Friday, September 04, 2009
Permainan Politik vs Politik Permainan
Kata-kata permainan ternyata bisa menghebohkan dunia perpolitikan nasional. Bermula dari pertanyaan wartawan, apakah Demokrat sudah resmi mendukung Taufik Kiemas menjadi Ketua MPR ? waduh,ini baru komunikasi politik, ujungnya kita belum tahu karena jangan lupa,politik itu game atau permainan, tergantung bagaimana operan-operannya dan bagaimana di ujung ada nggak yang bisa memasukkan ke dalam goal, soalnya kan banyak yang bermain. Jawab saya. Wartawan lain menyimpulkan. Jadi hubungan Demokrat dengan PDIP hanya untuk main-main ? Selanjutnya dari dialog itu berkembangn menjadi ”heboh” di koran dan di TV. Sesungguhnya apa sih ?
Secara universal, politik itu memiliki tiga dimensi; sebagai ilmu,sebagai seni dan sebagai game. Dengan ilmu politik maka produk politik seperti Undang-Undang dan Peraturan Negara menjadi logik,dapat diuji secara ilmiyah. Politik sebagai game membuat yang menang maupun yang kalah mendapat aplouse, karena game itu menyenangkan, kalah dan menang menjadi sesuatu yang biasa, yang kalah mengakui kekalahannya karena permainanan sudah diatur dalam bingkai aturan permainan the rule of the game. Politik sebagai seni membuat persaingan politik bahkan pergulatan politikpun menjadi indah ditonton dan indah dirasa..
Perjuangan politik juga sama dengan game, keberhasilannya ditentukan oleh banyak pemain, oleh strategi permainan, dan akhirnya ditentukan oleh fenomena politik terakhir adakah pemain yang mampu menendang bola politik ke goal. Banyak permainan yang dimulai dengan tidak serius, tetapi kemudian berkembang menjadi sangat serius dan akhirnya berhasil, goaaal. Sebaliknya ada yang sudah diputuskan secara resmi – misalnya koalisi besar Golkan dan PDIP- dalam prosesnya berkembang menjadi seperti tidak ada karena tidakmerangsang permainan dan akhirnya memang tidak sampai ke goal.
Dalam permainan sudah barang tentu ada tekan menekan, ada taktik, ada strategi ada mobilisasi yang berimplikasi menekan lawan. Sepanjang permainannya tidak melanggar aturan permainan maka ia tetap dinilai sebagai pandai bermain. Karena pemain juga bisa bermain tidak fair,maka dalam permainan politikjuga ada wasit, ada panwaslu yang menjamin sportifitas dalam bermain. Yang sangat menarik adalah perrjuangan penekanan politik ke KPU oleh pasangan capres no 1 dan 3 agar pemilih yang tidak tercantum dalam DPT bisa memilih dengan KTP atau pasport. Goalnya dinikmati oleh yang menekan atau yang ditekan ?
Yang tidak dibenarkan adalah politik permainan, yaitu berpolitik yang hanya untuk main-main atau mempermainkan. Kita memang masing sering mudah tersentak oleh hal-hal yang sesungguhnya biasa kita alami dalam keseharian.
* Penulis, Prof.Dr.Achmad Mubarok,MA, Waketum DPP Partai Demokrat, Guru Besar Psikologi Islam, Pascasarjana UI
Secara universal, politik itu memiliki tiga dimensi; sebagai ilmu,sebagai seni dan sebagai game. Dengan ilmu politik maka produk politik seperti Undang-Undang dan Peraturan Negara menjadi logik,dapat diuji secara ilmiyah. Politik sebagai game membuat yang menang maupun yang kalah mendapat aplouse, karena game itu menyenangkan, kalah dan menang menjadi sesuatu yang biasa, yang kalah mengakui kekalahannya karena permainanan sudah diatur dalam bingkai aturan permainan the rule of the game. Politik sebagai seni membuat persaingan politik bahkan pergulatan politikpun menjadi indah ditonton dan indah dirasa..
Perjuangan politik juga sama dengan game, keberhasilannya ditentukan oleh banyak pemain, oleh strategi permainan, dan akhirnya ditentukan oleh fenomena politik terakhir adakah pemain yang mampu menendang bola politik ke goal. Banyak permainan yang dimulai dengan tidak serius, tetapi kemudian berkembang menjadi sangat serius dan akhirnya berhasil, goaaal. Sebaliknya ada yang sudah diputuskan secara resmi – misalnya koalisi besar Golkan dan PDIP- dalam prosesnya berkembang menjadi seperti tidak ada karena tidakmerangsang permainan dan akhirnya memang tidak sampai ke goal.
Dalam permainan sudah barang tentu ada tekan menekan, ada taktik, ada strategi ada mobilisasi yang berimplikasi menekan lawan. Sepanjang permainannya tidak melanggar aturan permainan maka ia tetap dinilai sebagai pandai bermain. Karena pemain juga bisa bermain tidak fair,maka dalam permainan politikjuga ada wasit, ada panwaslu yang menjamin sportifitas dalam bermain. Yang sangat menarik adalah perrjuangan penekanan politik ke KPU oleh pasangan capres no 1 dan 3 agar pemilih yang tidak tercantum dalam DPT bisa memilih dengan KTP atau pasport. Goalnya dinikmati oleh yang menekan atau yang ditekan ?
Yang tidak dibenarkan adalah politik permainan, yaitu berpolitik yang hanya untuk main-main atau mempermainkan. Kita memang masing sering mudah tersentak oleh hal-hal yang sesungguhnya biasa kita alami dalam keseharian.
* Penulis, Prof.Dr.Achmad Mubarok,MA, Waketum DPP Partai Demokrat, Guru Besar Psikologi Islam, Pascasarjana UI
Post a Comment
Home