Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, August 30, 2010

Membangun akhlak manusia (4) Sasaran akhlak
at 10:39 PM 
Sebagaimana telah diterangkan di muka bahwa akhlak bukanlah perbuatan, tetapi keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya perbuatan. Memang antara perbuatan lahir dengan keadaan batin ada hubungannya, maksudnya perbuatan baik biasanya dilakukan oleh orang yang hatinya baik, dan perbuatan jahat biasanya dilakukan oleh orang yang hatinya jahat. Meski demikian, karena menilai ketepatan keadaan batin itu tidak mudah, maka banyak orang terkecoh oleh perbuatan lahir.Penipu biasanya menampilkan diri sebagai orang yang ramah, sopan dan peduli orang lain. Pemeras biasanya memulai dengan menunjukkan kemurahan dalam memberi. Pengkhianat biasanya memulai usahanya dengan rajin bekerja.

Sasaran nilai akhlak adalah keadaan batin, oleh karena itu marah belum tentu bermakna benci, menolak belum tentu bermakna tidak simpati, tidak mau memberi belum tentu bermakna tidak mencintai, membiarkan belum tentu bermakna tak peduli, meninggalkan belum tentu bermakna marah, diam belum tentu bermakna ngambek, dan sebagainya. Di mata Tuhan, nilai suatu perbuatan bukan pada perbuatan itu sendiri, tetapi pada apa yang ada di balik perbuatan itu, yakni niatnya, keikhlasannya, kesabarannya, ketabahannya dan hal-hal lain yang bersifat rohaniah.

Untuk menilai kualitas akhlak seseorang bisa dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Pertama: Konsistensi antara yang dikatakan dengan yang dilakukan, satunya kata dengan perbuatan. Orang yang berakhlak baik jika berbicara maka ia menyadari betul apa yang dikatakan, menyadari betul apa implikasi dan konsekwensi dari apa yang dikatakan. Oleh karena itu keputusan yang diambil juga sejalan dengan apa yang telah dikatakan. Untuk mengetahui konsistensi seseorang tidak cukup hanya dengan melihat satu kasus, tetapi beberapa kasus dan dalam waktu yang lama, karena adakalanya seseorang dalam satu hal nampaknya tidak konsisten, tetapi setelah dianalisis dengan banyak hal yang dilakukan jauh sebelumnya ternyata itu merupakan konsistensi. Orang awam memandangnya sebagai inkonsistensi, tetapi orang 'arif justeru memandangnya sebagai konsistensi.

Kedua: Konsistensi orientasi, yakni antara pandangannya dalam satu hal dengan pandangannya dalam bidang lain. Seorang yang memiliki sikap pemihakan kepada orang lemah, maka sikapnya itu akan nampak ketika berurusan dengan segala bidang, ekonomi, hukum, sosial dan juga politik. Seorang humanis akan selalu mengorientasikan perhatiannya pada masalah humanisme yang berjangka jauh, berbeda dengan politisi yang sering mengukurnya dengan kepentingan politis jangka pendek.

Ketiga: Konsistensi pola hidup. Orang yang berakhlak baik pada umumnya pola hidupnya tidak mudah berubah. Jika ia menempuh pola hidup sederhana, maka baik ketika ia miskin maupun setelah menjadi kaya raya, pola hidupnya tetap hidup sederhana. Ketika ia menjadi presiden pun ia tetap bertingkahlaku sederhana, mudah dihubungi, tetap santai, satu hal yang biasanya menyulitkan penangggung jawab protokoler dan keamanan.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger