Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, July 01, 2015

Integritas Diri (3)

Predikat Ideal Manusia

Sebagai makhluk budaya, manusia mengenal konsep. Konsep adalah lambang dan symbol yang ada dalam fikiran. Berfikir adalah bekerja dengan menggunakan lambang dan symbol sehingga tidak perlu menghadirkan benda-benda itu ke ruang dimana orang sedang berfikir. Dalam fikirannya, orang dapat menghadirkan begitu banyak benda dan hal, menembus ruang dan waktu. Meski demikan tetap saja ada orang yang hanya mampu berfikir sngat terbatas disamping ada orang yang pemikirannya sangat besar. Dengan berfikir orang bisa menjawab pertanyaan, mengambil keputusan, dan membuat kreasi baru. Kebudayaan dinentuk oleh sejarah, keyakjinan, geografi dan lingkunan sosio-kultur dimana manusia itu hidup. Oleh karena itu konsep besar, konsep hebat, konsep kehormatan berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain, antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Dalam konsep konglomerat uang satu juta rupiah adlah sedikit, tapi bagi orang miskin, uang satu juta adalah sangat besar, sangat banyak. Bagi orang yang punya integritas diri, memenangkan perkara di pengadilan dengan cara menyuap jaksa dan hakim adalah perbuatan yang memalukan, tetapi bagi orang yang tidak memiliki integritas diri, cara suap merupakan bagian dari kiat menggapai sukses. Namun demikian tetap saja ada common sence atau perasaan umum tentang manusia ideal. Diantara sosok –sok yang dipandng ideal oleh masyarakat adalah orang saleh, oramng besar, orang terhormat dan orang hebat.


1. Orang Saleh
Pada tingkat masyarakat manapun figur “orang saleh” selalu dihormti, bahkan pada masyarakat yang tidak beragama. Kesalehan itu ada yang bersifat ritual dan ada yang bersifat social. Orang saleh secra ritual ditandai dengan persepsi masyarakt bahwa ia adalah orang yang dekat dengan Tuhan, nampak dari rajin dn khusyu`nya dalam beribadat. Karena orang saleh tu dipersepsi dekat dengan Tuhan maka masyarakat banyak
yang berharap kepadanya agar didoakan, atau diberkati. Saleh secara social ditandai dengan solidaritasnya kepada masyarakat sehingga ia selalu mengulurkan tangannya untuk menolong orang lain, baik pertolongan yang bersifat ekonomi maujpun pertolongan yang bersifat kemanusiaan. Kata saleh secara bahasa mengandung arti baik, damai, dan patut,maka orang saleh selalu menyebarkan kebaikan, menebarkan rasa damai dan indah dilihat dan dirasa karena mematuhi standard kepatutan.

2. Orang Besar
Ukuran besar dan kecil sesungguhnya merupakan konsep social, oleh karena itu sesuatu yang dipandang besar oleh suatu lapisan masyarakat,mungkin dipandang kecil oleh lapisan masyarakat yang lain. Tetapi yang jelas ukuran besar itu dihubungkan dengan ruang. Sesuatu yang kecil di tempat sempit bisa dipandang besar, jika dipindah ke ruang besar maka ia dinilai sebagai sesuatu yang kecil. Karena manusia pada hakikatnya adalah jiwanya, maka orang yang bertubuh besar tidak serta merta dipandang sebagai orang besar. Orang besar adalah orang yang fikirannya,gagasannya, perhatiannya dan langkah-langkahnya melampaui ruang (tempat dan waktu) dimana ia berada . Pemimpin besar suatu bangsa adalah pemimpin yang perhatiannya menyentuh seluruh wilayah negeri dimana bangsa itu berada dan menembus jauh ke masa-masa dimana generasi masa depan akan hidup. Ia tidak terpaku memikirkan dirinya dan keluarganya, tetapi yang difikirkan adalah kesejahteraan bangsa hingga puluhan dan ratusan tahun ke depan. Karena ia berpikir panjang maka seorang pemimpin besar mampu mengalah demi untuk kemenangan di belakang hari. Mengalah bukanlah kalah,karena untuk mengalah diperlukan kekuatan, sedangkan kalah adalah kelemahan, yakni tidak memampu mengatasi masalah yang dihadapi. Ciri orang besar adalah namanya tetap disebut, nasehatnya tetap didengar, gagasannya tetap diteruskan meski ia telah meninggal puluhan atau ratusan tahun yang lalu. Pemimpin yang pusat perhatiannya pada mempertahankan kekuasaan dirinya adalah orang kecil meski ia menduduki tahta besar.

3. Orang terhormat
Kehormatan adalah martabat yang bersifat nilai. Orang terhormat belum tentu dihormati,dan orang yang dihormati belum tentu terhormat,karena kehormatan seseorang melekat pada dirinya, bukan penilaian dari orang lain. Kehormatan terbangun pada orang yang berpegang teguh kepada nilai-nilai yang dipandang sebagai kehormatan, seperti kesetiaan, kejujuran, kepahlawananan. Martabat mengandung arti tingkat, sedangkan kehormatan mengandung arti kesucian dan kemuliaan. Orang yang suka berbohong, atau berkhianat,atau suka ingkar janji adalah orang yang tidak terhormat. Seorang guru yang mempermainkan murid atau seorang pemimpin yang menindas bawahan adalah orang yang martabatnya rendah. Kehormatan itu kesucian, oleh karena itu kita mengenal makna kalimat ; gadis suci itu berusaha mempertahankan kehormatannya ketika pacarnya akan merenggutnya.. atau kalimat; hakim itu menodai kehormatan sendiri ketika menerima suap dari terdakwa. Seorang duta besar yang menjual informasi negaranya kepada pihak asing dengan nilai uang yang relatip tak seberapa adalah orang yang merendahkan martabat dirinya dan martabat negaranya.
Jadi orang terhormat adalah orang yang kukuh menjaga “muruah” (harga diri) nya dari melakukan sesuatu yang merendahkan martabat dan kehormatan dirinya, jabatan yang disandang, profesi yang dijalani maupun keluarganya. Orang terhormat adalah orang yang tinggi tingkat kesetiaannya kepada keluarga, amanah dan jabatannya serta tinggi tingkat dedikasinya dalam menjalankan tugasnya,profesinya dan kemanusiaannya. Musuh yang jujur dan kesatria lebih terhormat dibanding kawan yang culas dan khianat. Nabi memberikan pilihan hanya dua; hidup sebagai orang terhormat atau mati sebagai syahid (ksatria), `isy kariman aw mut syahidan.

4. Orang Hebat
Jarang yang menduga bahwa kata hebat itu bahasa Arab, haibat dari kata haba yahabu. Menurut Lisan al `Arab,kata haibat mengnadung konotasi agung (al ijlal) dan menakutkan (almakhafah).. Jadi orang hebat adalah orang yang memiliki banyak kelebihan dalam bidang-bidang tertentu sehingga ia dipandang agung oleh orang banyak yang oleh karena itu ia ditakuti atau disegani oleh lawan atau pesaingnya, Kehebatan biasanya ditunjukkan dalam bentuk prestasi luar biasa, jauh diatas rata-rata dan dipertahankan dalam waktu lama. Oleh karena itu ada orang yang disebut pernah menjadi orang hebat,tetapi sekarang kehebatannya telah sirna. Kehebatan bisa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ketrampilan teknis, kepemimpinan, menejemen, dan seni. Kehebatan bisa dalam bidang-bidang yang positip,bisa juga dalam bidang yang negatip,maka kita mengenal ada panglima perang yang hebat, pengusaha yang hebat,pembalapyang hebat,pelukis hebat dan maling yang hebat.



Read More
posted by : Mubarok institute
Integritas Diri(2)

Integritas Diri dan Religiusitas

Keyakinan agama merupakan bagian dari kepribadian seseorang, karena agama merupakan prinsip yang disakralkan yang pelanggarannya membawa implikasi merasa berdosa. Secara teori, orang yang taat beragama harusnya memiliki integritas yang tinggi, tetapi karena kualitas keberagamaan orang berbeda-beda maka corak integritas diri dipandang dari sudut religiusitas juga berbeda-beda. Al Qur’an misalnya menyebut integritas diri seorang muslim dengan sebutan muslim, mukmin, muhsin, muttaqin, saleh, mukhlis shabur dan halim, disamping fasiq, kafir , munafiq,zalim dan jahil.


1. Muslim, Mu'min , dan Muttaqin
Seorang muslim artinya orang yang telah berpasrah diri, dalam hal ini berpasrah kepada Tuhan, tetapi dalam rangking manusia berkualitas, seorang yang baru pada tingkat muslim berada pada tingkatan terendah. Karakteristik seorang muslim adalah seorang yang telah meyakini supremasi kebenaran, berusaha untuk mengikuti jalan kebenaran itu, tetapi dalam praktek ia belum tangguh karena ia masih suka melupakan hal-hal yang kecil. Sedangkan seorang yang sudah mencapai kualitas mukmin adalah seorang muslim yang sudah istiqamah atau konsisten dalam berpegang kepada nilai-nilai kebenaran, sampai kepada hal-hal yang kecil. Dalam hadis Nabi disebutkan bahwa iman itu mempunyai tujuhpuluh cabang, artinya indikator seorang mu'min itu ada tujuhpuluh variabel. Di antara tujuhpuluh indikator itu antara lain; (1) seorang mukmin hanya berbicara yang baik, (2) jika mendapati sesuatu yang mengganggu orang lewat ketika ia melewati suatu jalan maka ia tidak akan meneruskan perjalanannya sebelum menyingkirkan sesuatu yang mengganggu itu, (3) merasa sependeritaan dengan mukmin yang lain, dan sebagainya. Sedangkan Muttaqin adalah orang mukmin yang telah menjiwai nilai-nilai kebenaran dan allergi terhadap kebatilan. Seorang muttaqin adalah orang yang setiap perbuatannya sudah merupakan perwujudan dari komitmen iman dan moralnya yang tinggi. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral.

2. Saleh dan Muhsin
Saleh mengandung arti patut (yashluhu), baik (mashlahat), damai (shuluh) dan reformis (ishlah). Jadi pribadi saleh adlah orang yang selalu memperbaiki diri (ishlah) untuk mengapi kebaikan umum (mshlahat), yang dengan itu maka ia bisa berdamai dengn orang lain (shulh), dan penampilannya mengikuti norma-norma kepatutan social sehngga ia bisa hidup harmoni dengan lingkungan karena dikenal sebgai orang baik-baik (shalihin). Sedangkan muhsin adalah orang yang sudah bisa melakukan bukan saja kebaikan, tetapi kebaikan yang sifatnya istimewa, misalnya memberi kepada orang yang kikir kepadany, memaafkan orang yang menzaliminya, bersilaturrahmi kepda lawan, jika bicara, pembicaraannya merupakan ekpressi dari zikir, jika diam, kediamannya merupakan ekpressi tafakkkur, dan jika memandang sesuatu, pandangannya merupakan ekpressi dari mengambil hikmah atau mengambil pelajaran.


3. Fasiq, Kafir dan Munafiq
Orang Fasiq adalah orang yang mengetahui dan meyakini supremasi nilai kebenaran, tetapi dalam kehidupan ia malas mengikutinya terutama jika bertentangan dengan dorongan syahwat/kesenangannya. Demi kenikmatan hidup ia merasa enteng saja untuk melanggar nilai-nilai kebenaran, meski ia tahu bahwa hal itu buruk. Meski demikian ia berharap hanya dirinya yang fasiq dan di dalam hatinya ia berharap agar anaknya tidak seperti dirinya.
Adapun orang kafir adalah kebalikan dari orang mukmin. Jika orang mukmin konsisten dalam berpegang kepada kebenaran yang diimaninya dalam keadaan apapun, maka orang kafir konsisten dalam hal tidak mempercayai kepada nilai-nilai kebenaran. Secara terbuka orang kafir menyatakan tidak percaya kerpada Tuhan, kepada dosa dan kepada kebajikan. Ia hidup menurut ukuran budaya di mana mereka berada, tidak percaya kepada nilai yang bersumber dari wahyu gaib. Ia berbangga dengan kekafirannya dan berusaha mengajak orang lain bergabung dalam kelompoknya seraya memperolok-olok kepercayaan orang beriman.
Sedangkan orang munafik, karakteristiknya dapat disebut sebagai orang yang bermuka dua, berbeda antara kata dan perbuatan. Jika orang kafir secara terbuka mengemukakan kekafirannya, orang munafik justeru menyembunyikan
kemunafikannya. Secara lahir ia perlihatkan perilaku seakan-akan ia sama dengan orang mukmin yaitu mempercayai nilai-nilai kebenaran, padahal yang sebenarnya ia tidak percaya dan berusaha melecehkan kebenaran dibelakang penglihatan orang mukmin. Orang munafik tak ubahnya musuh dalam selimut, seharihari ia bersama kita padahal ia memusuhi kita, mencuri peluang untuk mencelakakan kita. Tanda-tanda orang munafik menurut hadis Nabi ada tiga, yaitu (1) jika berkata dusta, (2) jika berjanji ingkar, (3) jika dipercaya khianat.
Karena kualitas itu bersifat psikologis, maka jarak antara satu kualitas dengan kualitas yang lain tidaklah seterang warna hitam dan putih, oleh karena itu seorang mukmin boleh jadi pada dirinya masih terdapat karakter-karakter fasiq, nifaq atau bahkan kufur. Seorang mukmin ketika sedang tersinggung misainya, karena dorongan ingin mempertahankan harga dirinya bisa saja terjadi mengalami distorsi iman, yakni imannya mengalami penipisan sehingga ia melakukan perbuatan kufur, sama halnya orang pandai terkadang melakukan perbuatan bodoh.

4. Mukhlis, Shabir dan Halim
Mukhlis, artinya orang yang ikhlas. Seorang dengan kualitas mukhlis adalah orang yang hatinya bersih dari keinginan memperoleh pujian. Semua perbuatannya, perkataannya, pemberiannya, penolakannya, perkataannya, diamnya, ibadahnya dan seterusnya, semata-mata dilakukan hanya untuk Allah SWT. Oleh karena itu baginya pujian orang tidak membuatnya berbangga hati, dan kekecewaan serta caci maki orang tidak membuatnya surut. Dari deretan predikat kualitas yang dicontohkan Nabi dengan urutan Muslim, Mu'min, 'Alim (orang terpelajar), Amil (yang beramal) dan Mukhlis, maka selain mukhlis, mereka masih berpeluang mengalami kesia-siaan (halka). Manusia dengan kualitas mukhlis adalah orang yang paling produktif bagi dirinya, meski boleh jadi tidak diakui oleh orang lain. Sementara seorang 'alim yang 'amil (orang pandai yang banyak berbuat) tetapi tidak mukhlis adalah kontra produktif bagi dirinya, meski boleh jadi memperoleh banyak penghargaan dari masyarakat. Seorang mukhlis lebih suka menyembunyikan perbuatannya dari penglihatan orang lain, sedangkan kebalikannya yaitu orang yang riya, ia hanya mau melakukan sesuatu jika diketahui orang, atau diliput berita. Orang mukhlis berbuat sesuatu demi Allah, sedangkan orang riya melakukannya demi pujian orang.
Adapun shabir atau shabur, artinya adalah orang yang sabar atau penyabar. Menurut Imam Ghazali, sabar artinya tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi cobaan dan rintangan, dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka mencapai tujuan.
Jadi orang yang bisa sabar adalah orang yang selalu ingat kepada tujuan, karena kesabaran itu diperlukan adalah justru demi untuk mencapai tujuan. Orang yang tidak sabar biasanya, karena lupa tujuan akhir, ia mudah terpedaya untuk melayani gangguan-gangguan yang tidak prinsipil, sehingga apa yang menjadi tujuan terlupakan, sebaliknya ia melakukan sesuatu yang justeru mempersulit tercapainya tujuan.. Sabarpun mengenal batas waktu, oleh karena itu jika suatu ketika mengalami kegagalan, sudah diulang gagal, diulang lagi gagal lagi, maka orang yang sabar hams berfikir mencari alternatif, karena boleh jadi sumber masalahnya justru pada keputusan awal yang kurang tepat. Manusia dengan kualitas penyabar adalah sosok manusia yang ulet, tak kenal menyerah, tak kenal putus asa, dan tak kurang akal. Ia bukan hanya mampu mengatasi kesulitan yang datang dari luar, kesulitan tehnis misalnya, tetapi juga mampu mengatasi kesulitan yang datang dari diri sendiri, kebosanan, kemalasan atau syahwat misalnya. Al Qur'an menghargai manusia unggul yang penyabar, yakni yang sabar dan memiliki kecerdasan intelektuil, Emosionil dan Spirituil (IQ, EQ dan SQ) ,setara dengan seratus orang kafir (yang sombong, emosionil dan tak mempunyai nilai keruhanian) (Q/al Anfal, 65). Dalam keadaan normal, Al Qur'an menghargai peribadi penyabar setara dengan dua orang biasa (Q/8: 66).

Sedangkan manusia dengan kualitas halim, Al Qur'an memberi contoh sosok Nabi Ibrahim. Dia adalah pribadi yang awwahun halim (Q/ at Taubah: 114) Al hilm itu sendiri dapat diartikan sebagai akal, tetapi akal bukan sebagai problem solving capasity, melainkan akal sebagai akumulasi seluruh kecerdasan, intelektual, emosional dan spiritual. Nabi Ibrahim sebagai sosok model seorang yang berkualitas halim, memang sangat tepat, karena pada dirinya terkumpul sifat-sifat kecerdasan, kelembutan hati, belas kasih, dan perasaan mengkhawatirkan keadaan orang lain. Ibrahim tidak memiliki perasaan marah dan benci termasuk kepada orang yang memusuhinya. Ketika Nabi Ibrahim lapor kepada Tuhan tentang kaumnya yang patuh dan yang durhaka, Nabi Ibrahim memohon kepada Tuhan agar mengampuni dan menyayangi kaumnya yang durhaka (faman tabi'ani fa innahu minni , waman 'asoni fa innaka ghofu run rohiem (Q/14:36).


5. Zalim dan Jahil
Zalim (sewenang-wenang) dan jahil (bodoh) keduanya merupakan penyakit yang dalam bahasa Arab disebut maradl. Keduanya mengandung arti melampaui batas dari kewajaran. Yang satu melampaui batas atas, dan yang lain batas bawah. Jika adil mengandung arti menempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsionil), maka perbuatan zalim artinya menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Orang
zalim adalah orang yang melakukan sesuatu tidak pada tempatnya secara sadar, dalam bahasa sehari-hari sering disebut sewenang-wenang, sedangkan orang jahil suka melakukan hal yang sama tetapi tanpa keasadarannya karena kebodohannya. Orang pandai terkadang melakukan perbuatan zalim, yang bisa juga disebut sebagai perbuatan bodoh. Orang bodoh yang baik hati itu lebih baik daripada orange pandai yang zalim. Kezaliman orange bodoh biasanya hanya sedikit dampaknya, tetapi kezaliman orange pandai bisa berdampak sangat luas.

Sebenarnya manusia memiliki sifat adaptasi yang tinggi dan secara umum lebih banyak berfikir konstruktif. Dalam setiap komunitas, biasanya hanya sedikit orange yang berperilaku buruk, tetapi dampak buruk dari perbuatan orange buruk bisa berakibat luas. Sebagai contoh, penduduk Maluku pada umumnya sebenarnya lebih menyukai hidup damai berdampingan dengan yang lain meski berbeda agama. Untuk membenturkan masyarakat Maluku dalam konflik horizontal berkepanjangan cukuplah dikirim beberapa orange provokator ke sana, di bawah kendali seorang aktor intelektual zalim yang cukup dengan duduk tersenyum-senyum di Jakarta. Oleh karena itu, manusia baik secara individu maupun kelompok membutuhkan tangan-tangan dingin dari pribadi-pribadi yang adil, yang bisa membentuk atau mengubah perilaku mereka ke arah kebaikan sehingga masyarakat manusia memperoleh kenyamanan dalam hidup.


Psikologi Hamba dan Khalifah

Perilaku manusia dipengaruhi oleh konsep diri yang dimilikinya. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang terhadap diri sendiri. Konsep diri bisa bersifat physic, psikis dan social. Seorang gadis yang merasa dirinya cantik, dengan percaya diri memasuki ruang pesta, tetapi seorang mahasiswi yang malas belajar meski cantik, ia merasa tidak percaya diri ketika memasuki ruang ujian. Seorang anak gubernur merasa tenang-tenang saja ketika disetop polisi karena melanggar rambu-rambu lalu lntas, tetapi seorang tukang ojek buru-buru minta damai sebelum ditanya oleh polisi yang menyetopnya. Orang yang merasa mampu mengatasi masalah, pada akhirnya ia bisa mengatasi masalah yang
dihadapi, sedangkan orang yang merasa bodoh, pada akhirnya ia menjadi bodoh beneran.

Konsep diri terbangun karena dipengaruhi dua hal :
Pertama karena dipengaruhi orang lain, misalnya sering dipuji sebagai orang pintar dan memperoleh banyak sertifikat kepintaran maka tumbuhlah rasa percaya diri dan akhirnya pintar beneran. Sebaliknya jika sering di bodoh-bodohin dan dipermalukan di depan umum, maka akhirnya ia bisa menjadi bodoh beneran dan minder.
Kedua karena dipengaruhi oleh kelompok rujukan. Misalnya pengakuan dari institusi professional bahwa seseorng ahli dalam bidng tertentu. Seorang ahli pengobatan alternatip mendapat pengakuan dri Ikatan Dokter Indonesia misalnya, maka ia merasa percaya diri ketika melakukan terapi pengobatan.

Al Qur’an memberikan manusia dua predikat, yaitu manusia sebagai hamba Alloh (`abdulloh) dan manusia sebagai wakil Alloh di muka bumi (khalifatullah). Karakteristik hmba adalah kecil, terbatas dan tak berdaya. Hamba harus tunduk dan patuh kepada yang diperhamba. Sedangkan krakteristik khalifah (wakil) sangat bergantung siapa yang diwakili. Besar kecilnya wakil bergantung kepda siapa yang diwakili; wakil ketua RT, wakil Lurah, wakil Bupati, wakil Presiden? Nah predikat khalifatulloh adalah wakil Tuhan di muka bumi. Jadi sebagai hamba Alloh manusia adlah sangat kecil tak berdaya, tetapi sebagai khalifatullah, manusia adalah sangat besar, karena wakil dari Tuhan yang maha Besar kekuasaan Nya.

Dalam perspektip integritas diri, predikat hamba Alloh adalah berdimensi vertical, sedangkan khalifatullah berdimensi horizontal. Sebagai hamba harus menempatkan diri dibawah, tunduk sujud dan patuh terhadp segala perintah Nya, berharap memperoleh ridla,ampunan, berkat dan rahmat Nya , serta takut
dimurkai dan dihukum oleh Nya. Tetapi sebagai khalifah Nya manusia tidak boleh tinggal diam melihat ketidak adilan di muka bumi, ia harus menyebarkan kasih saying, menolong yang lemah, memaafkan yang mengaku salah, menindak yang zalim bahkan menghukum mati pembunuh, yang kesemuanya dilakukan atas nama Alloh. Hakim yang memutuskan hukuman mati atau algojo yang bertugas mengeksekusi hukuman mati adalah dalam kapasitas sebagai khalifatullah, oleh karena itu teks keputusan pengadiln juga berbunyi demi hokum berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa., karena manusia hanya berhak memutuskan hukuman mati dalam kapasitasnya sebagai wakl Tuhan Sang Pencipta.

Integritas Diri Model Insan Kamil

Manusia adalah mahkluk yang memiliki desain kejiwaan tersempurna (fi ahsani taqwim), tetapi ia berpeluang menjadi makhluk yang terendah martabatnya ( asfala safilin). Meski kesempurnaan manusia sebagai makhluk adalah tidak sempurna tetapi ada manusia yang dapat dikategorikan sebagai manusia sempurna (insan kamil). Insan kamil adalah manusia yang pola komunikasi intra dan interpersonalnya berlangsung secara optimal sesuai dengan maksud penciptaan organ psikologisnya. Manusia yang dapat dikategorikan sebagai insane kamiladalah para nabidan wali. Karakteristik integritas diri modelinsan kamil dapat ditinjau dari empat sifat nabiyaitu shidiq (benar) ,amanah (terpercaya) fathonah (cerdas) dan tabligh (actual).
1.Shidiq (benar) bermakna bahwa manusia tersebut selalu berkata benar, berfikir benar, berkehendak benar dan bertindak benar,jujur kepada orang lain dan jujur kepada diri sendiri..
2. Amanah (terpercaya) bermakna bahwa karenaia shiddiq (benar) dalam fikiran, perkataan,kehendak dan perbuatan maka kehadirannya memberi rasa aman,yang oleh karena itu ia dipercaya oleh orang lain.
3. Fathonah (cerdas) bermakna bahwa meski ia jujur, tetapi ia juga memahami
setting suasana sehingga ia hanya mengatakan yang diperlukan, melakukan sekedar yang diperlukan, tidak mengatakan yang tidak perlu dikatakan,tidak melakukan sesuatu yang tidak diperlukan sehingga kejujurannya tidak bisa disalah gunakan oleh orang lain.
4. Tabligh (menyampaikan) bermakna bahwa ia peduli kepada orang lain, selalu mengaktualisasikan pengetahuan dan kekuatannya untuk semaksima mungkin memberi manfaat, beramar makruf secara ma`ruf dan nahi mungkar juga secara ma`ruf,

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, June 16, 2015

Integritas Diri(1)

         Sejalan dengan konsep insan sebagi makhluk psikologis yang berada diantara dua titik ektrim berkesadaran hingga lupa, membenci hingga mesra dan antara bergejolak hingga tenang, setiap indvidu memiliki integritas yang berbeda-beda bergantung kepada jarak menetapnya  dari  titik ekstrim. Jarak menetap dari titik-titik ekstrim tersebut berhubungan dengan pola menejemen diri, yakni bagaimana system nafsani dengan subsistemnya bekerja. Idealnya  adalah jika akal, hati, nurani, syahwat dan hawa nafsu bersinergi secara proporsional. Jika synergy ini tercapai dan menetap pada seseorang maka ia dapat disebut memilki integritas. Derajat integritas diri juga bertingkat-tingkat, ada yang memiliki integritas tinggi, ada yang rendah dan ada orang yang tidak memilki integritas. Corak integritas diri seseorang berhubungan dengan factor mana yang paling berperan dari sub system nafsaninya,

1.     Jika seseorang lebih dikendalikan oleh akalnya maka ia menjadi orang yang sangat rationil. Segala sesuatu yang dihadapi diukur dengan ukuran logika, harus masuk di akalnya, . Ia susah menerima realita-realita yang tidak logic. Jika dipaksakan untuk menerima realita-realita yang tidak logic maka ia akan terkena gangguan psikologis. Karena watak intelektual yang selalu mempertanyakan setiap stimulus, maka seorang rationalis cenderung kering jiwanya. Ia hanya bisa terpuaskan oleh kepuasan ilmiah, kurang bisa menikmati realitas-realitas lain yang bernuansa afektip .
2.     Jika seseorang lebih dikendalikan oleh hatinya maka ia cenderung perasa, bisa memahami berbagai relitas, meski tidak rationil sekalipun. Tetapi karena watak hati itu tidak konsisten maka integritasnya bergantung kepada mood nya hati, ke titik ektrim mana ia dekat. Orang yang jatuh cinta setengah mati (100%) misalnya jika mengalami kegagalan, padahal kegagalan yang dialami itu rationil, ia terguncang dahsyat berpindah dari cinta setengah mati ke titik benci setengah mati hingga tega mencelakakan sang kekasih, atau frustrasi setengah mati hingga bunuh diri.. Sebaliknya orang yang kadar cintanya hanya sekitar 75%, maka kegagalan cintanya tidak terlalu mengguncang dan secara sadar ikhlas menerima kenyataan, serta masih bisa happy dengan menemukan kekasih lain sebagai penganti yang hilang.
3.     Jika seseorang lebih dikendalikan oleh syahwatnya, maka ia cenderung menyukai kemewahan, seleranya “tinggi” dan hedonistic. Budak syahwat pada umumnya tidak peka perasaannya, dan tidak panjang fkirannya, Karen pusat perhatiannya pada pemuasan syahwat, padahal syahwat an sich tidak pernah terpuaskan..
4.     Jika seseorang mengikuti panggilan nuraninya, maka langkahnya benar, pilihannya tepat. Ia mensikapi masalah dengan jernih dan mengambil keputusan dengan yakin, oleh karena itu ia tidak mudah tergoyahkan oleh hambatan dan cacian
5.     Jika seseorang menuruti dorongan hawa nafsunya dijamin pasti tersesat dan hidupnya destruktip, merusak dirinya dan merusak orang lain.

 Integritas diri seseorang menguat manakala ia konsisten dengan prinsip-pinsip yang dianut ketika menghadapi masalah yang harus disikapi . Sebaliknya orang yang tidak konsisten dalam mensikapi masalah sehingga ia tidak mempunyai prinsip pijakan, atau prinsip pijakannya hanya untung material, sementara nilai materi itu tidak konstan maka ia akan kehilangan integritas dirinya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, May 31, 2015

Manusia : Makhluk Tak Dikenal

Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA

Pendahuluan
       Membicarakan manusia tak akan pernah kurang bahan. Dimensi manusia yang belum terjamah fikiran manusia masih lebih banyak disbanding yang sudah diketahui. Kajian ini menjadi lebih menarik karena yang membicarakannya adalah manusia itu sendiri, kita. Dalam hal ini manusia azdalah subyek dan obyek sekaligus, dan mengapa demikian juga merupakan bagian dari kerumitan manusia. Mengapa manusia rumit ? karena manusia adalah tajalli atau perwujudan dari Tuhan Sang Pencipta. Artinya kehebatan dan kesempurnaan Tuhan antara lain diwujudkan dalam ciptaan yang rumit itu. Oleh karena itu al Qur’an misalnya menunjuk diri manusia sebagai bukti bagi orang yang ingin mengetahui Tuhan, wafi anfusikum afala tubshiruun ?artinya; dan didalam dirimu (terdapat banyak tanda-tanda kebesaran Tuhan), tidakkkah kalian bisa melihat ?(Q/51:21). Judul tersebut diatas termasuk hal yang menggelitik kita mengetahui maksudnya, karena secara logis kalimat itu sepertinya tidak benar. Misteri tentang manusia hamper pada semua aspeknya; fisiknya, kejiwaannya, syarafnyaa, spiritualnya, ruhnya, makna keberadaannya dan seterusnya.

Mengenal Diri Manusia
       Usaha manusia mengenali dirinya sudah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia, baik melalui filsafat, ilmu jiwa, antropologi maupun agama. Manusia adalah makhluk berfikir, tetapi fikirannya ternyata tidak menjamin tercapainya kebahagiaan dan kebenaran.  Seorang failasuf bisa berfikir jauh mengembara sangat jauh, tetap produk pemikiran tetap menyisakan keraguan, oleh karena itu filsafat menghasilkan kegelisahan, bukan ketentraman. Psikologi berusaha menggali hokum-hukum kejiwaan yang ada pada manusia agar bisa memahami perilakunya, karena kata para ahli psikologi, perilaku manusia adalah gejala dari jiwanya. Tetapi teori-teori psikologi yang dirumuskan oleh pemikiran juga tidak mendatangkan ketentraman. Dari teori psikoanalisa, ke behaviourisme, kognitip dan terakhir humanisme menunjukkan adanya perkembangan pemikiran yang dirasa semakin mendekati kebenaran. Tetapi ketika tumbuh pemikiran tentang kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, kembali terasa bahwa kajian psikologi itu masih jauh dari apa yang semestinya digapai.

Apa kata al Qur’an tentang Manusia ?
       Al Qur’an secara garis besar berisi gagasan-gagasan tentang Tuhan, manusia, alam, kenabian, wahyu dan akhirat. Secara keseluruhan al Qur’an adalah wahyu dari Tuhan, oleh  karena itu seluruh isinya pastilah benar, tak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, la roiba fihi. Jika ada satu ayat atau kalimat al Qr’an yang terasa tidak masuk akal, hal itu bukan karena al Qur’an tidak masuk akal, tetapi karena akal kita (yang relatip) untuk sementara belum dapat menjangkau kebenaran wahyu al Qur’an (yang mutlak). Tafsir merupakan usaha manusia untuk menggali kandungan al Qur’an. Karena tafsir merupakan karya manusia maka tingkat kebenaran tafsir bersifat nisbi atau relatip, oleh karena itu sautu ayat bisa dirafsiri secara berbeda oleh para ulama. Para ulamapun menyadari bahwa penafsirannya belum tentu benar, oleh karena itu mereka selalu mengakhiri tafsienya dengan kalimat wallohu a`lamu bssawab, artinya bahwa hanya Allohlah yang lebih mengetahui mana yang benar. Secara metodologis, kualitas tafsir bertingkat-tingkat-tingkat, yang tertinggi adalah tafsi al Qur’an bil Qr’an, yakni menafsirkan ayat al Qur’an dengan ayat  yang lain. Kedua tsfsir al Qur’an dengan sunnah, dan ketiga tafsir Qur’an derngan  pendapat para sahabat Nabi, ke empat, tafsir al Qur’an dengan  bahasa, dengan ilmu pengetahuan dan dengan isyarat (tafsir sufi). Kebenaran al Qur’an tidak cukup disikapi dengan akal, tetapi harus dengan iman.

Gagasan Tentang Manusia disebut al Qur’an meliputi proses kejadiannya, kejadian awal maupun proses reproduksinya, ruhn ya, kejiwaannya (nafsaniyahnya), tyhpologinya, perilakunya dalam sejarah (sunnatulloh kehidupan) maupun akhir kesudahannya, yakni kehidupan setelah kematiannya (akhirat).  Manusia disebut al Qur’an dengan nama basyar, insane dan bani Adam. Basyar adalah manusia dilihat dari aspek fiszik dan kesamaannya dengan manusia yang lain sebagai kesatuan. Sedangkan insane adalah manusia sebagaa makhluk psikologis. Dari segi bahasa, insan berasal dari kata  nasiya yansa yang artinya lupa, dari kata ‘uns yang artinya mesra, dan dari kata nasa yanusu yang artinya bergejolak. Jadi manusia adalah makhluk psikologhis yang memiliki tabiat pelupa, memiliki kemesraan dan memiliki potensi bergejolak. Typologi psikologis manusia adalah berada antara titik ekrim  sadar hingga lupa, benci hingga mesra, dan antara tenang hgingga bergejolak.

Manusia antara Terkenal dan Tidak Dikernal.

       Dalam dimensi duniawi, manusia jelas dikenal, tetapi pengenalan atau ilmu pengetahuan  tentang manusia oleh manusia tidak semaju ilmu penmgetahuan terhadap  yang lain. Kajian tentang fisik manusia saja  hingga hari ini belum tuntas, apalagi kajian t5entang hakikat manusia. Menurut Dr. Alexsis  Careel, pertanyaan tentang manusia pada hakikatnya hingga kini tetap tanpa jawaban.
       Ayat pertama al Qur’an surat al Insan berbunyi; hal ata `alal insxani hinun min addahri lazm yakun syaian madzkura, artinya : telah datang pada manusia suatu masa dimana ia adalah bukan sesuatu yang dapat disebut. Jika kita ditanya,  200 tahun yang lalu anda berada dimana ? maka tidak ada jawaban kecuali mengatakan bahwa ketika itu anda belum bisa dsisebut keberadaannya, bahkan “bahan” nya dimana juga tidak tahu. Apakah hal itu berarti anda belum ada ?

       Dalam perspektip Tuhan, 100 tahun yang lalu, 200 tahun yang lalu, anda sudah ada, kelaminnya , jumlah saudaranya, nasibnya dan akhir kesudahannya kesemuanya sudah adaa pada ilmu Tuhan. Demikian juga berapa cucu anda kelak, juga sudah ada pada ilmu Tuhan siapa Presiden RI yang ke delapan, ke Sembilan dana seterusnya. Jadi seoran g presiden yang bernama Jokowi miszalnya, adakah diantara kita yang sudah mengenalnya 100 tahun sebelum kelahirannya ?. Demikian juga siapa yang tahu  bagaimana kita nanti sesudah mati ?. Itulah makna bahwa di satu sisi manusia adalah makhluk yang tidak dikenal, misterinya belum terkuak nyata. Adakah anda mengenal diri anda ?

       Jika seseorang mati, ia disebut telah meninggal atau berpulang ke rahmatullah. Apakah orang yang telah mati berarti telah hilang eksistensinya ? bagaimana dengan sorga dan neraka ?.....masih banyak lagi aspek manusia yang belum dikenal.

Read More
posted by : Mubarok institute
Logika Terbalik
Oleh: Prof. Dr. Achmad Mubarok
Kerja keras belum tentu produktif, lihat tukang becak, sungguh ia sudah kerja keras mengayuh becaknya hingga ngos-ngosan keringatan, tetapi hasilnya ternyata tidak memadai. Kerja cerdas lebih produktip, tidak terlalu keringatan tetapi hasilnya bisa jauh lebih banyak. Tetapi banyak juga orang yang sudah kerja cerdas, sudah menghasilkan begitu banyak, segala yang dibutuhkan sudah tersedia, ternyata hidupnya tidak tenang, gelisah dan ujung-ujungnya lari ke narkoba atau mendekam di penjara.  Nah ada jenis kerja lain,yaitu kerja ikhlas. Dapat banyak alhamdulillah, dapat sedikit alhamdulillah, belum dapat, sabar dan berusaha lagi. Seberapapun yang diperoleh dari kerja keras, cerdas dan ikhlasnya, ia bisa menerimanya dengan senang hati, karena ia menyadari bahwa wilayah manusia itu hanya berikhtiar, hanya berusaha, sedangkan hasil, disitu ada tangan Tuhan. Ada orang sudah dapat banyak masih kurang dan hatinya gelisah, makan tak enak tidur tak nyenyak, dimusuhi orang banyak. . Yang lain dapatnya sedikit tetapi ia merasa cukup bahkan masih bisa memberi. Dengan tenang ia menikmati hasil jerih payahnya, damai, harmoni dengan lingkungan dan bahkan dihormati orang lain.

Matematika Bumi vs Matematika Langit

          Menurut hitungan matematis,orang yang punya uang sepuluh juta rupiah kemudian diambil lima juta untuk membantu biaya sekolah anak-anak yatim maka uangnya yang tersisa hanya tinggal lima juta rupiah  Jika  orang itu kemudian  mempunyai pola perilaku tetap yaitu selalu memberikan separoh hasil usahanya untuk membantu orang lain yang kesulitan,maka menurut hitungan matematis ia pasti lambat kayanya dibanding jika ia tidak suka memberi. Jika ia menjadi kaya  10 tahun kemudian,maka logikanya jika tidak suka memberi, ia sudah bisa menjadi orang kaya lima tahun lebih cepat. Tetapi realitas kehidupan sering berbicara lain. Orang yang suka memberi justeru lebih cepat kaya sementara orang yang kikir usahanya sering tersendat-sendat. Sama halnya orang dagang yang selalu mengambil keuntungan dengan margin tertinggi justeru kalah bersaing dengan pedagang yang mengambil keuntungan dengan margin rendah. Kenapa ? karena hidup itu bukan hanya matematis, ada matematika bumi dan ada matematika langit. Orang yang kekeuh dengan hitungan matematis dalam interaksi social tanpa disadari ia justeru kehilangan peluang non teknis yang nilainya tak terukur secara matematis, yaitu berkah. Berkah adalah terdayagunanya nikmat secara optimal. Dari uang lima juta rupiah misalnya  semua terinvestasi tanpa ada sedikitpun kebocoran,sehingga pertumbuhannya konstan. Sedangkan penghasilan yang tidak berkah dapatnya sepertinya banyak,tetapi yang terdayaguna hanya sedikit karena sebagian besar justeru bocor kewilayah-wilayah yang tak ada hubungannya dengan programnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang bukan saja ia harus keluar uang banyak untuk berobat tetapi ia juga kehilangan waktu dan kehilangan asset. Lebih parah lagi jika juga harus berurusan dengan hokum.

      Matematika langit mengajarkan bahwa harta itu anugerah Tuhan.  Tuhan menyuruh manusia untuk bekerja keras dan Tuhan akan memberi menurut kehendak Nya sesuai dengan rumus-rumus matematika langit. Zakat misalnya  arti bahasanya adalah suci dan tumbuh,artinya orang yang disiplin membayar zakat hartanya menjadi suci (dari sorotan kedengkian orang miskin) dan hatinya pun menjadi suci (dari keserakahan matematis). Filosofi zakat ialah bahwa di dalam harta si kaya ada hak orang lain (miskin), yang meminta atau yang malu meminta. Jika zakat tak dibayarkan,maka maknanya si kaya memakan hak orang miskin. Zakat diartikan tumbuh artinya harta yang dizakati akan berkembang volume dan maknanya secara sehat. Logiskah ini ?

        Tuhan mengajarkan melalui pohon. Pohon yang secara regular digunting ranting dan daunnya  ia akan tumbuh berkembang secara indah dan berpola, karena dari ranting yang digunting akan tumbuh daun baru yang segar.  Jika pohon itu tak pernah dipotong maka pohon itu terus berkembang tetapi tidak indah, tidak berpola dan bahkan  bisa menjadi pohon besar yang angker. Orang kaya yang pemurah biasanya akrab dengan lingkungan, dicintai dan dihormati orang sekeliling. Orang kaya yang kikir seperti pohon yang angker, orang takut mendekat kecuali yang agak bau-bau pedukunan dan setan. Ketika orang kaya mengalami kecelakaan, rumah terbakar misalnya, maka orang banyak akan sibuk menolongnya. Sebaliknya ketika orang kaya kikir rumahnya kebakaran, orang miskin di sekelilingnya senyum-senyum sambil berkata, nah…… makan lu hartamu

Kearifan Universal dan Kearifan Lokal

        Matematika langit banyak sekali mengajarkan logika terbalik.  Dari nilai-nilai kearifan local (Jawa) misalnya ada ungkapan; wani ngalah luhur wekasane,  orang yang berani mengalah akan terhormat di belakang hari. Kalau menurut matematikabumi, mengalah sama saja dengan kalah, berarti lemah . Tetapi menurut matematika langit,mengalah adalah kekuatan,karena hanya orang kuat yang bisa mengalah. Mengalah berbeda dengan kalah, orang yang bisa mengalah biasanya menang dibelakang, orang yang menang-menangan biasanya akhirnya malah kalah di belakang hari. Nah nilai-nilai kearifan universal banyak sekali dijumpai, di ayat kitab suci, hadis maupun maqalah atau kata-kata mutiara. Berikut ini contohnya;

  • Barang siapa (pemimpin) yang  rendah hati, ia akan diangkat martabatnya oleh Tuhan, dan barang siapa (pemimpin) sombong, ia akan dijatuhkan Tuhan (man tawadlo`a rofa`ahulloh, waman takabbaro wadlo`ahullah/hadis nabi). Sejarah mengajarkan betapa banyaknya penguasa otoriter yang zalim dijatuhkan secara nista oleh rakyatnya, di sisi lain ada Nelson Mandela, dipenjara 27 tahun oleh rezim yang zalim, begitu keluar diangkat menjadi presiden Afrika Selatan oleh rakyat.
  • Cintailah kekasihmu sederhana saja, siapa tahu di belakang hari ia justeru menjadi orang yang paling kau benci, dan bencilah musuhmu sederhana saja, siapa tahu di belakang hari ia justeru menjadi orang yang paling kau cintai (al Gazali)
  • Apa-apa yang kau sukai mungkin berdampak buruk bagimu,dan apa-apa yang kau benci mungkin justeru berdampak positip bagimu (al Qur’an)
  • Jika engkau duduk di bagian belakang,kemudian orang mempersilahkanmu pindah ke depan, itu lebih baik  dibanding jika engkau langsung duduk di bagian depan tetapi kemudian  orang datang meminta maaf kepadamu agar pindah ke belakang karena tempat itu sudah disediakan untuk orang lain yang lebih berhak (Isa al Masih)
  • Jangan menghakimi sesuatu yang nampak buruk, karena yang nampak buruk bisa berubah menjadi baik (husnul khotimah) dan sebaliknya yang nampak baik bisa berubah menjadi buruk (su’ul khotimah). Ulat yang menjijikkan dan serakah memakan daun di pohon ternyata bisa berubah menjadi kupu-kupu yang indah berwarna warni terbang kian kemari.
  • Dalam awal pidato orang terkadang menyapa dengan kalimat , “yang terhormat”, terkadang dengan kalimat “ yang kami hormati”. Orang yang terhormat tetap terhormat meski tidak kami hormati, karena kehormatan seseorang itu menempel pada dirinya. Sedangkan orang yang kami hormati bisa jadi memang orang terhormat, bisa juga bukan orang terhormat, karena ia hanya dihormati karena jabatan formalnya. Begitu lepas jabatan maka tidak ada lagi orang yang menghormatinya karena ia memang bukan orang yang terhormat.

Read More
posted by : Mubarok institute

Friday, May 15, 2015

Manusia Pembelajar Yang Cerdas dan Berbudi Luhur (2)

      
Banyak orang terpelajar tidak menjamin kemudahan dan ketertiban, buktinya orang-orang yang sekarang tersandung masalah hokum kebanyakan orang-orang terpelajar. Ada nilai lain yang membuat menudsia pembelajar yang cerdas itu membawa manfaat, yaitu berakhlak mulia atau berbudi luhur. Bahkan Berbudi Luhur lebih bernilai disbanding kecerdasan intelektual. Orang yang proporsional kecerdasannya, intelektual, emosional dan spiritual, merekalah yang berpotensi menjadi manusia pembelajar yang cerdas dan berbudi luhur.
·         Bahasa agama dari budi luhur adalah akhlaq mahmudah atau akhlak mulia. Akhlak bukan perilaku, tetapi keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perilaku. Perilaku orang yang berakhlak mulia bersumber dari batinnya (bukan hanya dari fikirannya) dan bersifat konsisten . Sedangkan orang yang akhlaknya buruk  bisa jadi suatu waktu bisa melakukan suatu perbuatan baik sebagai strategi dalam mencapai tujuannya. Ia bisa menutupi “wajah” aslinya dengan topeng. Saking seringnya memakai topeng hingga suatu saat ia lupa wajah sendiri. Akhlak ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir (sopan santun). Penipu biasanya sangat sopan. Kontek akhlak ada dengan sesame manusia, dengan alam , dengan Tuhan dan dengan diri sendiri.
·          Nilai kebaikan ada yang disebut dengan kata al khoir dan ada yang disebut dengan al ma`ruf. Al khoir adalah kebaikan yang bersifat universal, diakui oleh semua manusia, semua agama se-panjang masa. Sumber nilai al khoir adalah Tuhan. Sedangkan al ma`ruf adalah sesuatu yang secara social dipandang baik, sumbernya adalah budaya. Sedangkan nilai keburukan ada yang disebut dengan fakhisyah dan ada yang disebut dengan al munkar.Fakhisyah adalah sesuatu yang secara universal dipandang buruk, keji. Zina termasuk fahisyah, oleh karena itu seorang pezinapun tersinggung ketika isterinya dizinai orang. Sedangkan alma`ruf adalah keburukan yang ditutupi dengan logika akal-akalan. Contoh suap disebut sebagai pelican, korupsi disebut sebagai komisi. Jika al khoir dan fakhisyah bersifat universal, al ma`ruf dan al munkar bersifat regional.
Pengajar dan Pendidik
·         Guru ada yang baru memiliki kualifikasi pengajar, ada yang sudah menjadi pendidik. Tugas pengajar hanya transfer kognitip, pusat perhataiannya lebih pada honor atau apresiasi yang lain. Sedangkan pendidik bekerja mentransfer perilaku, mentransfer budaya. Pusat perhatiannya adalah pada bagaimana membentuk karakter murid. Ia mencintai tugasnya dan mencintai muridnya. Guru pengajar biasanya dikenang muridnya sebagai bekas gurunya, sedangkan guru pendidik bukan saja tetap dikenang sebagai guru, bahkan selalu menjadi inspirasi, meski sang guru telah tiada. Proses seorang pengajar hingga menjadi pendidik biasanya membutuhkan waktu pan  jang, sekitar sepuluh tahunan bahkan lebih.
·         Manusia Pembelajar yang Cerdas dan Berbudi luhur pastilah seorang guru pendidik. Kekuatannya bukan hanya di kelas, seluruh perilakunya, bahkan diamnya pun mempunyai kekuatan edukasi, mempunyai magnit keteladanan. Dalam budaya jawa, kata guru adalah singkatan dari di gugu dan di tiru, yakni sosok yang terpercaya dan menjadi panutan.



Manusia magnit
·         Keberhasilan suatu dakwah, penerangan atau sosialisasi gagasan berhubungan dengan tingkat persuasifnya. Pendekatan persuasive membuat orang banyak  mengikuti ajakan dakwah tetapi merasa sedang melakukan sesuatu atas kemauan sendiri. Meski demikian, keberhasilan ajakan itu boleh jadi lebih pada (a) pesona da’I, atau (b) ajakan itu memang relefan dengan yang diinginkan, atau (3) karena masyarakat memang sedang bingung atau sakit yang sangat mendambakan hadirnya tokoh penyembuh, atau  (4) karena  kemasan yang menarik.
·         Secara umum, seorang tokoh atau guru bisa menjadi magnit yang kuat daya tariknya  jika memiliki criteria-kriteria yang dipandang positip oleh masyarakat, antara lain:
1.       Memiliki kualifikasi akademis di bidang yang disampaikan
2.       Memiliki konsistensi antara amal dan ilmunya
3.       Memiliki kesantunan dan lapang dada
4.       Memiliki sifat pemberani
5.       Dikenal sebagai orang yang memiliki sifat `iffah atau tidak mengharap pemberian
6.       Qona`ah atau kaya hati
7.       Memiliki kemampuan berkomunikasi
8.       Memiliki ilmu bantu yang relevan
9.       Memiliki sifat Percaya diri dan rendah hati
10.   Punya selera tinggi,
11.   Sabar
12.   Memiliki nilai lebih, dan anggun
·         Sedangkan keanggunan seorang tokoh dapat dilihat tanda-tandanya , antara lain:
1.       Tidak terlalu banyak bicara, yang perlu saja
2.       Tidak juga terlalu banyak tingkah
3.       Bisa menjadi pendengar yang baik dari lawan bicaranya
4.       Jika menjawab pertanyaan tidak spontan, tetapi diam sejenak sebelum menjawab
5.       Tidak terlalu banyak bercanda
6.       Menjaga jarak pergaulan dengan orang yang dikenali sebagai orang tidak baik
7.       Menjaga diri dari citra negatip tertentu


Read More
posted by : Mubarok institute
Menjadi Manusia Pembelajar Yang Cerdas dan Berbudi Luhur (1)

Mengenali Manusia
       Manusia adalah makhluk yang suka mempertanyakan diri sendiri, dan pertanyaan tentang manusia itu sudah berlangsung sepanjang sejarah manusia itu sendiri, tetapi pembicaraan tentang manusia ini hingga kini dan seterusnya akan tetap menarik . Daya tarik pembicaraan tentang manusia itu adalah karena pengetahuan tentang makhluk hidup dan terutama manusia belum mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya. Pertanyaan tentang manusia pada hakikatnya hingga kini masih tetap tanpa jawaban.
·         Manusia adalah makhluk yang  diciptakan Tuhan dengan desain kejiwaan yang sangat sempurna, tetapi ia berpeluang  jatuh terjerembab menjadi makhluk yang terendah (laqad koholaqna alinsan fi ahsani taqwim, tsumma rodadnahu asfala safilin)
·         Secara fisik manusia adalah yang paling “cakep” dimuka bumi dan paling “manis” gerak geriknya.
·         Meski keahlian tehnis dikalahkan oleh binatang tertentu, misalnya tidak bisa terbang seperti burung, tetapi potensi psikisnya bisa melengkapi kekurangannya sehinggga manusia dengan teknologi bisamengarungi angkasa  dan bisa menjelajahi  kedalaman air.
·         Keunggulan manusia dibanding makhluk lain adalah karena manusia dilengkapi dengan perangkat kejiwaan, yang membuat manusia mampu berfikir, berperasaan dan berkehendak.
·         Jiwa manusia sebagai system (system nafsani) terdiri dari akal (`aql), hati (qolb), hati nurani (bashiroh), syahwat dan hawa nafsu, masing-masing sebagai subsistem dimana hati menjadi menejernya.
·         Akal kerjanya berfikir, produknya adalah rasionalitas. Hati kerjanya memahami realitas dengan perasaan. Hal-hal irrational yang tidak bisa difahami oleh akal bisa difahami oleh hati. Kandungan hati sangat  kompleks , dari titik ektrim kiri hingga ekstrim kanan, dari sadar hingga lupa, dari mesra hingga benci, dan dari tenang hinggga  gejolak. Sesuai dengan namanya qolb, karakter hati adalah tidak konsisten. Hati nurani atau bashiroh adalah pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Ia disebut juga sebagai cahaya ketuhanan yang ditempatkan didalam hati. Oleh karena itu berbeda dengan hati yang berkarakter inkonsisten, nurani berkarakter konsisten, dan tidak bisa diajak kompromi dengan kebohongan. Syahwat adalah dorongan terhadap apa yang dinginkan. Syahwat merupakan penggerak perilaku yang membuat hidup menjadi dinamis, sepanjang proporsionil. Sedangkan hawa nafsu adalah dorongan kepada sesuatu yang sifatnya rendah, maunya sekarang, yang penting enak, gak peduli akibat.
·         Setiap manusia berbeda subsistem mana yang paling dominan. Jika akalnya yang kuat maka hidupnya rationil, tetapi terkadang kering. Jika hati yang dominan maka ia menjadi perasa dan penuh maklum. Jika nurani yang dominan maka dijamin pilihannya benar dan langkahnaya tepat. Jika syahwat yang dominan, maka ia mudah terjerumus ke hedonism. Jika hawa nafsu yang dominan, maka pilihannya mudah  keliru dan langkahnyapun sesat. Menejemen qalbu adalah mensinergikan subsistem dalam  mempersepsi stimulus maupun dalam mengambil keputusan serta dalam bertindak sehingga ouputnya adalah perilaku yang indah , harmoni, bahkan suci. Sedangkan mismenejemen qalbu akan melahirkan perilaku menyimpang.
Manusia Sebagai Makhluk Pembelajar
·         Manusia adalah satu-satunya  makhluk yang  suka mempertanyakan diri sendiri  disamping mempertanyakan yang lain. Dalam berkomunikasi  melewati proses pentahapan (a) menerima stimulus, kemudian (b) mengolah informasi, kemudian (c) menyimpan informasi, dan (4) menghasilkan kembali informasi, proses ini disebut system komumnikasi intra personal dimana prosesnya meliputi sensasi, persepsi, memori dan berfikir. Dalam proses itu banyak sekali hal-hal yang mempengaruhinya. Persepsi misalnya dipengaruhi oleh perhatian. Perhatianpun dipengaruhi oleh factor-faktor penarik perhatian, seperti gerakan, kontras, kebaruan dan perulangan
·         Manusia merasa harus berfikir karena ia harus  menjawab pertanyaan, harus mengatasi masalah atau dituntut kreatip. Ada beberapa kualitas berfikir, yaitu (a)melamun, (b) berfikir, (c) bertafakkur, dan (d) bertadabbur. Produk berfikir  berbeda dengan produk tafakkur dan berbeda pula dengan produk tadabbur. Berfikir obyeknya di depan langsung, bertafakkur obyeknya jauh di depan dan jauh dibelakang, sedangkan bertadabbur obyeknya menukik kedalam.
·         Manusia dalam mempersepsi orang lain atau orang lain mempersepsi kita (disebut system komunikasi interpersonal) dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya situasi yang berbeda, pengalaman,juga  konsep diri, baik konsep diri positip maupun konsep diri negatip.
·         Faktor-faktor itu semua mempengaruhi cara belajarnya maupun hasil dari belajarnya., sehingga ada orang yang pandai mengambil pelajaran dan ada juga orang yang tidak bisa mengambil pelajaran. Ada yang cepat tanggap ada yang lambat, ada yang cermat dan ada yang gegabah, ada yang orientasinya hari ini, ada yang orientasinya jauh di masa depan.
Tingkat kecerdasan Manusia
·         Kecerdasan ideal adalah sifat Nabi, yaitu Shiddiq, amanah, fathonah dan tabligh, benar, dapat dipercaya, cerdas dan peduli
·         Ada orang `alim dan ada orang `arif. ~alim artinya mengetahui, sedangkan `arif artinya mengenal. Banyak orang tahu ada Tuhan, tetapi hanya sedikit yang mengenal Tuhan. Bahkan ada seorang isteri yang sudah puluhan tahun sekasur  dengan suaminya ternyata ia baru benar-benar mengenali suaminya pada usia perkawinan yang ke 40 dan setelah itu ia mengambil keputusan bercerai. Tingkatan pengetahuan juga dapat difahami melalui `ilmul yaqin, kemudian `ainal yaqin, dan baru haqqul yaqin.
·         Kita sudah mengenal ada istilah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan ada kecerdasxan spirtitual.
·         Orang cerdas pasti jujur. Dibawah cerdas ada orang yang disebut cerdik, orang cerdik biasanya sudah agak kurang jujur. Dibawahnya ada orang pintar, dan orang pintar bisa  minteri atau “ngerjain”orang lain. Dibawah orang pintar ada orang lihai, dan dibawah lihai adalah orang yang licik. Sedangkat tingkatan kejujuran , yang tertinggi adalah jujur, dibawahnya ada lugu, dan dibawahnya ada bodoh.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger