Monday, July 13, 2009
Pergumulan Nasionalisme Vs. Islamisme
Perdebatan dalam Panitia Penyelidik Kemerdekaan Indonesia (PPKI) berlangsung sangat seru dan dinamis tetapi sehat, karena dilakukan oleh tokoh-tokoh negarawan yang mengedepankan kepentingan bangsa melebihi kepentingan kelompok dan pribadi.
Secara garis besar mereka terdiri dari kelompok nasionalis muslim dan tokoh Islam nasionalis. Kebesaran jiwa mereka nampak sekali, tercermin pada persetujuan AA. Maramis yang beragama Kristen terhadap rancangan Piagam Jakarta, dan kesediaan tokoh-tokoh Islam untuk mencoret tujuh kata-kata dalam Piagam Jakarta demi tercapainya kemerdekaan Republik Indonesia.
Pergumulan pemikiran nasionalisme dengan Islamisme dalam perumusan konstitusi Indonesia sesungguhnya justeru mencerminkan jati diri nasionalis religius dari bangsa Indonesia. Tokoh Islam yang mem¬bawa aspirasi Islamisme seperti Moh. Natsir adalah seratus persen tokoh nasionalis, sementara banyak pembawa aspirasi nasionalis seperti Bung Hatta adalah tokoh yang juga taat beribadah.
Adu argumen dari para pemimpin bangsa ini sangat sehat, jauh dari trik-trik konyol. Kekentalan corak nasionalis religius juga tercermin dalam hasil Pemilu pertama 1955 sehingga tarik ulur nasionalis vs. Islamisme dalam Majlis Kon¬stituante tak pernah melahirkan pemenang. Ujung dari pergumulan itu akhirnya diselesaikan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimana konstitusi dikembalikan kepada UUD 45 dan dinyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai seluruh batang tubuh UUD 45.
Secara garis besar mereka terdiri dari kelompok nasionalis muslim dan tokoh Islam nasionalis. Kebesaran jiwa mereka nampak sekali, tercermin pada persetujuan AA. Maramis yang beragama Kristen terhadap rancangan Piagam Jakarta, dan kesediaan tokoh-tokoh Islam untuk mencoret tujuh kata-kata dalam Piagam Jakarta demi tercapainya kemerdekaan Republik Indonesia.
Pergumulan pemikiran nasionalisme dengan Islamisme dalam perumusan konstitusi Indonesia sesungguhnya justeru mencerminkan jati diri nasionalis religius dari bangsa Indonesia. Tokoh Islam yang mem¬bawa aspirasi Islamisme seperti Moh. Natsir adalah seratus persen tokoh nasionalis, sementara banyak pembawa aspirasi nasionalis seperti Bung Hatta adalah tokoh yang juga taat beribadah.
Adu argumen dari para pemimpin bangsa ini sangat sehat, jauh dari trik-trik konyol. Kekentalan corak nasionalis religius juga tercermin dalam hasil Pemilu pertama 1955 sehingga tarik ulur nasionalis vs. Islamisme dalam Majlis Kon¬stituante tak pernah melahirkan pemenang. Ujung dari pergumulan itu akhirnya diselesaikan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimana konstitusi dikembalikan kepada UUD 45 dan dinyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai seluruh batang tubuh UUD 45.
Post a Comment
Home