Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Tuesday, July 04, 2006

Pengembangan Healing dan Konseling Berbasis Psikologi Islam
at 12:58 AM 
Pengembangan Healing dan Konseling Berbasis Psikologi Islam
oleh : Prof. Dr. Achmad mubarok, MA
disampaikan di Universitas Al Azhar Indonesia
Kamis 22 Juni 2006

Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk hidup lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika stabil-labil, sehat dan sakit, normal-abnormal dan berakhir dengan kematian. Berbeda dengan hewan, manusia adalah makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, oleh karena itu manusia selalu tertarik untuk membicarakan, menganalisa dan melakukan hal-hal yang diperlukan diri sendiri. Sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri, menyangkut kesehatannya, kenyamanannya , kesejahteraannya dan semua hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak hal yang dilakukan oleh manusia tak jarang justeru membuat manusia menjadi semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidunya. Persenjataan dan budaya hedonis materialis justeru membuat manusia semakin kehilangan martabatnya.

Konsep Sehat wal `Afiat

Sehari-hari kita mengunakan istilah sehat wal afiat untuk menyebut kondisi kesehatan yang prima. Tetapi jika kita merujuk kepada asal istilah itu yakni “as shihhah wa al `afiyah” disitu ada dua dimensi pengertian. Kata Sehat merujuk pada fungsi, sedangkan kata afiat merujuk kepada kesesuaian dengan maksud penciptaan. Mata yang sehat adalah mata yang dapat digunakan untuk melihat tanpa alat bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang tidak bisa digunakan untuk melihat sesuatu yang dilarang melihatnya, misalnya ngintip orang mandi, karena maksud Tuhan menciptakan mata adalah sebagai penunjuk pada kebenaran, membedakannya dari yang salah. Tangan yang sehat adalah tangan yang mudah digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang halal, sedangkan tangan yang afiat adalah tangan yang tidak bisa digunakan untuk mengerjakan melakukan sesuatu yang diharamkan, karena maksud diciptakan tangan oleh Tuhan adalah untuk berbuat baik dan mencegah kejahatan. Suami yang perkasa di rumah saja adalah suami yang sehat wal afiat, tetapi yang perkasa juga di luar rumah adalah suami yang sehat tetapi tidak afiat.






Konsep Kesehatan

Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Jika kita menengok bangsa kita sekarang, nampaknya bangsa ini memang sedang tidak sehat dan juga tidak afiat. Akibatnya banyak hal menjadi tidak berfungsi. banyak tentara tidak menjamin ketahanan nasional, banyak polisi tidak menjamin rasa aman, banyak sumberdaya alam tidak menjamin kemakmuran, banyak orang pinter tidak menjamin kemudahan, banyak kyai tidak juga menjamin ketakwaan.

Jika kita sakit gigi, maka kita pergi dokter gigi, jika sakit perut ita pergi ke dokter penyakit dalam. Nah problemnya ada orang yang yang secara fisik ia sehat tetapi ia mengalami gangguan sehingga fisiknyapun kurang berfungsi. Secara medik ia sehat, tetapi ia merasa tidak sehat sehingga ia tidak bisa mikir, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa tidur bahkan di kamar tidur jga tidak berfungsi. Ada orang penyandang cacad tetapi fikiranya jernih, gagasannya cemerlang dan ia ceria menjalani hidupnya, sementara ada orang yang secara fisik sehat dan memiliki semua kebutuhan fasilitas, tetapi justeru fikiranya kacau, tindakannya juga kacau, dan ia tidak bisa menikmati hidup ini.



Konsep manusia

Sering kita mendengar ungkapan; orang itu yang penting hatinya, yang penting jiwanya. Nah dalam perspektip ini hakikat manusia adalah jiwanya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi). Di maki2 orang gila, orang tidak tersinggung, karena jika tersinggung apalagi membalas maka itu menujukkan serumpun.

Orang gila tidak menyadari sakitnya, tetapi orang yang mengalami ganggguan kejiwaan, ia menyadari jiwanya sedang terganggu. Orang gila tak bisa berfikir mengenai dirinya, sedangkan orang yang terganggu kejiwaannya jsuetru selalu berfikir dan bertanya, mengapa aku begini. Nah dari ini maka kita mengenal ada Rumah Sakit mum, Rumah Sakit Jiwa dan Lembaga bimbingan mental atau healing/konseling.



Problem Masyarakat modern

Zaman modern dalam era globalisasi berlangsung sangat cepat dan praktis dan serentak seperti banjir bandang. Padahal kesiapan mental orang menghadapi era global tidak sama. Ketidak seimbangan itu kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan, dan banyak orang terkungkung dalam kerangkeng manusia modern sebagai the hollow man, manusia yang sudah kehilangan makna, resah setiap kali harus mengambil keputusan bahkan tidak tahu apa yang diinginkan. Mereka terasing di tengah keramaian, kehilangan keberdayaan di tengah kompetisi. Ketimpangan itu menyebabkan mereka sibuk bekerja menyesuaikan diri dengan trend zaman, tetapi sesungguhnya mereka sedang melayani kemauan orang lain (sosial) .Mereka sibuk melayani kemauan orang lain sampai lupa kemauan sendiri. Akibatnya dalam pergaulan mereka selalu memakai topeng sosial, ketika tertawa, ketika tersenyum dan bahkan ketika berbuat kebaikan. Saking seringnya memakai topeng sosial sampai ia lupa wajah sendiri.

Ciri2 gangguan kejiwaan manusia modern adalah dimulai dengan mengidap kecemasan, disusul merasa kesepian, kemudian mengidap kebosanan dan ujungnya adalah perilaku menyimpang, yah anarki dalam semua bidang, di rumah, di jalanan, di tempat kerja, di universitas bahkan di parlemen.

Di Indonesia ada lima lapisan strata sosial; (1) sedikit kelompok ultra modern di kota-kota besar, (2) kelompok modern, (3) masyarakat urban, (4) masyarakat tradisionil, (5) suku terasing dan bahkan masih ada yang berada di zaman koteka. Kelompok pertama dan kedua relatip siap menghadapi setiap perubahan, nah kelompok ke 3 dan ke empatlah yang paling banyak menjadi korban. Jika laju kerusakan sosial ini tak terbendung, maka kemajuan pembangunan ekonomi Indonesia menjadi tak bermakna.



Healing dan Konseling; Pendekatan Psikologi Islam

Di kalangan masyarakat terpelajar sudah dikenal adanya layanan konseling, karena pasarnya ada. Orang terpelajar secara sadar mencari solusi problemnya dengan mencari konselor, sementara orang awam tidak tahu persis apa problemnya, dan tak tahu juga harus kemana. Namun demikian bukan berarti masyarakat awam tidak mengenal terapi yang bernuansa psikologi. Di kalangan masyarakat santri, orang yang mengalami problem kejiwaan biasanya pergi kepada kyai, dan kyai memberikan layanan yang bernuansa psikologis, tetapi bukan berbasis psikologi, yakni berbasis akhlak dan tasauf. Sebagaimana diketahui dalam sejarah keilmuan Islam tidak muncul ilmu semacam psikologi yang berbicara tentang tingkah laku. Jiwa dalam sejarah keilmua Islam dibahas dalam ilmu akhlak dan ilmu tasauf. Apa yang dilakukan oleh para kyai barangkali memang tidak “ilmiah”, tetapi tak terbantah justeru banyak yang bernilai tepat guna, karena sesuai dengan kejiwaan klien yang santri. Hingga hari ini masih banyak orang mencari “pendekaan alternatip” setelah gagal menjalani terapi modern melalui konselor psikologi.



Karakteristik Psikologi Islam

Jika psikologi merupakan hasil pemikiran dan laboratorium yang menghasilkan hukum-hukum kejiwaan manusia, Psikologi Islam merumuskan hukum2 kejiwaan pertama melalui teks wahyu, yakni apa kata al Qur’an (dan hadis) tentang jiwa
. Selanjutnya ulama “Psikologi Islam” ini berijtihad dengan penghayatan atas jiwa sendiri dan orang lain (menjadikan diri sendiri menjadi obyek penghayatan), sementara teori2 psikologi modern dijadikan alat bantu dalam memahami sumber wahyu.

Jika tugas psikologi itu hanya mengungkap makna tingkah laku, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku, maka tugas Psikologi Islam menambahnya dengan berusaha membentuk tingkah laku yang baik (akhlak) hingga jiwa seseorang dapat merasa dekat dengan Tuhan (tasauf). Jika psikologi Barat hanya berdimensi horizontal, psikologi Islam melengkapinya dengan dimensi vertikal.



Konseling Islami

Ciri healing dan konseling Islam adalah pada menggunakan getar iman (daya rohaniah) dalam mengatasi problem kejiwaan. Oleh karena itu maka terapi sabar, tawakkal, ikhlas, itsar, sadaqah, ridla, cinta, ibadah, suluk, zikir, jihad dan lain-lainnya pasti digunakan sesuai dengan problemnya.



Problem Pemahaman

Yang menjadi problem dari term tersebut diatas ialah bahwa psikolog muslim masih memahaminya sebagai term akhlak dan tasauf, bukan sebagai term psikologi. Tawakkal menurut term tasauf lebih menekankan kepasrahannya, sementara menurut psikologi justeru lebih menekankan kesiapan komprehensip menghadapi tugas. Sabar menurut nuansa tasauf lebih menekankan pada menerima dengan pasif, sementara menurut psikologi sabar justeru merupakan dinamika kerja di medan sulit. Demikian juga term-term lain, menjadi sangat berbeda ketika dilihat dari sudut yang berbeda. Disinilah tantangan ilmu Psikologi Islam. Diperlukan dialog dan interaksi antara konsep perilaku horizontal dengan konsep orientasi vertikal. Insya Allah 20-30 tahun mendatang, interaksi dua kutub ini akan menghasilkan psikologi mazhab kelima yang sudah bisa diterima oleh semua kalangan ilmiah. Insya Allah, Wallohu a`lamu bissawab.
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger