya ?

Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin menyebut enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna salat, yaitu ; (1) kehadiran hati, (2) kefahaman, (3) ta`zim, mengagungkan Allah, (4) segan, haibah, (5). Berharap, raja, dan (6) malu.

1. Yang dimaksud dengan kehadiran hati (hudur al qalb) dalam salat ialah bersihnya hati dari hal-hal yang tidal semestinya terlintas di dalam salat, singkron antara apa yang diucapkan dalam salat dengan apa yang difikirkan.

2. Yang dimaksud dengan kefahaman, tafahhum, adalah faham terhadap makna dari apa yang diucapkan dalam salat. Kefahaman akan makna yang dibaca akan dapat membantu menghadirkan hati.

3. Yang dimaksud dengan t`zim ialah sikap hormat kepada Tuhan. Ta`zim merupakan buah dari dua pengetahuan; yaitu pengetahuan penghayatan atas kebesaran Allah dan kesadaran akan kehinaan dan keterbatasan dirinya sebagai makhluk.

4. Yang dimaksud dengan haibah ialah perasaan takut kepada Allah yang bersumber dari kesadaran bahwa kekuasaan Allah itu amat besar dan efektip serta menyadari bahwa hukum Allah atau sunnatullah itu pasti berlaku. Oleh karena itu ia sangat takut melanggar hukun-hukumnya, karena akibatnya merupakan satu kepastian.

5. Yang dimaksud dengan raja’, penuh harap, adalah selalu berfikir positip bahwa Allah Maha Plembut dan luas kasih sayangnya. Di dalam salat, perasaan harap dan cemas silih berganti, cemas takut melanggar, dan berharap memperoleh rahmatnya.

6. Sedangkan perasaan malu, haya’ kepada Tuhan bersumber dari kesadaran akan banyaknya kekurangan pada dirinya dalam menjalankan ibadah kepada Nya.

Menurut Imam Gazali, jika ke enam hal itu berkumpul pada orang salat, maka hatinya akan menjadi khusyu` karena seluruh cita rasanya, seluruh kesadarannya, tertuju hanya kepada Yang Satu, Yang Maha Agung, yang dihormati, ditakuti, tapi menjadi tumpuan harapannya. Aisyah pernah menceriterakan bahwa di luar salat, Nabi biasa berbincang-bincang akrab dengan siapapun, tetapi ketika sedang salat, beliau seakan-akan tidak mengenal orang lain, dan Aisyahpun bersikap seperti tidak mengenal beliau.

Khusyu akan mudah dicapai oleh orang yang lurus pandangan hidupnya, karena kekeliruan pandangan hidup akan menyulitkan pemusatan perhatian dalam beribadah. Kelezatan bermunajat hanya dimiliki oleh orang yang sudah tidak lagi mencintai harta benda duniawi, karena seperti yang dikatakan oleh al Gazali bahwa orang yang masih bergembira dengan harta benda, apalagi yang masih mencampur adukkan kebaikan dengan keburukan, ia tidak dapat bergembira dalam bermunajat kepada Allah. Cinta harta dan cinta kepada akhirat tidak bisa menyatu dalam satu wadah.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, April 07, 2008

Filsafat Agama
Agama adalah keyakinan. Penganut suatu agama, baik orang awam maupun terpelajar meyakini kebenaran agama yang dianutnya. Akan tetapi bagaimana anatomi keyakinan orang beragama pasti berbeda-beda, berkaitan dengan perbedaan kapasitas intelektual, kapasitas batin dan akhlak setiap orang. Kualitas kebenaranpun ternyata berbeda-beda; kita mengenal adanya istilah (a) kebenaran matematis, (b) kebenaran sosial, (c) kebenaran ilmiah, (d) kebenaran logic, (e) kebenaran filosofis, (f) kebenaran mistis dan (g) kebenaran sufistik. Kita juga mengenal ada istilah keadilan hukum dan ada rasa keadilan.

Al Qur’an juga memperkenalkan istilah (a) `ilmal yaqin, (b) `ainal yaqin, dan (c) haqqul yaqin. Konsep konkrit dan abstrak sangat berbeda antara ilmu pengetahuan dan keyakinan agama. Demikian juga konsep alam kehidupan sangat berbeda antara ilmu pengetahuan dan agama. Banyak orang ,mengatakan bahwa hidup di dunia inilah yang konkrit, sedangkan soal sorga dan neraka kita tidak tahu dan kita tidak bisa konfirmasi, sesuatu yang belum konkrit. Sedangkan menurut konsep agama, alam dunia adalah fana dan maya , semu atau bohong-bohongan atau tipuan. Kata al Qur’an, kehidupan dunia itu hanya sebuah permainan saja (la`ibun wa lahwun). Sedangkan kehidupan akhirat, itulah kehidupan yang sebenarnya, yang konkrit (wa innal akhirata lahiya al hayawan).

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, April 02, 2008

Bid`ah dan Budaya Islam
Dari segi bahasa, bid`ah artinya penciptaan, jika disebut bid`ah agama maka yang dimaksud adalah penciptaan hal-hal baru dalam agama. Hadis Nabi mengatakan bahwa semua bid`ah itu sesat, dan semua yang sesat akan masuk ke neraka (kullu bid`atin dholalah wa kullu dhalalah fin nar). Tetapi dalam hadis lain disebutkan bahwa barang siapa mempunyai kreatifitas yang baik, maka ia memperoleh pahala ganda, dari kreatifitasnya dan dari orang yang mengikuti kreatifitas itu (man sanna sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man `amila biha). Nabi dalam urusan tanam menanam juga pernah berkata bahwa ;dalam urusan ini engkau lebih tahu, (antum a`lamu bi umuri dunyakum).

Nah dari keterangan itu maka disimpulkan bahwa bid`ah yang dilarang adalah dalam hal agama, artinya mengada-ada apa yang semula tidak ada dalam hal agama. Lalu apa saja yang termasuk agama, dan dimana ruang kreatifitas itu. Nah disinilah terjadi pemilahan masalah;. Misalnya salat adalah wilayah agama yang tidak boleh diubah-ubah, dikurangi atau ditambah, tetapi gedung masjid, sajadah, kolam wudlu, menara, pakaian salat dan lain-lainnya adalah kebudayaan yang orang boleh berkreatifitas.

Adakah peringatan maulud Nabi itu wilayah agama atau kebudayaan ? sudah jelas peringatan maulud Nabi adalah kebudayaan Islam, yakni diciptakan oleh masyarakat atas ilham keagamaan, yakni didorong oleh rasa cinta kepada Nabi dan didorong oleh tujuan dakwah. Karena ekpressi cinta maka bentuk mauludan berbeda-beda, ada yang dalam bentuk ceramah agama, ada pawai obor, ada sekatenan, ada pembacaan rawi dan sebagainya. Kitab Rawi (Barzanji) itu sendiri adalah kitab sastra yang berisi epic sejarah Nabi, ditulis sebagai wujud kecintaan seorang sastrawan terhadap Nabi Muhammad. Untuk memahami kedudukan kebudayaan dalam beragama, maka perlu diketahui tingkat pemahaman terhadap agama.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger