Thursday, June 28, 2007
Psikologi Kata-Kata (1)
Orang bijak berkata; jangan lihat orangnya, tetapi perhatikan apa yang dikatakan. (undzur ma qala wala tandzur man qala) Nasehat ini merujuk pada seringnya kejadian dimana orang sering tertipu oleh hallo effect. Karena yang berkata orang penting maka kata-katanya sering dianggap penting. Karena yang berkata orang pinter maka kata-katanya sering dipastikan benar, padahal belum tentu benar. Sebaliknya kata-kata orang kecil sering tidak diperhatikan meskipun benar.
Di sisi lain terkadang terjadi seseorang berkata yang sebenarnya dan perkataanya memang benar, tetapi perkataan itu tidak difahami oleh orang lain bahkan terkadang disalah fahami. Di sisi lain lagi ada seseorang yang berbicara tentang hal-hal yang tidak ada isinya, tetapi enak didengarnya dan banyak orang betah berlama-lama dengannya. Ada kata-kata yang setelah kita dengar langsung lewat dari telinga kiri ke telinga kanan, tak sedikitpun tertinggal di hati kita, tetapi ada kata-kata yang sangat singkat tetapi begitu kita dengar langsung menancap di hati mempengaruhi perilaku kita untuk waktu yang sangat lama.
Syahdan , dikisahkan dalam kisah sufi, bahwa Ibrahim bin Adham, seorang raja muda (putera mahkota) di negeri Khurazan Asia Tengah, sedang duduk di kursi kerajaannya. Tiba-tiba terdengar suara berderak di atas loteng langit-langit istananya. Sebagai seorang raja muda, ia sangat terganggu oleh suara berisik itu, maka secara spontan ia berteriak; hai siapa diatas itu ? terdengar jawaban dari atas; saya baginda.. Dengan heran campur marah Ibrahim bertanya; sedang apa kau disitu ?. Terdengar jawaban; sedang mencari kudaku yang hilang baginda. Dengar amat marah Ibrahim berteriak; dasar bodoh kamu, kenapa kau mencari kuda di loteng, disitu bukan tempat mencari kuda, wahai dungu !!! Tanpa di duga terdengar jawaban dari atas; Demikian juga baginda, jika baginda sedang mencari Tuhan, kenapa duduk di kursi kerajaan ! Baginda berada di tempat yang salah.
Mendengar jawaban singkat yang amat tenang itu, Ibrahim bin Adham kemudian terdiam. Kata-kata asing dari langit-langit istananya itu sungguh menyentuh nuraninya; suaranya mantap, kalimatnya jelas dan logikanya sangat kuat, sehingga keseluruhan kata-kata itu menjadi sangat berwibawa dan menggelitik jiwanya.
Berhari-hari kemudian Ibrahim bin Adham duduk menyendiri, merenungkan makna kata-kata orang asing itu, sampai akhirnya ia mengambil keputusan untuk meninggalkan tahta kerajaannya untuk kemudian menempuh jalan sufi Dengan berpakaian sangat sederhana Putera Mahkota itu mengembara mencari Tuhannya. Dua puluh tahun kemudian Ibrahim bin Adham dikenal sebagai ulama besar yang bermukim di Makkah dan menjadi rujukan utama ilmu tasauf.
Kisah tersebut menjadi contoh betapa kata-kata tertentu mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam mengubah perilaku manusia, dan betapa suatu logika mempunyai peran yang sangat besar dalam pengambilan keputusan, dan betapa paduan suara, kata-kata dan logika mempunyai daya panggil yang sangat kuat dan berwibawa terhadap seseorang.
Di sisi lain terkadang terjadi seseorang berkata yang sebenarnya dan perkataanya memang benar, tetapi perkataan itu tidak difahami oleh orang lain bahkan terkadang disalah fahami. Di sisi lain lagi ada seseorang yang berbicara tentang hal-hal yang tidak ada isinya, tetapi enak didengarnya dan banyak orang betah berlama-lama dengannya. Ada kata-kata yang setelah kita dengar langsung lewat dari telinga kiri ke telinga kanan, tak sedikitpun tertinggal di hati kita, tetapi ada kata-kata yang sangat singkat tetapi begitu kita dengar langsung menancap di hati mempengaruhi perilaku kita untuk waktu yang sangat lama.
Syahdan , dikisahkan dalam kisah sufi, bahwa Ibrahim bin Adham, seorang raja muda (putera mahkota) di negeri Khurazan Asia Tengah, sedang duduk di kursi kerajaannya. Tiba-tiba terdengar suara berderak di atas loteng langit-langit istananya. Sebagai seorang raja muda, ia sangat terganggu oleh suara berisik itu, maka secara spontan ia berteriak; hai siapa diatas itu ? terdengar jawaban dari atas; saya baginda.. Dengan heran campur marah Ibrahim bertanya; sedang apa kau disitu ?. Terdengar jawaban; sedang mencari kudaku yang hilang baginda. Dengar amat marah Ibrahim berteriak; dasar bodoh kamu, kenapa kau mencari kuda di loteng, disitu bukan tempat mencari kuda, wahai dungu !!! Tanpa di duga terdengar jawaban dari atas; Demikian juga baginda, jika baginda sedang mencari Tuhan, kenapa duduk di kursi kerajaan ! Baginda berada di tempat yang salah.
Mendengar jawaban singkat yang amat tenang itu, Ibrahim bin Adham kemudian terdiam. Kata-kata asing dari langit-langit istananya itu sungguh menyentuh nuraninya; suaranya mantap, kalimatnya jelas dan logikanya sangat kuat, sehingga keseluruhan kata-kata itu menjadi sangat berwibawa dan menggelitik jiwanya.
Berhari-hari kemudian Ibrahim bin Adham duduk menyendiri, merenungkan makna kata-kata orang asing itu, sampai akhirnya ia mengambil keputusan untuk meninggalkan tahta kerajaannya untuk kemudian menempuh jalan sufi Dengan berpakaian sangat sederhana Putera Mahkota itu mengembara mencari Tuhannya. Dua puluh tahun kemudian Ibrahim bin Adham dikenal sebagai ulama besar yang bermukim di Makkah dan menjadi rujukan utama ilmu tasauf.
Kisah tersebut menjadi contoh betapa kata-kata tertentu mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam mengubah perilaku manusia, dan betapa suatu logika mempunyai peran yang sangat besar dalam pengambilan keputusan, dan betapa paduan suara, kata-kata dan logika mempunyai daya panggil yang sangat kuat dan berwibawa terhadap seseorang.
this article has open my mind
Hello, after reading this amazing piece of writing i am as well happy to share my know-how here
with mates.
Visit my site - dragonvale dragon
Post a Comment
Home