Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, March 07, 2007

Membangun Kepribadian Muslim (4)
at 10:56 PM 
3. Membangun Tokoh Idola
Pada masa anak dan remaja , motif imitasi dan identifikasi sedang dalam pertumbuhan dan mencapai puncaknya. Ketika masa kanak-kanak, ayah adalah tokoh identifikasinya. Bagi kanak-kanak figur ayah adalah tokoh yang terhebat dalam alam psikologinya. Seorang ayah yang bisa memenuhi motif identifikasi anaknya hingga anak itu meningkat remaja, maka ia akan tetap menjadi tokoh idola anaknya. Di mata anak, ayah tetaplah besar meski secara sosial mungkin tidak. Sebaliknya seorang ayah yang gagal menjadi tokoh idola anaknya ketika masih anak-anak dan remajanya, maka di mata anak, ayah tetap tidak besar meskipun boleh jadi secara sosial ia adalah tokoh besar.

Seorang anak membutuhkan ayah sebagai ayahnya sendiri, bukan ayahnya orang banyak. Dalam perspektip ini maka seseorang yang tidak mengenal siapa ayahnya (atau siapa ibunya) mengalami krisis identitas, karena ia kehilangan tokoh idola. Untuk bisa menjadi idola anaknya, seorang ayah juga harus mempunyai konsep tentang anak, apa yang diinginkannya tentang anaknya, mau dibentuk menjadi apa dan siapa. Tanpa konsep itu maka seorang ayah tidak bisa mendesain kapasitas dan corak moralitas anaknya. Pada usia sekolah kedudukan orang tua disaingi oleh guru.

Ketika seseorang meningkat menjadi remaja, tokoh identifikasinya berubah kepada tokoh-tokoh “selebritis” terkenal, Ketika seseorang dalam usia mahasiswa, ketika mereka sudah bisa berfikir logis, bisa membandingkan berbagai aliran pemikiran dari literatur yang dibaca, tokoh idola yang dipilih pada umumnya adalah tokoh yang memiliki gagasan yang kuat , khas, menonjol, melawan arus atau yang telah membuktikan mampu melahirkan karya-karya besar, apakah orang itu masih hidup atau sudah menjadi catatan sejarah. Bagi orang dewasa seusia mahasiswa, tokoh idola sangat berperan dalam membangun cita-cita masa depan. Pemikiran besar dari orang besar itu mengilhami orang muda untuk berfikir besar. Orang besar adalah orang yang ruang lingkup pemikirannya luas melampaui ruang sosial, ruang geografi serta ruang zaman dimana orang besar itu hidup. Tokoh-tokoh besar dunia yang banyak dijadikan idola pemuda antara lain, Hitler, Napoleon, Jamal Abdul Nasser, Sukarno, Imam Khumaini, Gaddafi dan lain-lain.

Pengenalan kepada orang besar itu bisa dilakukan dengan membaca biografinya atau mengunjungi jejak sejarah dari tokoh tersebut. Orang besar adalah orang yang bisa “bermimpi” tentang suatu hal yang mustahil tapi kemudian bisa mewujudkan impiannya dalam kenyataan. Semua karya besar pada mulanya secara sinis dipandang orang sebagai impian kosong.

4. Pembiasaan Kepada Pola Tingkah Laku Konstruktip.
Jika transfer ilmu pengetahuan dapat dilakukan melalui pengajaran maka pembentukan pola tingkahlaku merupakan tujuan dari pendidikan. Pendidikan adalah transfer budaya, sementara kebudayaan masyarakat manapun mengandung unsur-unsur (a) akhlak atau etik, (b) estetika, (c) ilmu pengetahuan dan (d) teknologi. Tingkahlaku manusia tidak selamanya logis, sebaliknya sebagian besar perilaku manusia justeru terbangun melalui pembiasaan. Orang yang sudah biasa bangun pagi tetap saja bangun pagi meski tidurnya terlambat. Enaknya masakan pedas bagi seseorang misalnya adalah bukan masalah logis tidak logis, tetapi lebih pada pembiasaan rasa. Demikian juga rasa bersih, rasa tertib, rasa disiplin juga tertanam melalui proses pembiasaan. Orang yang telah memahami logika kejujuran tidak otomatis menjadi orang jujur, sebaliknya boleh jadi pengetahuan itu justeru digunakan untuk mengelabui orang-orang lain yang berfikir jujur. Demikian juga sopan santun adalah sesuatu yang tidak mesti logis, tetapi ia terbentuk melalui pembiasaan.

Dalam pembentukan karakter seseorang, hal-hal yang perlu dijadikan kebiasaan tingkah laku adalah (a) sopan santun atau etiket, (b) kebersihan dan kerapihan/ketertiban (c) kejujuran, (d) disiplin.

Kepribadian, disamping digunakan untuk menyebut sifat indifidu, juga dapat digunakan untuk menyebut sifat kelompok dan bangsa, sehingga kita bisa menyebut kepribadian bangsa Indonesia atau kepribadian Indonesia.. Dewasa ini kerpibadian bangsa Indonesia benar-benar nampak buruknya, dan hal ini bukan terjadi mendadak karena reformasi, tetapi sebagai buah dari kesalahan bangsa ini mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara selama limapuluh tahun. Membangun kepribadian bangsa hari ini baru akan diketahui hasilnya satu generasi mendatang, Wallohu a`lam.
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger