Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Sunday, May 31, 2015

Manusia : Makhluk Tak Dikenal

Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA

Pendahuluan
       Membicarakan manusia tak akan pernah kurang bahan. Dimensi manusia yang belum terjamah fikiran manusia masih lebih banyak disbanding yang sudah diketahui. Kajian ini menjadi lebih menarik karena yang membicarakannya adalah manusia itu sendiri, kita. Dalam hal ini manusia azdalah subyek dan obyek sekaligus, dan mengapa demikian juga merupakan bagian dari kerumitan manusia. Mengapa manusia rumit ? karena manusia adalah tajalli atau perwujudan dari Tuhan Sang Pencipta. Artinya kehebatan dan kesempurnaan Tuhan antara lain diwujudkan dalam ciptaan yang rumit itu. Oleh karena itu al Qur’an misalnya menunjuk diri manusia sebagai bukti bagi orang yang ingin mengetahui Tuhan, wafi anfusikum afala tubshiruun ?artinya; dan didalam dirimu (terdapat banyak tanda-tanda kebesaran Tuhan), tidakkkah kalian bisa melihat ?(Q/51:21). Judul tersebut diatas termasuk hal yang menggelitik kita mengetahui maksudnya, karena secara logis kalimat itu sepertinya tidak benar. Misteri tentang manusia hamper pada semua aspeknya; fisiknya, kejiwaannya, syarafnyaa, spiritualnya, ruhnya, makna keberadaannya dan seterusnya.

Mengenal Diri Manusia
       Usaha manusia mengenali dirinya sudah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia, baik melalui filsafat, ilmu jiwa, antropologi maupun agama. Manusia adalah makhluk berfikir, tetapi fikirannya ternyata tidak menjamin tercapainya kebahagiaan dan kebenaran.  Seorang failasuf bisa berfikir jauh mengembara sangat jauh, tetap produk pemikiran tetap menyisakan keraguan, oleh karena itu filsafat menghasilkan kegelisahan, bukan ketentraman. Psikologi berusaha menggali hokum-hukum kejiwaan yang ada pada manusia agar bisa memahami perilakunya, karena kata para ahli psikologi, perilaku manusia adalah gejala dari jiwanya. Tetapi teori-teori psikologi yang dirumuskan oleh pemikiran juga tidak mendatangkan ketentraman. Dari teori psikoanalisa, ke behaviourisme, kognitip dan terakhir humanisme menunjukkan adanya perkembangan pemikiran yang dirasa semakin mendekati kebenaran. Tetapi ketika tumbuh pemikiran tentang kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, kembali terasa bahwa kajian psikologi itu masih jauh dari apa yang semestinya digapai.

Apa kata al Qur’an tentang Manusia ?
       Al Qur’an secara garis besar berisi gagasan-gagasan tentang Tuhan, manusia, alam, kenabian, wahyu dan akhirat. Secara keseluruhan al Qur’an adalah wahyu dari Tuhan, oleh  karena itu seluruh isinya pastilah benar, tak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, la roiba fihi. Jika ada satu ayat atau kalimat al Qr’an yang terasa tidak masuk akal, hal itu bukan karena al Qur’an tidak masuk akal, tetapi karena akal kita (yang relatip) untuk sementara belum dapat menjangkau kebenaran wahyu al Qur’an (yang mutlak). Tafsir merupakan usaha manusia untuk menggali kandungan al Qur’an. Karena tafsir merupakan karya manusia maka tingkat kebenaran tafsir bersifat nisbi atau relatip, oleh karena itu sautu ayat bisa dirafsiri secara berbeda oleh para ulama. Para ulamapun menyadari bahwa penafsirannya belum tentu benar, oleh karena itu mereka selalu mengakhiri tafsienya dengan kalimat wallohu a`lamu bssawab, artinya bahwa hanya Allohlah yang lebih mengetahui mana yang benar. Secara metodologis, kualitas tafsir bertingkat-tingkat-tingkat, yang tertinggi adalah tafsi al Qur’an bil Qr’an, yakni menafsirkan ayat al Qur’an dengan ayat  yang lain. Kedua tsfsir al Qur’an dengan sunnah, dan ketiga tafsir Qur’an derngan  pendapat para sahabat Nabi, ke empat, tafsir al Qur’an dengan  bahasa, dengan ilmu pengetahuan dan dengan isyarat (tafsir sufi). Kebenaran al Qur’an tidak cukup disikapi dengan akal, tetapi harus dengan iman.

Gagasan Tentang Manusia disebut al Qur’an meliputi proses kejadiannya, kejadian awal maupun proses reproduksinya, ruhn ya, kejiwaannya (nafsaniyahnya), tyhpologinya, perilakunya dalam sejarah (sunnatulloh kehidupan) maupun akhir kesudahannya, yakni kehidupan setelah kematiannya (akhirat).  Manusia disebut al Qur’an dengan nama basyar, insane dan bani Adam. Basyar adalah manusia dilihat dari aspek fiszik dan kesamaannya dengan manusia yang lain sebagai kesatuan. Sedangkan insane adalah manusia sebagaa makhluk psikologis. Dari segi bahasa, insan berasal dari kata  nasiya yansa yang artinya lupa, dari kata ‘uns yang artinya mesra, dan dari kata nasa yanusu yang artinya bergejolak. Jadi manusia adalah makhluk psikologhis yang memiliki tabiat pelupa, memiliki kemesraan dan memiliki potensi bergejolak. Typologi psikologis manusia adalah berada antara titik ekrim  sadar hingga lupa, benci hingga mesra, dan antara tenang hgingga bergejolak.

Manusia antara Terkenal dan Tidak Dikernal.

       Dalam dimensi duniawi, manusia jelas dikenal, tetapi pengenalan atau ilmu pengetahuan  tentang manusia oleh manusia tidak semaju ilmu penmgetahuan terhadap  yang lain. Kajian tentang fisik manusia saja  hingga hari ini belum tuntas, apalagi kajian t5entang hakikat manusia. Menurut Dr. Alexsis  Careel, pertanyaan tentang manusia pada hakikatnya hingga kini tetap tanpa jawaban.
       Ayat pertama al Qur’an surat al Insan berbunyi; hal ata `alal insxani hinun min addahri lazm yakun syaian madzkura, artinya : telah datang pada manusia suatu masa dimana ia adalah bukan sesuatu yang dapat disebut. Jika kita ditanya,  200 tahun yang lalu anda berada dimana ? maka tidak ada jawaban kecuali mengatakan bahwa ketika itu anda belum bisa dsisebut keberadaannya, bahkan “bahan” nya dimana juga tidak tahu. Apakah hal itu berarti anda belum ada ?

       Dalam perspektip Tuhan, 100 tahun yang lalu, 200 tahun yang lalu, anda sudah ada, kelaminnya , jumlah saudaranya, nasibnya dan akhir kesudahannya kesemuanya sudah adaa pada ilmu Tuhan. Demikian juga berapa cucu anda kelak, juga sudah ada pada ilmu Tuhan siapa Presiden RI yang ke delapan, ke Sembilan dana seterusnya. Jadi seoran g presiden yang bernama Jokowi miszalnya, adakah diantara kita yang sudah mengenalnya 100 tahun sebelum kelahirannya ?. Demikian juga siapa yang tahu  bagaimana kita nanti sesudah mati ?. Itulah makna bahwa di satu sisi manusia adalah makhluk yang tidak dikenal, misterinya belum terkuak nyata. Adakah anda mengenal diri anda ?

       Jika seseorang mati, ia disebut telah meninggal atau berpulang ke rahmatullah. Apakah orang yang telah mati berarti telah hilang eksistensinya ? bagaimana dengan sorga dan neraka ?.....masih banyak lagi aspek manusia yang belum dikenal.

Read More
posted by : Mubarok institute
Logika Terbalik
Oleh: Prof. Dr. Achmad Mubarok
Kerja keras belum tentu produktif, lihat tukang becak, sungguh ia sudah kerja keras mengayuh becaknya hingga ngos-ngosan keringatan, tetapi hasilnya ternyata tidak memadai. Kerja cerdas lebih produktip, tidak terlalu keringatan tetapi hasilnya bisa jauh lebih banyak. Tetapi banyak juga orang yang sudah kerja cerdas, sudah menghasilkan begitu banyak, segala yang dibutuhkan sudah tersedia, ternyata hidupnya tidak tenang, gelisah dan ujung-ujungnya lari ke narkoba atau mendekam di penjara.  Nah ada jenis kerja lain,yaitu kerja ikhlas. Dapat banyak alhamdulillah, dapat sedikit alhamdulillah, belum dapat, sabar dan berusaha lagi. Seberapapun yang diperoleh dari kerja keras, cerdas dan ikhlasnya, ia bisa menerimanya dengan senang hati, karena ia menyadari bahwa wilayah manusia itu hanya berikhtiar, hanya berusaha, sedangkan hasil, disitu ada tangan Tuhan. Ada orang sudah dapat banyak masih kurang dan hatinya gelisah, makan tak enak tidur tak nyenyak, dimusuhi orang banyak. . Yang lain dapatnya sedikit tetapi ia merasa cukup bahkan masih bisa memberi. Dengan tenang ia menikmati hasil jerih payahnya, damai, harmoni dengan lingkungan dan bahkan dihormati orang lain.

Matematika Bumi vs Matematika Langit

          Menurut hitungan matematis,orang yang punya uang sepuluh juta rupiah kemudian diambil lima juta untuk membantu biaya sekolah anak-anak yatim maka uangnya yang tersisa hanya tinggal lima juta rupiah  Jika  orang itu kemudian  mempunyai pola perilaku tetap yaitu selalu memberikan separoh hasil usahanya untuk membantu orang lain yang kesulitan,maka menurut hitungan matematis ia pasti lambat kayanya dibanding jika ia tidak suka memberi. Jika ia menjadi kaya  10 tahun kemudian,maka logikanya jika tidak suka memberi, ia sudah bisa menjadi orang kaya lima tahun lebih cepat. Tetapi realitas kehidupan sering berbicara lain. Orang yang suka memberi justeru lebih cepat kaya sementara orang yang kikir usahanya sering tersendat-sendat. Sama halnya orang dagang yang selalu mengambil keuntungan dengan margin tertinggi justeru kalah bersaing dengan pedagang yang mengambil keuntungan dengan margin rendah. Kenapa ? karena hidup itu bukan hanya matematis, ada matematika bumi dan ada matematika langit. Orang yang kekeuh dengan hitungan matematis dalam interaksi social tanpa disadari ia justeru kehilangan peluang non teknis yang nilainya tak terukur secara matematis, yaitu berkah. Berkah adalah terdayagunanya nikmat secara optimal. Dari uang lima juta rupiah misalnya  semua terinvestasi tanpa ada sedikitpun kebocoran,sehingga pertumbuhannya konstan. Sedangkan penghasilan yang tidak berkah dapatnya sepertinya banyak,tetapi yang terdayaguna hanya sedikit karena sebagian besar justeru bocor kewilayah-wilayah yang tak ada hubungannya dengan programnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang bukan saja ia harus keluar uang banyak untuk berobat tetapi ia juga kehilangan waktu dan kehilangan asset. Lebih parah lagi jika juga harus berurusan dengan hokum.

      Matematika langit mengajarkan bahwa harta itu anugerah Tuhan.  Tuhan menyuruh manusia untuk bekerja keras dan Tuhan akan memberi menurut kehendak Nya sesuai dengan rumus-rumus matematika langit. Zakat misalnya  arti bahasanya adalah suci dan tumbuh,artinya orang yang disiplin membayar zakat hartanya menjadi suci (dari sorotan kedengkian orang miskin) dan hatinya pun menjadi suci (dari keserakahan matematis). Filosofi zakat ialah bahwa di dalam harta si kaya ada hak orang lain (miskin), yang meminta atau yang malu meminta. Jika zakat tak dibayarkan,maka maknanya si kaya memakan hak orang miskin. Zakat diartikan tumbuh artinya harta yang dizakati akan berkembang volume dan maknanya secara sehat. Logiskah ini ?

        Tuhan mengajarkan melalui pohon. Pohon yang secara regular digunting ranting dan daunnya  ia akan tumbuh berkembang secara indah dan berpola, karena dari ranting yang digunting akan tumbuh daun baru yang segar.  Jika pohon itu tak pernah dipotong maka pohon itu terus berkembang tetapi tidak indah, tidak berpola dan bahkan  bisa menjadi pohon besar yang angker. Orang kaya yang pemurah biasanya akrab dengan lingkungan, dicintai dan dihormati orang sekeliling. Orang kaya yang kikir seperti pohon yang angker, orang takut mendekat kecuali yang agak bau-bau pedukunan dan setan. Ketika orang kaya mengalami kecelakaan, rumah terbakar misalnya, maka orang banyak akan sibuk menolongnya. Sebaliknya ketika orang kaya kikir rumahnya kebakaran, orang miskin di sekelilingnya senyum-senyum sambil berkata, nah…… makan lu hartamu

Kearifan Universal dan Kearifan Lokal

        Matematika langit banyak sekali mengajarkan logika terbalik.  Dari nilai-nilai kearifan local (Jawa) misalnya ada ungkapan; wani ngalah luhur wekasane,  orang yang berani mengalah akan terhormat di belakang hari. Kalau menurut matematikabumi, mengalah sama saja dengan kalah, berarti lemah . Tetapi menurut matematika langit,mengalah adalah kekuatan,karena hanya orang kuat yang bisa mengalah. Mengalah berbeda dengan kalah, orang yang bisa mengalah biasanya menang dibelakang, orang yang menang-menangan biasanya akhirnya malah kalah di belakang hari. Nah nilai-nilai kearifan universal banyak sekali dijumpai, di ayat kitab suci, hadis maupun maqalah atau kata-kata mutiara. Berikut ini contohnya;

  • Barang siapa (pemimpin) yang  rendah hati, ia akan diangkat martabatnya oleh Tuhan, dan barang siapa (pemimpin) sombong, ia akan dijatuhkan Tuhan (man tawadlo`a rofa`ahulloh, waman takabbaro wadlo`ahullah/hadis nabi). Sejarah mengajarkan betapa banyaknya penguasa otoriter yang zalim dijatuhkan secara nista oleh rakyatnya, di sisi lain ada Nelson Mandela, dipenjara 27 tahun oleh rezim yang zalim, begitu keluar diangkat menjadi presiden Afrika Selatan oleh rakyat.
  • Cintailah kekasihmu sederhana saja, siapa tahu di belakang hari ia justeru menjadi orang yang paling kau benci, dan bencilah musuhmu sederhana saja, siapa tahu di belakang hari ia justeru menjadi orang yang paling kau cintai (al Gazali)
  • Apa-apa yang kau sukai mungkin berdampak buruk bagimu,dan apa-apa yang kau benci mungkin justeru berdampak positip bagimu (al Qur’an)
  • Jika engkau duduk di bagian belakang,kemudian orang mempersilahkanmu pindah ke depan, itu lebih baik  dibanding jika engkau langsung duduk di bagian depan tetapi kemudian  orang datang meminta maaf kepadamu agar pindah ke belakang karena tempat itu sudah disediakan untuk orang lain yang lebih berhak (Isa al Masih)
  • Jangan menghakimi sesuatu yang nampak buruk, karena yang nampak buruk bisa berubah menjadi baik (husnul khotimah) dan sebaliknya yang nampak baik bisa berubah menjadi buruk (su’ul khotimah). Ulat yang menjijikkan dan serakah memakan daun di pohon ternyata bisa berubah menjadi kupu-kupu yang indah berwarna warni terbang kian kemari.
  • Dalam awal pidato orang terkadang menyapa dengan kalimat , “yang terhormat”, terkadang dengan kalimat “ yang kami hormati”. Orang yang terhormat tetap terhormat meski tidak kami hormati, karena kehormatan seseorang itu menempel pada dirinya. Sedangkan orang yang kami hormati bisa jadi memang orang terhormat, bisa juga bukan orang terhormat, karena ia hanya dihormati karena jabatan formalnya. Begitu lepas jabatan maka tidak ada lagi orang yang menghormatinya karena ia memang bukan orang yang terhormat.

Read More
posted by : Mubarok institute

Friday, May 15, 2015

Manusia Pembelajar Yang Cerdas dan Berbudi Luhur (2)

      
Banyak orang terpelajar tidak menjamin kemudahan dan ketertiban, buktinya orang-orang yang sekarang tersandung masalah hokum kebanyakan orang-orang terpelajar. Ada nilai lain yang membuat menudsia pembelajar yang cerdas itu membawa manfaat, yaitu berakhlak mulia atau berbudi luhur. Bahkan Berbudi Luhur lebih bernilai disbanding kecerdasan intelektual. Orang yang proporsional kecerdasannya, intelektual, emosional dan spiritual, merekalah yang berpotensi menjadi manusia pembelajar yang cerdas dan berbudi luhur.
·         Bahasa agama dari budi luhur adalah akhlaq mahmudah atau akhlak mulia. Akhlak bukan perilaku, tetapi keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perilaku. Perilaku orang yang berakhlak mulia bersumber dari batinnya (bukan hanya dari fikirannya) dan bersifat konsisten . Sedangkan orang yang akhlaknya buruk  bisa jadi suatu waktu bisa melakukan suatu perbuatan baik sebagai strategi dalam mencapai tujuannya. Ia bisa menutupi “wajah” aslinya dengan topeng. Saking seringnya memakai topeng hingga suatu saat ia lupa wajah sendiri. Akhlak ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir (sopan santun). Penipu biasanya sangat sopan. Kontek akhlak ada dengan sesame manusia, dengan alam , dengan Tuhan dan dengan diri sendiri.
·          Nilai kebaikan ada yang disebut dengan kata al khoir dan ada yang disebut dengan al ma`ruf. Al khoir adalah kebaikan yang bersifat universal, diakui oleh semua manusia, semua agama se-panjang masa. Sumber nilai al khoir adalah Tuhan. Sedangkan al ma`ruf adalah sesuatu yang secara social dipandang baik, sumbernya adalah budaya. Sedangkan nilai keburukan ada yang disebut dengan fakhisyah dan ada yang disebut dengan al munkar.Fakhisyah adalah sesuatu yang secara universal dipandang buruk, keji. Zina termasuk fahisyah, oleh karena itu seorang pezinapun tersinggung ketika isterinya dizinai orang. Sedangkan alma`ruf adalah keburukan yang ditutupi dengan logika akal-akalan. Contoh suap disebut sebagai pelican, korupsi disebut sebagai komisi. Jika al khoir dan fakhisyah bersifat universal, al ma`ruf dan al munkar bersifat regional.
Pengajar dan Pendidik
·         Guru ada yang baru memiliki kualifikasi pengajar, ada yang sudah menjadi pendidik. Tugas pengajar hanya transfer kognitip, pusat perhataiannya lebih pada honor atau apresiasi yang lain. Sedangkan pendidik bekerja mentransfer perilaku, mentransfer budaya. Pusat perhatiannya adalah pada bagaimana membentuk karakter murid. Ia mencintai tugasnya dan mencintai muridnya. Guru pengajar biasanya dikenang muridnya sebagai bekas gurunya, sedangkan guru pendidik bukan saja tetap dikenang sebagai guru, bahkan selalu menjadi inspirasi, meski sang guru telah tiada. Proses seorang pengajar hingga menjadi pendidik biasanya membutuhkan waktu pan  jang, sekitar sepuluh tahunan bahkan lebih.
·         Manusia Pembelajar yang Cerdas dan Berbudi luhur pastilah seorang guru pendidik. Kekuatannya bukan hanya di kelas, seluruh perilakunya, bahkan diamnya pun mempunyai kekuatan edukasi, mempunyai magnit keteladanan. Dalam budaya jawa, kata guru adalah singkatan dari di gugu dan di tiru, yakni sosok yang terpercaya dan menjadi panutan.



Manusia magnit
·         Keberhasilan suatu dakwah, penerangan atau sosialisasi gagasan berhubungan dengan tingkat persuasifnya. Pendekatan persuasive membuat orang banyak  mengikuti ajakan dakwah tetapi merasa sedang melakukan sesuatu atas kemauan sendiri. Meski demikian, keberhasilan ajakan itu boleh jadi lebih pada (a) pesona da’I, atau (b) ajakan itu memang relefan dengan yang diinginkan, atau (3) karena masyarakat memang sedang bingung atau sakit yang sangat mendambakan hadirnya tokoh penyembuh, atau  (4) karena  kemasan yang menarik.
·         Secara umum, seorang tokoh atau guru bisa menjadi magnit yang kuat daya tariknya  jika memiliki criteria-kriteria yang dipandang positip oleh masyarakat, antara lain:
1.       Memiliki kualifikasi akademis di bidang yang disampaikan
2.       Memiliki konsistensi antara amal dan ilmunya
3.       Memiliki kesantunan dan lapang dada
4.       Memiliki sifat pemberani
5.       Dikenal sebagai orang yang memiliki sifat `iffah atau tidak mengharap pemberian
6.       Qona`ah atau kaya hati
7.       Memiliki kemampuan berkomunikasi
8.       Memiliki ilmu bantu yang relevan
9.       Memiliki sifat Percaya diri dan rendah hati
10.   Punya selera tinggi,
11.   Sabar
12.   Memiliki nilai lebih, dan anggun
·         Sedangkan keanggunan seorang tokoh dapat dilihat tanda-tandanya , antara lain:
1.       Tidak terlalu banyak bicara, yang perlu saja
2.       Tidak juga terlalu banyak tingkah
3.       Bisa menjadi pendengar yang baik dari lawan bicaranya
4.       Jika menjawab pertanyaan tidak spontan, tetapi diam sejenak sebelum menjawab
5.       Tidak terlalu banyak bercanda
6.       Menjaga jarak pergaulan dengan orang yang dikenali sebagai orang tidak baik
7.       Menjaga diri dari citra negatip tertentu


Read More
posted by : Mubarok institute
Menjadi Manusia Pembelajar Yang Cerdas dan Berbudi Luhur (1)

Mengenali Manusia
       Manusia adalah makhluk yang suka mempertanyakan diri sendiri, dan pertanyaan tentang manusia itu sudah berlangsung sepanjang sejarah manusia itu sendiri, tetapi pembicaraan tentang manusia ini hingga kini dan seterusnya akan tetap menarik . Daya tarik pembicaraan tentang manusia itu adalah karena pengetahuan tentang makhluk hidup dan terutama manusia belum mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya. Pertanyaan tentang manusia pada hakikatnya hingga kini masih tetap tanpa jawaban.
·         Manusia adalah makhluk yang  diciptakan Tuhan dengan desain kejiwaan yang sangat sempurna, tetapi ia berpeluang  jatuh terjerembab menjadi makhluk yang terendah (laqad koholaqna alinsan fi ahsani taqwim, tsumma rodadnahu asfala safilin)
·         Secara fisik manusia adalah yang paling “cakep” dimuka bumi dan paling “manis” gerak geriknya.
·         Meski keahlian tehnis dikalahkan oleh binatang tertentu, misalnya tidak bisa terbang seperti burung, tetapi potensi psikisnya bisa melengkapi kekurangannya sehinggga manusia dengan teknologi bisamengarungi angkasa  dan bisa menjelajahi  kedalaman air.
·         Keunggulan manusia dibanding makhluk lain adalah karena manusia dilengkapi dengan perangkat kejiwaan, yang membuat manusia mampu berfikir, berperasaan dan berkehendak.
·         Jiwa manusia sebagai system (system nafsani) terdiri dari akal (`aql), hati (qolb), hati nurani (bashiroh), syahwat dan hawa nafsu, masing-masing sebagai subsistem dimana hati menjadi menejernya.
·         Akal kerjanya berfikir, produknya adalah rasionalitas. Hati kerjanya memahami realitas dengan perasaan. Hal-hal irrational yang tidak bisa difahami oleh akal bisa difahami oleh hati. Kandungan hati sangat  kompleks , dari titik ektrim kiri hingga ekstrim kanan, dari sadar hingga lupa, dari mesra hingga benci, dan dari tenang hinggga  gejolak. Sesuai dengan namanya qolb, karakter hati adalah tidak konsisten. Hati nurani atau bashiroh adalah pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Ia disebut juga sebagai cahaya ketuhanan yang ditempatkan didalam hati. Oleh karena itu berbeda dengan hati yang berkarakter inkonsisten, nurani berkarakter konsisten, dan tidak bisa diajak kompromi dengan kebohongan. Syahwat adalah dorongan terhadap apa yang dinginkan. Syahwat merupakan penggerak perilaku yang membuat hidup menjadi dinamis, sepanjang proporsionil. Sedangkan hawa nafsu adalah dorongan kepada sesuatu yang sifatnya rendah, maunya sekarang, yang penting enak, gak peduli akibat.
·         Setiap manusia berbeda subsistem mana yang paling dominan. Jika akalnya yang kuat maka hidupnya rationil, tetapi terkadang kering. Jika hati yang dominan maka ia menjadi perasa dan penuh maklum. Jika nurani yang dominan maka dijamin pilihannya benar dan langkahnaya tepat. Jika syahwat yang dominan, maka ia mudah terjerumus ke hedonism. Jika hawa nafsu yang dominan, maka pilihannya mudah  keliru dan langkahnyapun sesat. Menejemen qalbu adalah mensinergikan subsistem dalam  mempersepsi stimulus maupun dalam mengambil keputusan serta dalam bertindak sehingga ouputnya adalah perilaku yang indah , harmoni, bahkan suci. Sedangkan mismenejemen qalbu akan melahirkan perilaku menyimpang.
Manusia Sebagai Makhluk Pembelajar
·         Manusia adalah satu-satunya  makhluk yang  suka mempertanyakan diri sendiri  disamping mempertanyakan yang lain. Dalam berkomunikasi  melewati proses pentahapan (a) menerima stimulus, kemudian (b) mengolah informasi, kemudian (c) menyimpan informasi, dan (4) menghasilkan kembali informasi, proses ini disebut system komumnikasi intra personal dimana prosesnya meliputi sensasi, persepsi, memori dan berfikir. Dalam proses itu banyak sekali hal-hal yang mempengaruhinya. Persepsi misalnya dipengaruhi oleh perhatian. Perhatianpun dipengaruhi oleh factor-faktor penarik perhatian, seperti gerakan, kontras, kebaruan dan perulangan
·         Manusia merasa harus berfikir karena ia harus  menjawab pertanyaan, harus mengatasi masalah atau dituntut kreatip. Ada beberapa kualitas berfikir, yaitu (a)melamun, (b) berfikir, (c) bertafakkur, dan (d) bertadabbur. Produk berfikir  berbeda dengan produk tafakkur dan berbeda pula dengan produk tadabbur. Berfikir obyeknya di depan langsung, bertafakkur obyeknya jauh di depan dan jauh dibelakang, sedangkan bertadabbur obyeknya menukik kedalam.
·         Manusia dalam mempersepsi orang lain atau orang lain mempersepsi kita (disebut system komunikasi interpersonal) dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya situasi yang berbeda, pengalaman,juga  konsep diri, baik konsep diri positip maupun konsep diri negatip.
·         Faktor-faktor itu semua mempengaruhi cara belajarnya maupun hasil dari belajarnya., sehingga ada orang yang pandai mengambil pelajaran dan ada juga orang yang tidak bisa mengambil pelajaran. Ada yang cepat tanggap ada yang lambat, ada yang cermat dan ada yang gegabah, ada yang orientasinya hari ini, ada yang orientasinya jauh di masa depan.
Tingkat kecerdasan Manusia
·         Kecerdasan ideal adalah sifat Nabi, yaitu Shiddiq, amanah, fathonah dan tabligh, benar, dapat dipercaya, cerdas dan peduli
·         Ada orang `alim dan ada orang `arif. ~alim artinya mengetahui, sedangkan `arif artinya mengenal. Banyak orang tahu ada Tuhan, tetapi hanya sedikit yang mengenal Tuhan. Bahkan ada seorang isteri yang sudah puluhan tahun sekasur  dengan suaminya ternyata ia baru benar-benar mengenali suaminya pada usia perkawinan yang ke 40 dan setelah itu ia mengambil keputusan bercerai. Tingkatan pengetahuan juga dapat difahami melalui `ilmul yaqin, kemudian `ainal yaqin, dan baru haqqul yaqin.
·         Kita sudah mengenal ada istilah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan ada kecerdasxan spirtitual.
·         Orang cerdas pasti jujur. Dibawah cerdas ada orang yang disebut cerdik, orang cerdik biasanya sudah agak kurang jujur. Dibawahnya ada orang pintar, dan orang pintar bisa  minteri atau “ngerjain”orang lain. Dibawah orang pintar ada orang lihai, dan dibawah lihai adalah orang yang licik. Sedangkat tingkatan kejujuran , yang tertinggi adalah jujur, dibawahnya ada lugu, dan dibawahnya ada bodoh.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, May 10, 2015

Psikologi Kepemimpinan Politik(2)

Sunnatulloh sejarah adalah berputar. Pada zaman kejayaan Islam Daulah Abbasiah yang berpusat di Bagdad, perbedaan Timur dan Barat sangat menyolok. Di Bagdad sudah ada universitas, ada kolam renang umum, di Eropah masih hidup di abad gelap (blue age).Di Istana raja Perancis yang ratusan kamar ternyata hanya ada satu kamar mandi, maknanya di Barat belum mengenal budaya mandi. Ketika duta besar Bagdad memberikan hadiah jam air kepada raja, Raja bertanya, sihir apa yang menggerakkan jam ini. Tetapi tiga empat abad kemudian keadaan berbalik, dunia Islam mengalami kemunduran, Eropah bangkit, dan Napoleon malah bisa menjaklukkkan Mesir. Ketika Napoleon berkunjung ke Universitas Al Azhar, ia menjumpai seorang profesor sedang mengajar di kelas dengan jumlah mahasiswa yang banyak tetapi hanya ada satu buku, yakni yang dipegang sang guru besar. Napoleon bertanya, kenapa buku hanya satu padahal mahasiswa banyak. Dijawab, kan sulit menulisnya (dengan tulisan tangan). Napoleon berkata, bolehkah saya membantu saya tuliskan buku itu menjadi duaratus supaya semua mahasiswa punya. Sang Guru Besar bertanya, berapa puluh tahun anda akan menyelesaikan tulisan itu ? antara 3 sampai 4 bulan, kata Napoleon. Sang Guru besar Mesir sama sekali tidak percaya dan menganggap Napoleon takabbur. Maka dengan datar dan sinis gurubesar Mesir itu berkata, ya silahkan , mudah2an selesai.


Ternyata hanya dalam waktu tiga bulan benar-benar diantar 200 exp buku teks itu, maka sambil terperangah, guru besar Mdesir itu bertanya, tuan Napoleon, sihir apa yang bisa menulis secepat itu ? Napoleon senyum-senyum saja, dan dia tahu betul bahwa bangsa Mesir belum mengenal mesin percetakan. Begitulah sejarah berputar termasuk dalam perputaran kepemimpinan politik.


Kepemimpinan Islam Kontemporer


Ada tiga Istilah pemimpin pada awal sejarah Islam yaitu: imam, khalifah dan amir al mu’minin. Imam adalah istilah pemimpin secara umum, termasuk al Qur’an juga disebut sebagai imam (waj`alhu lana imaman wa nuron wa rohmah). Nama Khalifah muncul ketika Abu Bakar Shiddiq dibai’at sebagai pemimpin menggantikan Rasulullah yang baru saja wafat, maka jabatan itu disebut khalifatu rasulillah. Amir al mu’minin (panglima kaum mu’min) diberikan kepada pengganti Abu bakar, yakni Umar bin Khatthab sebagai pengganti istilah khalifatu Rasulillah karena secara bahasa tidak elok menyebut khalifatu khalifati rasulillah, tetapi istilah khilafah tetap melekat sepanjang sejarah politik Islam. Siapa yang layak menjadi imam, filosofinya dapat diambil dari kriteria rekruitmen imam shalat, yakni (1) yang fasikh bacaannya, (2) faham syarat rukun dan (3) telah berusia/senior. Jika diterapkan dalam kepemimpinan politik maka kriteria rekruitmenyya adalah orang yang (1) pandai mengkomunikasikan gagasannya, (2) faham konstitusi, dan (3) punya jam terbang pengalaman memimpin. Siapapun yang terpilih menjadi imam maka makmum harus taat. Jika imam melakukan kekeliruan maka makmum boleh menegur imam tetapi dengan lembut. Jika imam batal maka ia langsung harus mengundurkan diri.


Dalam praktek, karena politik adalah ekpressi kerjasama dan bersaing, sementara banyak yang bersaing bukan untuk mengejar nilai-nilai luhur, maka sejarah Islam sejak awal (pasca khulafa rasyidin) menampilkan konflik politik yang bukan saja tidak fair, tetapi penuh dengan intrik-intrik jahat, sehingga pemimpin yang ideal jarang sekali muncul. Fenomena itu dijadikan pijakan teori sosiologi oleh Ibnu Khaldun bahwa jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai dengan lahirnya tiga generasi, yaitu (1) generasi pendobrak, (2) generasi pembangun, dan (3) generasi penikmat, yaitu mereka yang sibuk menikmati tanpa berfikir membangun. Jika generasi penikmat sudah dominan maka akan muncul generasi ke (4) yaitu generasi yg tak peduli masa lalu dan tak peduli masa depan, mereka tidak menghargai pahlawan yang telah lalu dan tidak memikirkan nasib generasi anak cucu, dan itu pertanda bangsa itu akan runtuh. Menurut Ibnu Khaldun, zaman emas dari kepemimpinan suatu bangsa selalu minoritas antara 5-10 tahun dalam satu abad.


Sejak runtuhnya khilafah Usmaniyah, tidak lagi muncul kepemimpinan Islam kontemporer dalam pentas sejarah kecuali sedikit indikator. Pada era global sekarang, kepemimpinan suatu bangsa bukan saja harus mermiliki kedaulatan nasional yang kuat, tetapi juga harus pandai bermain di pentas global, karena teknologi informasi telah menghapus perbatasan (fisik) suatu negara. Pemimpin muslim Nasional bagaimanapun harus memiliki


1. integritas yang melekat pada dirinya,


2. memiliki kompetensi dalam bidang kepemimpinannya, yang diwujudkan dalam menejemen organisasi pemerintahnya dan 


3. memiliki komitmen yang kuat dalam meningkatkan kualitas hidup rakyatnya, antara lain bisa memilih secara tepat skala prioritas dalam membangun bangsanya sehingga pemerintahannya menjadi efektip (effective government).


Se kharismatis apapun pemimpin Islam jika gagal dalam membangun pemerintahan yang efektip maka ia tidak akan diakui kepemimpinannya. Sangat menarik jargon politik dalam fiqh politik yang substansinya mengatakan, bahwa kekuasaan politik tak akan runtuh hanya karena pemimpinya kafir (tetapi adil), sebaliknya kekuatan politik akan runtuh manakala pemimpinnya zalim (meskipun ia muslim), yabqa almulku ma`al kufri wala yabqa ma`a al dhulmi. Dewasa ini dari dunia Islam hanya Turki dan Iran yang potensil eksis di era global.,sedangkan di Timur Tengah fenomena politiknya sudah seperti tanahnya yang berupa pasir, mudah tercerai berai. Indonesia sebagai mayoritas muslim terbesar di dunia juga masih belum bisa dibayangkan masa depan kedaulatannya, termasuk belum terbayang pemimpin dari Partai Islam yang potensil menjadi pemimpin politik kharismatis yang sekaligus menjadi pemimpin yang efektip secara nasional, apalagi global..


Problem Politik Era Global


Isim fa`il dari siyasah (politik) adalah sais. Orang Betawi menggunakan kata sais untuk menyebut kusir sado atau pengendali kereta kuda. Mengapa ? karena politik dan kuda itu sama-sama power, maka ukuran kekuatan mesin mobil juga disebut dengan istilah tenaga kuda atau horse power. Politik adalah kendaraan untuk menggapai tujuan kekuasaan, kuda dan keretanya adalah juga power untuk mengantar ke tempat tujuan. Pengendali politik harus memiliki kepandaian seperti pengendali kuda, kapan harus berlari cepat, kapan harus lambat, kapan belok dan kapan berhenti. Watak politik dan kuda juga sama, yaitu liar, maka seorang sais secara sengaja memasang kacamata kuda agar kuda tidak melihat kiri kanan atau belakang, tetapi fokus tujuan ke depan. Jika tidak mengenakan kacamata kuda, maka kuda menjadi liar tidak mudah dikemndalikan, dan bahkan bisa mencelakakan sais berikut kereta dan penumpangnya.


Problemnya, era global adalah era keterbukaan. Pada era global nyaris tidak ada sesuatu yang bisa disembunyikan, oleh karena itu barbarika politik mudah sekali terjadi. Barbarika politik juga akhirnya menyeret pengendali politik dari partai apapun berperilaku barbar dalam berpolitik. Menurut penelitian psikologi, 83% perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh berbagai stimuluis campuran. Ceramah da`i yang mengutip al Qur’an hanya memiliki kekuatan efektip sebesar 11%, sementara uang dan rekayasa melalui media (TV dan jejaring sosial) justeru memiliki tingkat efektifitas sebesar 83%.


Kesimpulan


Pada era dimana globalisasi dengan teknologi informasi merupakan kenyataan yang tidak bisa dibendung, maka Kepemimpinan Islam kontemporer hanya mungkin efektip jika para pemimpin Islam disamping memiliki integritas tinggi yang melekat dan menguasai mmenejemen organisasi juga menguasai teknologi informasi, sehingga IT menjadi media dakwah yang bisa mengalahkan informasi lainnya yang negatip. Wallohu a`lamu bissawab.


Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger