Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, March 30, 2015

Politik Yang Efektif
at 9:15 AM 
Oleh : Prof. DR. Achmad Mubarok, MA.
       Jika orang berbicara tentang politik, pasti terhubungkan dengan system pemerintahan, karena pemerintahan adalah merupakan aktualisasi politik dalam kehidupan bernegara. Pemerintahan adalah factor penting bahkan paling penting dalam mempengaruhi kualitas kehidupan ummat manusia sepanjang sejarah. Tujuan utama terbentuknya pemerintahan dalam suatu Negara adalah untuk member rasa aman dan menjamin keamanan warganya, menciptakan ruang kebebasan dan sudah barang tentu kesejahteraan bagi rakyatnya.
       Untuk pencapaian itu maka dalam suatu pemerintahan ada aparat keamanan, ada kepemimpinan, ada manajemen, dan prioritas program yang menjadi komitmen dari pemerintahan itu. Bentuk pemerintahan itu sendiri bergantung kepada system politik yang dianut oleh Negara, apakah demokrasi, otokrasi atau theokrasi.
        Sejarah membuktikan bahwa tidak ada system yang menjamin kepastian tercapainya tujuan. Demokrasi belum tentu menjamin kesejahteraan rakyat, otokrasi dan theokrasi juga tidak serta merta mnyengsarakan rakyat. Disitu ada factor yang yang sangat berperan dalam pencapaian tujuan hidup bernegara, yaitu kualitas suatu kepemimpinan  pemerintahan, yakni pemerintahan yang kuat yang berbasis integritas, kompetensi dan komitmen. Semakin tinggi integritas dan kompetensi para pemimpin pemerintahan di suatu Negara, maka semakin kuat peluang keberhasilan pencapaian tujuan. Demikian juga semakin kuat komitmen para pemimpin pemerintah untuk menunaikan janjinya, maka akan semakin kokoh pula kedudukan pemerintahan itu di depan rakyatnya.
       Selanjutnya integritas, kompetensi dan komitmen itu harus diaktualkan dalam bentuk organisasi dan menejemen yang membuat kerja pemerintah menjadi produktip dan efisien. Selanjutnya kecerdasan pemimpin pemerintahan dalam menentukan skala prioritas akan sangat menentukan efektifitas kerja pemerintahan.
       Efektifitas pemerintahan tidak selalu berhubungan dengan system politik. Bisa terjadi system demokrasi justeru membuat pemborosan dan kelambanan kerja pemerintah. Sebaliknya system otoriter dengan “Raja” atau kepala pemerintahan yang adil dan kompeten bisa membuat kerja terobosan dalam pencapaian tujuan politik nasional
        Runtuhnya tembok Berlin yang kemudian diasumsikan  akan hadirnya demokrasi liberal sebagai solusi dari belenggu system totaliter ternyata hanya impian kosong. Gegap gempita menyambut system demokrasi liberal sebagai puncak peradaban politik yang berlaku secara universal ternyata juga keliru karena demokrasi liberal itu pula yang memicu konflik brutal di bekas wilayah Yugoslavia. Sebalinya China yang hanya melakukan reformasi ekonomi seraya tetap mempertahankan system otoriter komunis justeru berhasil menjadi kekuatan ekonomi nomor dua di dunia setelah Amerika.
       Kasus Lech Walenca, pemimpin buruh kharismatis yang sukses memimpin demontrasi melawan rezim totaliter Komunis ternyata gagal juga ketika menjabat sebagai presiden Polandia, bukan karena korupsi tetapi karena tidak kompeten. Popularitas saja tidak cukup untuk menjamin efektifitas politik.  Thaksin di Thailand dan Estrada di Philipina adalah juga contoh kegagalan system demokrasi. Di New York, sebuah lembaga kajian demokrasi yang bernama Fredom House  melaporkan bahwa di tahun 2009 saja terdapat 25 negara yang meninggalkan system demokrasi, akibat kejenuhan masyarakat terhadap kebebasan yang hanya melahirkan kesemrawutan, kegagalan ekonomi, ketimpangan kesejahteraan dan ancaman atas keteraturan social.
       Hal tersebut diatas kini benar-benar harus menjadi perhatian para pemimpin Indonesia, karena produk pilpres 2014 yang sangat dibanggakan sebagai sangat demokratis dengan terpilihnya Jokowi yang “merakyat” ternyata justeru baru beberapa bulan sudah melahirkan kekecewaan kolektip terhadap system demokrasi liberal yang stagnan..
       Apa yang harus dilakukan melihat ketidak menentuan ini ? sampai kapan kesabaran politik masih bisa berlangsung ? Ketika MPR masih menjadi lembaga tertinggi Negara, dapat dibayangkan solusinya, nah sekarang ketika MPR sudah dicabut kekuasaannya oleh amandemen reformasi, siapa yang bisa berinisiatip mencari jalan keluar ? Polandia dan Philipina memilih memakzulkan Presidedn dan menggantinya dengan yang dipandang lebih baik. Thailand  membiarkan militer mengambil alih kekuasaan.
       Dibutuhkan adanya” keinginan luhur” para elit pemimpin politik, karena  keinginan luhur akan menjadi infrastruktur datangnya berkat dan rahamat Alloh kepada bangsa Indonesia, seperti yang diyakini oleh para pendiri negeri ini bahwa hanya atas berkat dan rahmat Alloh didukung oleh keinginan luhur maka bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya.
        Sebagai penutup dari uraian ini, saya kutip kaidah politik dari kitab kuning pesantren yang berbunyi : Lan yaflah al qaumu faudlo la surota lahum  ** wala surota idza juhhaluhum saaduu, artinya : suatu bangsa tidak akan sukses jika mereka bertindak anarkis tak bermartabat, dan martabat bangsa itu akan hilang jika mereka dipimpin oleh-orang-orang bodoh.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger