Monday, January 08, 2007
Kematian
Daya tarik pembicaraan tentang mati sebenarnya bukan pada kematian itu sendiri, tetapi pada konsep mati itu apa. Di kalangan binatang saya kira tidak pernah ada diskusi dan seminar hidup itu apa dan mati itu apa. Bagi mereka hidup tak ubahnya mengikuti arus air, mereka sepenuhnya tunduk kepada alam, tidak ada rekayasa pemeliharaan lingkungan alam dan tidak ada pula usaha perusakan alam oleh mereka. Sedangkan di kalangan manusia, pembicaraan tentang mati senafas dengan pembicaraan tentang konsep hidup. Bagaimana makna mati tergantung pada apa yang menjadi pandangan hidupnya.
Pembicaraan tentang makna mati sebenarnya berpangkal dari tiga pertanyaan abadi yang berlangsung sepanjang sejarah manusia, yaitu Dari mana, mau kemana dan untuk apa hidup manusia di muka bumi ini, min aina, ila aina wa limadza ?
Pertanyaan pertama dan kedua hanya ada dua jawaban, yaitu orang beragama menjawab bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, sedang orang atheis menjawab bahwa manusia itu berasal dari proses alamiah dan akan hilang secara alamiah. Meski demikian rincian dari jawaban itu, terutama untuk pertanyaan ke tiga, sangat beragam dan rumit, serumit dan se ragam manusia itu sendiri.
Konsep Islam tentang hidup dan mati saya kira cukup jelas, bahwa inna lillahi wa inna ilahi raji’un, sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada Nya, dan bahwa manusia berada di muka bumi ini bukan untuk iseng-iseng (Q/23:115) tetapi dimuati dengan amanah (Q/33:72) sebagai khalifah. Menurut Al Qur’an dan juga kenyataan, setiap jiwa pasti akan mati, kullu nafsin zaiqatul maut. , dan sesudah mati justeru ada kehidupan akhirat, yang menurut al Qur’an justeru merupakan kehidupan yang sebenanrnya (wa innal akhirota lahiyal hayawan)Akan tetapi agama Islam itu apa, bisa difahami dengan tingkat-tingkat pemahaman;, (1) sebagai konsep yang sempurna, tetapi masih di langit (2) sebagai konsep yang didemontrasikan di muka bumi, (3) sebagai konsep yang sudah membumi, (4) sebagai interprestasi, dan (5) sebagai tradisi. Lima tingkat ini bisa berdiri sebagai suatu struktur bangunan, tetapi bisa juga tidak. Tingkatan-tingkatan pemahaman ini membawa konsekwnsi pada keragaman dan juga kerumitan tentang konsep hidup dan mati yang diberi label “menurut Islam”.
Dalam struktur ini tasauf berada pada tingkatan ke empat, setingkat dengan fiqh. Meskipun demikian, atau untungnya, tingkat otentisitas al Qur’an sebagai sumber utama dan konsep dasar ajaran Islam (dan diperkuat oleh tadwin assunnah) sangat membantu dalam mengembalikan seluruh tingkat pemahaman kepada sumber utama itu.
Jika ulama fiqh berusaha memahami agama ini dengan semangat ijtihad (sistem berfikir), maka para sufi melakukan hal yang sama dengan semangat taqarrub, yakni dengan latihan-latihan spirituil yang lebih dekat dengan sistem perasaan. Ijtihad melahirkan produk-produk berupa hukum-hukum dan fatwa-fatwa, sementara bertasauf melahirkan pengalaman spiritual. Hasil-hasil ijtihad bisa diuji dengan logika,, sementara pengalaman spirituil , meskipun secara filosofis bisa difahami, tetapi pembuktiannya hanya mungkin dilakukan melalui suluk. Oleh karena itu jika berbicara tentang tasauf maka paradigma yang digunakan juga harus paradigma tasauf. Istilah-istilah dalam tasauf juga hanya bisa difahami dengan cara berfikir dan cara merasa para sufi.
Pembicaraan tentang makna mati sebenarnya berpangkal dari tiga pertanyaan abadi yang berlangsung sepanjang sejarah manusia, yaitu Dari mana, mau kemana dan untuk apa hidup manusia di muka bumi ini, min aina, ila aina wa limadza ?
Pertanyaan pertama dan kedua hanya ada dua jawaban, yaitu orang beragama menjawab bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, sedang orang atheis menjawab bahwa manusia itu berasal dari proses alamiah dan akan hilang secara alamiah. Meski demikian rincian dari jawaban itu, terutama untuk pertanyaan ke tiga, sangat beragam dan rumit, serumit dan se ragam manusia itu sendiri.
Konsep Islam tentang hidup dan mati saya kira cukup jelas, bahwa inna lillahi wa inna ilahi raji’un, sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada Nya, dan bahwa manusia berada di muka bumi ini bukan untuk iseng-iseng (Q/23:115) tetapi dimuati dengan amanah (Q/33:72) sebagai khalifah. Menurut Al Qur’an dan juga kenyataan, setiap jiwa pasti akan mati, kullu nafsin zaiqatul maut. , dan sesudah mati justeru ada kehidupan akhirat, yang menurut al Qur’an justeru merupakan kehidupan yang sebenanrnya (wa innal akhirota lahiyal hayawan)Akan tetapi agama Islam itu apa, bisa difahami dengan tingkat-tingkat pemahaman;, (1) sebagai konsep yang sempurna, tetapi masih di langit (2) sebagai konsep yang didemontrasikan di muka bumi, (3) sebagai konsep yang sudah membumi, (4) sebagai interprestasi, dan (5) sebagai tradisi. Lima tingkat ini bisa berdiri sebagai suatu struktur bangunan, tetapi bisa juga tidak. Tingkatan-tingkatan pemahaman ini membawa konsekwnsi pada keragaman dan juga kerumitan tentang konsep hidup dan mati yang diberi label “menurut Islam”.
Dalam struktur ini tasauf berada pada tingkatan ke empat, setingkat dengan fiqh. Meskipun demikian, atau untungnya, tingkat otentisitas al Qur’an sebagai sumber utama dan konsep dasar ajaran Islam (dan diperkuat oleh tadwin assunnah) sangat membantu dalam mengembalikan seluruh tingkat pemahaman kepada sumber utama itu.
Jika ulama fiqh berusaha memahami agama ini dengan semangat ijtihad (sistem berfikir), maka para sufi melakukan hal yang sama dengan semangat taqarrub, yakni dengan latihan-latihan spirituil yang lebih dekat dengan sistem perasaan. Ijtihad melahirkan produk-produk berupa hukum-hukum dan fatwa-fatwa, sementara bertasauf melahirkan pengalaman spiritual. Hasil-hasil ijtihad bisa diuji dengan logika,, sementara pengalaman spirituil , meskipun secara filosofis bisa difahami, tetapi pembuktiannya hanya mungkin dilakukan melalui suluk. Oleh karena itu jika berbicara tentang tasauf maka paradigma yang digunakan juga harus paradigma tasauf. Istilah-istilah dalam tasauf juga hanya bisa difahami dengan cara berfikir dan cara merasa para sufi.
Post a Comment
Home