Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Saturday, August 22, 2009

Keteladanan Pemimpin
at 7:44 AM 
Di dalam Bulan suci Ramadhan ini patutlah menjadi sebuah refleksi betapa penting sebuah keteladanan seorang pemimpin berbasis akhlak. Akhlak dalam kacamata Imam Al-Ghazali adalah keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain yang perlu ditolong maka ia secara spontan menolongnya tanpa sempat memikirkan resiko. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu peluang terbuka. Akhlak seseorang, di samping bermodal pembawaan sejak lahir, juga dibentuk oleh lingkungan dan perjalanan hidupnya.

Nilai-nilai akhlak Islam yang universal bersumber dari wahyu, disebut al-khair, sementara nilai akhlak regional bersumber dari budaya setempat, di sebut al-ma‘ruf, atau sesuatu yang secara umum diketahui masyarakat sebagai kebaikan dan kepatutan. Sedangkan akhlak yang bersifat lahir disebut adab, tatakrama, sopan santun atau etika. Akhlak universal berlaku untuk seluruh manusia sepanjang zaman. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu peluang terbuka. Tetapi, sesuai dengan keragaman manusia, juga dikenal ada akhlak yang spesifik, misalnya akhlak anak kepada orang tua dan sebaliknya, akhlak murid kepada guru dan sebaliknya, akhlak pemimpin kepada yang dipimpin dan sebagainya.

Seseorang dapat menjadi pemimpin (imam) dari orang banyak manakala ia memiliki (a) kelebihan dibanding yang lain, yang oleh karena itu ia bisa memberi (b) memiliki keberanian dalam memutuskan sesuatu, dan (c) memiliki kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa bertindak arif bijaksana. Secara sosial seorang pemimpin (imam) adalah penguasa, karena ia memiliki otoritas dalam memutuskan sesuatu yang mengikat orang banyak yang dipimpinnya. Akan tetapi menurut etika keagamaan, seorang pemimpin pada hakekatnya adalah pelayan dari orang banyak yang dipimpinnya (sayyid al-qaumi khodimuhum). Pemimpin yang akhlaknya rendah pada umumnya lebih menekankan dirinya sebagai penguasa, sementara pemimpin yang berakhlak baik lebih menekankan dirinya sebagai pelayan masyarakatnya.

Dampak dari keputusan seorang pemimpin akan sangat besar implikasinya pada rakyat yang dipimpin. Jika keputusannya tepat maka kebaikan akan merata kepada rakyatnya, tetapi jika keliru maka rakyat banyak akan menanggung derita karenanya. Oleh karena itu pemimpin yang baik disebut oleh Nabi dengan sebutan pemimpin yang adil (imamun ‘adilun) sementara pemimpin yang buruk digambarkan al-Qur’an, dan juga hadis, sebagai pemimpin yang zalim. Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan sebaliknya zalim artinya menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Hadis Riwayat Bukhari menempatkan seorang Pemimpin yang adil dalam urutan pertama dari tujuh kelompok manusia utama. Hadis Riwayat Muslim menyebutkan bahwa pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang dicintai rakyatnya dan iapun mencintai rakyatnya. Sementara pemimpin yang terburuk menurut Nabi, adalah pemimpin yang dibenci rakyatnya dan iapun membenci rakyatnya, mereka saling melaknat satu sama lain. Hadis lain menyebutkan bahwa dua dari lima golongan yang dimurkai Tuhan adalah (1) penguasa (amir) yang hidupnya ditopang oleh rakyat (sekarang-pajak), tetapi ia tidak memberi manfaat kepada rakyatnya, dan bahkan tidak bisa melindungi keamanan rakyatnya. (2) Pemimpin kelompok (za‘im) yang dipatuhi pengikutnya tetapi ia melakukan diskriminasi terhadap kelompok kuat atas yang lemah, serta berbicara sekehendak hatinya (tidak mendengarkan aspirasi pengikutnya). Hadis Riwayat Dailami bahkan menyebut pemimpin yang sewenang-wenang (imam jair) sebagai membahayakan agama.

Kisah Al-Qur'an yang menyebut Nabi (Raja) Sulaiman yang memperhatikan suara semut mengandung pelajaran bahwa betapa pun seseorang menjadi pemimpin besar dari negeri besar, tetapi ia tidak boleh melupakan kepada rakyat kecil yang dimisalkan semut itu. (Q/27:16). Meneladani kepemimpinan Rasulullah, akhlak utama yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah keteladanan yang baik (uswah hasanah), terutama dalam kehidupan pribadinya, seperti; hidup bersih, sederhana dan mengutamakan orang lain. Tentang betapa tingginya nilai keadilan pemimpin, Hadis Riwayat Tabrani menyebutkan bahwa waktu satu hari efektif dari seorang imam yang adil setara dengan ibadah tujuhpuluh tahun.
posted by : Mubarok institute

Blogger Hegar Mobil Kebumen said.. :

Assalaamualaikum

Sungguh makna yang luar biasa apabila bapak dapat mengaplikasikan apa yg telah ditulis di blog ini kedalam kehidupan sehari2.baik itu dalam berpolitik,bermasyarakat dan sebagainya. Kehidupan yang nyata berinteraksi dengan manusia bukan dalam kehidupan maya atau kehidupan di atas kertas/pena.Karena sesungguhnya itulah yg tersulit dalam hidup ini.Hidup adalah pilihan. Kemanakah pilihan itu akan dibawa .. ke arah dunia atau ke arah lillahi ta'ala.


Wassalaamualaikum

2:01 AM  

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger