Wednesday, March 18, 2009
Pemimpin
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Arti Masyarakat itu sendiri yang berasal dari bahasa Arab musyarakah adalah saling bersekutu. Jadi masyarakat adalah wujud dari kesepakatan umum bagaimana setiap warganya dijamin peluangnya untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam sistem masyarakat, diatur yang kecil tidak dizalimi oleh yang besar, yang lemah dijamin memperoleh keadilan, yang memiliki kelebihan dijamin penghargaannya. Masyarakat juga sepakat untuk memberikan perlindungan kepada hak-hak azazi manusia, fisiknya, hartanya, fikirannya, jiwanya dan keyakinannya. Untuk itulah maka masyarakat mem¬bangun tradisi, membangun kebudayaan, membangun institusi seperti negara dan bahkan membangun badan dunia seperti Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).
Cita-cita bangsa Indonesia dengan mendirikan negara Republik Indonesia misalnya, seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 adalah untuk: (1) melindungi segenap warga negara, (2) hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganya, (3) menghargai kedaulatan rakyat, dan (4) berketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Manusia secara pribadi adalah makhluk yang di satu sisi berfikir positif dan menyukai kebaikan, tetapi di sisi lain terkadang berfikir negatif dan kemudian melakukan perbuatan yang bukan saja merusak dirinya tetapi juga merusak atau mengganggu orang lain. Perilaku manusia juga ada yang bersifat individual dan terkadang bersifat sosial. Ada orang yang secara pribadi adalah pendiam, penakut dan cenderung patuh, tetapi ketika ia menjadi bagian dari perilaku sosial yang bringas maka ia bisa berubah menjadi pemberani, nekad dan agresif, satu perilaku yang sangat berbeda dengan perilaku individualnya.
Untuk menjamin terlaksananya kesepakatan sosial, maka masyarakat mengenal struktur pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpin diberi kewenangan oleh orang banyak untuk mengorganisir dan mengatur strategi pencapaian tujuan, dan orang banyak harus membantu dan mentaati pemimpin yang telah di¬sepakati. Manusia mengenal sistem kepemimpinan (leadership) pada setiap lapisan. Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya (kullukum ra‘in). Kemudian suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, lurah adalah pemimpin satu desa dan seterusnya Presiden adalah pemimpin dari satu negara. Tipologi pemimpin itu bermacam-macam, tetapi kontrak pemimpin dan yang dipimpin bersifat “universal”. Kepe¬mimpinan akan efektif jika rakyat yang dipimpin merasa mem¬peroleh sesuatu dari pe¬mimpinnya; memperoleh rasa keadilan, rasa aman, dan bimbingan menuju masa depan yang menjanjikan. Oleh karena itu seorang pemimpin haruslah orang yang memiliki banyak kelebihan dibanding yang dipimpin, karena seorang pemimpin harus bisa memberi. Jika tiga hal itu tidak bisa diberikan oleh seorang pemimpin, maka kepe¬mimpinannya tidak akan efektif. Jika kepemimpinan tidak efektif maka kesepakatan umum bermasyarakat akan rusak, tatanan kehidupan menjadi tidak tertib, dan masya¬rakat manusia yang semestinya berbudaya tinggi akan berubah menjadi kerumunan binatang yang saling menyerang, apa yang sekarang disebut sebagai anarki.
Sebab-sebab terjadinya anarki
Al Mawardi merumuskan sebab-sebab terjadinya anarki pada suatu masyarakat dengan kalimat yang sangat pendek tetapi jelas; La yashluhu al qaumu faudla la surata lahum, wala surata idza juhhaluluhum sadu. Artinya; Suatu bangsa tidak akan eksis jika masyarakatnya anarkis. Anarkisme terjadi karena mereka tidak memiliki tokoh teladan yang dapat dijadikan panutan dalam hidup sehari-hari. Dan masyarakat akan kehilangan panutan jika orang-orang yang menjadi pemimpin terdiri dari orang-orang bodoh. Kata juhhal tidak mesti berarti bodoh dengan IQ rendah, tetapi juga bermakna, orang pandai yang melakukan perbuatan bodoh, bisa karena egois, karena buruk akhlaknya atau karena keliru cara berfikirnya.
Kekeliruan yang dilakukan oleh rakyat biasa, paling-paling hanya dicibirkan orang lain, tetapi kekeliruan dari seorang pemimpin (apalagi jika berulang kali dilakukan, karena kebodohannya) akan berdampak pada rusaknya tatanan sosial. Oleh karena itu periksalah seteliti mungkin sebelum mengangkat seseorang menjadi pemimpin. Wallahu a‘lam. v
Cita-cita bangsa Indonesia dengan mendirikan negara Republik Indonesia misalnya, seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 adalah untuk: (1) melindungi segenap warga negara, (2) hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganya, (3) menghargai kedaulatan rakyat, dan (4) berketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Manusia secara pribadi adalah makhluk yang di satu sisi berfikir positif dan menyukai kebaikan, tetapi di sisi lain terkadang berfikir negatif dan kemudian melakukan perbuatan yang bukan saja merusak dirinya tetapi juga merusak atau mengganggu orang lain. Perilaku manusia juga ada yang bersifat individual dan terkadang bersifat sosial. Ada orang yang secara pribadi adalah pendiam, penakut dan cenderung patuh, tetapi ketika ia menjadi bagian dari perilaku sosial yang bringas maka ia bisa berubah menjadi pemberani, nekad dan agresif, satu perilaku yang sangat berbeda dengan perilaku individualnya.
Untuk menjamin terlaksananya kesepakatan sosial, maka masyarakat mengenal struktur pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpin diberi kewenangan oleh orang banyak untuk mengorganisir dan mengatur strategi pencapaian tujuan, dan orang banyak harus membantu dan mentaati pemimpin yang telah di¬sepakati. Manusia mengenal sistem kepemimpinan (leadership) pada setiap lapisan. Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya (kullukum ra‘in). Kemudian suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, lurah adalah pemimpin satu desa dan seterusnya Presiden adalah pemimpin dari satu negara. Tipologi pemimpin itu bermacam-macam, tetapi kontrak pemimpin dan yang dipimpin bersifat “universal”. Kepe¬mimpinan akan efektif jika rakyat yang dipimpin merasa mem¬peroleh sesuatu dari pe¬mimpinnya; memperoleh rasa keadilan, rasa aman, dan bimbingan menuju masa depan yang menjanjikan. Oleh karena itu seorang pemimpin haruslah orang yang memiliki banyak kelebihan dibanding yang dipimpin, karena seorang pemimpin harus bisa memberi. Jika tiga hal itu tidak bisa diberikan oleh seorang pemimpin, maka kepe¬mimpinannya tidak akan efektif. Jika kepemimpinan tidak efektif maka kesepakatan umum bermasyarakat akan rusak, tatanan kehidupan menjadi tidak tertib, dan masya¬rakat manusia yang semestinya berbudaya tinggi akan berubah menjadi kerumunan binatang yang saling menyerang, apa yang sekarang disebut sebagai anarki.
Sebab-sebab terjadinya anarki
Al Mawardi merumuskan sebab-sebab terjadinya anarki pada suatu masyarakat dengan kalimat yang sangat pendek tetapi jelas; La yashluhu al qaumu faudla la surata lahum, wala surata idza juhhaluluhum sadu. Artinya; Suatu bangsa tidak akan eksis jika masyarakatnya anarkis. Anarkisme terjadi karena mereka tidak memiliki tokoh teladan yang dapat dijadikan panutan dalam hidup sehari-hari. Dan masyarakat akan kehilangan panutan jika orang-orang yang menjadi pemimpin terdiri dari orang-orang bodoh. Kata juhhal tidak mesti berarti bodoh dengan IQ rendah, tetapi juga bermakna, orang pandai yang melakukan perbuatan bodoh, bisa karena egois, karena buruk akhlaknya atau karena keliru cara berfikirnya.
Kekeliruan yang dilakukan oleh rakyat biasa, paling-paling hanya dicibirkan orang lain, tetapi kekeliruan dari seorang pemimpin (apalagi jika berulang kali dilakukan, karena kebodohannya) akan berdampak pada rusaknya tatanan sosial. Oleh karena itu periksalah seteliti mungkin sebelum mengangkat seseorang menjadi pemimpin. Wallahu a‘lam. v
assalamu'alaikum
salam kenal prof..
wassalamu'alaikum
menarik dan bermanfaat nih infonya
senang sekali bisa mampir ke blog anda
terimakasih banyak gan
Post a Comment
Home