Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, December 11, 2006

Sunnatullah sosial dan Sejarah
at 12:07 AM 
Jika alam memiliki keseragaman, manusia disamping memiliki keseragaman ia juga memiliki keunikan. Sebagai makhluk yang unik, setiap manusia adalah dirinya, berbeda dengan yang lain. Secara fisik manusia memiliki kesamaan antara yang satu dengan yang lain, dalam al Qur’an disebut basyar. Secara psikologis setiap manusia adalah dirinya, unik, berbeda dengan yang lain meski masih bisa diklassifikasi.Sebagai makhluk psikologis, al Qur’an menyebut manusia dengan nama insan. Jiwa individual manusia adalah miniature dari alam semesta, oleh karena itu jika alam benda lebih mudah dilihat keharmoniannya, alam jiwa manusia lebih mudah ditemukan kerumitannya.

Terhadap hukum alam, manusia sepenuhnya tunduk tanpa sanggup mengubahnya. Suka atau tidak suka manusia mengikuti dan menyesuaikan dirinya dengan segala sesuatu yang ada pada hukum benda dan hukum alam semesta. Sedangkan terhadap hokum kejiwaan, hokum social dan hokum sejarah, manusia memiliki persepsi dan respond yang berbeda-beda sesuai dengan keunikan karakteristik psikologis yang dimilikinya. Manusia memiliki kehendak yang disadari dalam mensikapi hokum alam, hokum social dan hokum sejarah.

Kaidah Sunnah Sosial dan Sunnah Sejarah

Pengetahuan tentang sunah social dan sunah sejarah akan berguna sebagai kunci dalam (a) memahami hokum kejiwaan manusia (sunnah tabiat) secara mendalam, (b) dalam memprediksi perilaku social dan (c) dalam mengambil langkah strategis sebagai tonggak sejarah. Menurut al Qur’an, sekurang-kurangnya ada tiga kaidah yang berlangsung dalam sunnah social, yaitu :
1. Sunnatullah itu bersifat mapan dan tak bisa diganti (hokum baku)
2. Berlaku umum tanpa pengecualian
3. Berlangsung adil tanpa ada yang dirugikan

1. Hukum Baku

Sejak dahulu pola hubungan sebab akibat atas perilaku masyarakat bersifat baku.. Sejak zaman Nabi-nabi terdahulu berlaku hokum social; barang siapa mengedepankan kesombongan dan rekayasa jahat, maka akibat buruk dari perbuatan itu pada akhirnya akan menimpa diri mereka sendiri dengan segala kepentingan-kepentingannya. Al Qur’an menasehatkan agar manusia memperhatikan pola sebab akibat itu, karena hokum social dan hokum sejarah yang demikian itu akan tetap berlaku, tidak bisa diganti dan tidak bisa disimpangkan; wa lan tajida li sunnatillahi tabdila. Wa lan tajida lisunnatillahi tahwila (Q/35:42-43)

2. Berlaku Umum Tanpa Pengecualian

Menurut al Qur’an, hokum social itu berlaku berdasar prinsip-prinsip sebagai berikut :
• Siapapun tanpa kecuali yang berbuat buruk pasti akan menerima balasan dari perbuatan buruknya; man ya`mal su’an yujza bihi (Q/4:132)
• Bahwa perolehan dari perbuatan yang didasari oleh ilmu pengetahuan, berbeda dengan perolehan dari perbuatan orang bodoh; qul hal yastawi allazina ya`lamun wa allazina la ya`lamun? (Q/azzumar:9)
• Bahwa fikiran dan perbuatan konstruktip akan menimbulkan efek social yang berbeda dengan fikiran dan perbuatan destruktip; ‘am naj`al allazina amanu wa`amilu assholihati kal mufsidina fil ardl (Q/Shad:28)
• Bahwa kepalsuan tidak akan mendatangkan kemaslahatan (Q/5:18).

3. Hukum Sosial itu Adil

Betapapun seringnya terjadi ketimpangan social, tetapi pada dasarnya hokum social, yakni sunnatullah dalam kehidupan social, berlangsung atas dasar prinsip keadilan; yakni barang siapa menanam ia akan memetik, barang siapa menabur angin ia akan menuai badai. Hanya saja prinsip ini baru dapat dilihat dalam rentang sejarah yang panjang. Dalam fragmen pendek sejarah, sering dijumpai orang jujur terkalahkan sementara yang curang dan jahat justeru menang. Baru setelah sejarah itu digelar dalam dua generasi – adakalanya masih satu generasi – yang jujur menikmati kejujurannya dan yang curang harus memikul resiko kecurangannya. Menurut al Qur’an, tidak ada pihak yang dizalimi, apalagi oleh Tuhan, sebaliknya manusia akan menanggung akibat dari kezaliman yang pernah dilakukan atas diri mereka sendiri. Wama dzolamahumulloh walakin kanu anfusahum yadzlimun (Q/an Nahl:33)
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger