Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Sunday, September 10, 2006

Pesantren: Dulu dan Sekarang
at 11:47 PM 
Sebelum sistem pendidikan sekolah masuk ke Nusantara, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pendidikan yang disebut Pesantren. Pesantren pada mulanya bersifat elit, santrinya terdiri dari anak-anak orang kaya, dan keluarga kerajaan. Calon raja dari kerajaan Jawa Islam pada umumnya terlebih dahulu disekolahkan di Pesantren. Sistem pendidikan Pesantren zaman dahulu berpusat kepada figur seorang ulama; biasanya disebut Kyai. Sosok seorang kyai pengasuh pesantren pada masa awal mencerminkan ketinggian ilmu agama, luasnya pengalaman, darah biru, kaya dan “sakti”. Oleh karena itulah maka kedudukan kyai sebagai sentral sistem menjadi sangat efektif. Santri ada yang bermotif mencari ilmu (thabul `ilmi), ada yang lebih didorong untuk mencari “ngelmu” olah kanuragan dan ada juga yang lebih bermotif “ngalap berkah” atau tabarrukan. Karena elit, maka santri merupakan simbol sosial, dihormati dan diperebutkan calon mertua. Pusat perhatian sistem pendidikan pesantren kuno lebih pada mendidik santri agar menjadi “insan kamil”dan sama sekali belum menghubungkan dengan konsep pasar tenaga kerja. Sosok kyai pengasuh pesantren juga sekaligus sebagai “kurikulum” dari pesantrennya. Artinya seluruh program akademik sebuah pesantren yang pada umumnya berupa pengkajian kitab klassik, ditentukan oleh klassifikasi keilmuan dari kyainya. Jika kyainya ahli ilmu fiqh, maka kitab-kitab yang dikaji kebanyakan kitab fiqh, jika kyainya ahli ilmu tasauf maka kitab-kitab yang dikaji juga kitab-kitab tasauf, begitu seterusnya. Prinsip ini sebenarnya sangat modern, seperti yang berlaku di universitas-universitas terkenal di Barat, yakni bahwa pembukaan suatu program studi tergantung ada tidaknya guru besar dari cabang keilmuan tersebut.

Lokasi Pesantren pada mulanya berada di dekat pusat kekuasaan. Seandainya tidak terjadi sejarah kolonialisme yang berkepanjangan di Indonesia, maka Pesantren itulah yang menjelma menjadi Universitas, seperti universitas-universitas di Barat yang pada mulanya merupakan “pesantren” gereja. Penjajahan Barat yang terlalu lama, mengubah peta dimana pesantren justru berada di kampung-kampung, jauh dari pusat kekuasaan (penjajah), karena para kyai secara konsisten melakukan konfrontasi budaya dengan penjajah kafir.

Ketika Indonesia merdeka, masyarakat pesantren belum sepenuhnya terbebas dari semangat konfontasi dengan budaya Barat. Penyelenggaraan hidup berbangsa oleh pemerintahan RI yang belum bisa mengganti sistem Belanda yang telah mapan (termasuk sistem pendidikan), memperpanjang masa konfrontasi budaya tersebut, sehingga pesantren tidak berusaha masuk ke dalam sistem pendidikan nasional, tidak tercantum dalam GBHN dan tidak nampak dalam APBN. Sistem madrasah, apalagi madrasah diniyyah juga hanya diakui setengah hati oleh sistem nasional, yang implikasinya nampak pada perbedaan anggaran negara yang sangat “jomplang”. Tersisihnya pesantren dan madrasah dari sistem pendidikan nasional nampaknya bersumber dari dua pihak sekaligus. Pertama ; sebagian “kaum muslimin” secara budaya masih memandang sekolah umum sebagai sekolah kafir warisan penjajah dan tidak mendatangkan pahala. Kedua; ada oknum dalam elit pemerintahan kita yang secara sadar berusaha menghambat kemajuan masyarakat pesantren dan madrasah.

Pesantren Zaman Orba
Bersamaan dengan dinamika politik dimana Golkar membutuhkan dukungan masyarakat Pesantren, mulailah terjadi interaksi sosial dimana Pemerintah sedikit menaruh perhatian kepada dunia pesantren, dan dari kalangan pesantren sendiri muncul kaum intelektual santri yang secara sadar berusaha meningkatkan kualitas pesantren sekaligus berusaha memperoleh hak pembiayaan dari anggaran belanja negara. Bermula datang gagasan untuk mengajarkan ketrampilan di pesantren, misalnya peternakan ayam, kemudian datang lagi SKB tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Menteri Dalam Negeri, yang menyetarakan Madrasah dengan SLP/SLA. Dinamika ini juga nampak pada sikap IAIN terhadap pesantren. Sekitar tahun 60-70, pesantren memiliki kontribusi yang cukup besar dalam memasok calon mahasiswa IAIN. Tetapi, sesuai dengan dinamika politik dan dinamika sistem pendidikan nasional, IAIN menolak alumni pesantren Gontor misalnya, hanya karena ijazah Gontor tidak diakui Pemerintah, padahal untuk menjadi mahasiswa IAIN, kualitas allumnus Pesantren Gontor diakui lebih baik dibanding lulusan Madrasah Aliyah versi SKB 3 Mentri.

Pesantren Sekarang
Sekarang tipologi pesantren dapat dibagi menjadi empat kelompok. Pertama pesantren yang tetap konsisten seperti pesantren zaman dulu, disebut salafi. Kedua Pesantren yang memadukan sistem lama dengan sistem pendidikan sekolah, disebut pesantren “modern”. Ketiga Pesantren yang sebenarnya hanya sekolah biasa tetapi siswanya diasramakan 24 jam. Keempat pesantren yang tidak mengajarkan ilmu agama, karena semangat keagamaan sudah dimasukkan dalam kurikulum sekolah dan kehidupan sehari-hari di asrama.

Bagaimanapun bentuknya, meski pesantren masih ditengok sebagai nostalgia, kelemahan kebanyakan pesantren dewasa ini justeru terletak pada lemahnya figur kyai, baik kelemahan keilmuan, “keanggunan kepribadian” maupun distorsi lingkungan.
Era reformasi dimana kegagalan sistem pendidikan nasional terungkap secara transparan mengusik kembali keunggulan pesantren sebagai sistem pendidikan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah SDM santri, yakni allumnus pesantren yang dewasa ini telah bergelar master , Doktor, dan Profesor, semangat mencari format baru sistem pendidikan pesantren sebagai pendidikan alternatif cukup tinggi. Optimisme terhadap pesantren justru sangat menonjol pada kelompok intelektual yang bukan alumnus pesantren. Terlepas dari subyektifitas pendapat, pada hemat kami, menengok sistem pesantren sebagai alternatif dari kegagalan sistem pendidikan nasional sebenarnya sangat wajar, dan relevan. Insya Allah.
posted by : Mubarok institute

Anonymous Anonymous said.. :

Prof. Mubarok,
Menurut saya sekarang ini kita butuh seorang guru yang memiliki karakter kyai, sewaktu saya dulu pernah dipesantren saya melihat sosok kyai yang dengan tulus ikhlas mengajar dan mampu memberikan taudalan buat santri-santrinya..

salam,
Nirwan

12:39 AM  
Anonymous Anonymous said.. :

Prof, antum sadar nggak sekarang ini sudah hampir nggakl ada kyai yang "merasa terhormat" dengan hanya menggeluti dunia pesantren, hampir semuanya kalah dengan" syahwat politik yang besar" untuk meraih kekuasaan duniawi, ya karena bisanya hanya di ranah politik maka berebutlah kyai untuk jadi DPR ,di partai apapun selalu ada hadis dan ayatnya yang bisa dipakai melegitimasi ulah mereka,yang bahkan tidak jarang untuk itu mereka rela berseteru dengan sejawatnya, kayak cina aja karena bidang yang bisa digeluti hanya perdagangan, maka mereka matia matian jadi pedagang, karena bidang yang bisa diterjuni dan cepat membuat kaya adalah politik maka kyai matian matian terjun di politik . wahai para kyai mana yanggung jawabmu terhadap Diunul Islam mana kalian katanya bercermin pada Rasulukllah, kembalillah ke pesantren ummat banyak haus dan membutuhkan siramanmu.bidang politik yang kotor bukan tempatmu wahai orang orangmulia berjubah putih

10:22 AM  
Anonymous Anonymous said.. :

Prof, antum sadar nggak sekarang ini sudah hampir nggakl ada kyai yang "merasa terhormat" dengan hanya menggeluti dunia pesantren, hampir semuanya kalah dengan" syahwat politik yang besar" untuk meraih kekuasaan duniawi, ya karena bisanya hanya di ranah politik maka berebutlah kyai untuk jadi DPR ,di partai apapun selalu ada hadis dan ayatnya yang bisa dipakai melegitimasi ulah mereka,yang bahkan tidak jarang untuk itu mereka rela berseteru dengan sejawatnya, kayak cina aja karena bidang yang bisa digeluti hanya perdagangan, maka mereka matia matian jadi pedagang, karena bidang yang bisa diterjuni dan cepat membuat kaya adalah politik maka kyai matian matian terjun di politik . wahai para kyai mana yanggung jawabmu terhadap Diunul Islam mana kalian katanya bercermin pada Rasulukllah, kembalillah ke pesantren ummat banyak haus dan membutuhkan siramanmu.bidang politik yang kotor bukan tempatmu wahai orang orangmulia berjubah putih

10:24 AM  
Blogger yanmaneee said.. :

jordan shoes
coach outlet
kyrie 5
nike air max 270
michael kors
chrome hearts
supreme hoodie
nike air max
golden goose sneakers
fake rolex

10:05 PM  

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger