Tuesday, June 26, 2007
Tugas Hidup
Hanya manusia yang sering merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu; untuk menyelamatkan orang lain dari bencana, merasa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa, dan panggilan-panggilan lain yang bernuansa perjuangan dan pengorbanan. Ternyata orang juga jarang merumuskan apa tugasnya dalam hidup, kecuali tugas yang memang sudah menghadang di depan mata. Sedangkan rumusan tugas sebagai konsep hidup jarang yang merasa harus merumuskannya. Inilah yang menyebabkan ada pejuang yang tersesat. Awalnya seseorang merasa terpanggil untuk menyelamatkan orang banyak dari kesulitan, tetapi setelah berhasil dan ia diangkat menjadi pemimpin dan menikmati fasilitas sebagai pemimpin, konsep tugasnya menjadi kabur. Pejuang yang semula tulus bertugas membela orang lain itu akhirnya tersesat menjadi bekerja keras mempertahankan kedudukannya demi untuk diri sendiri, meski masih dibungkus demi rakyat atau demi kemanusiaan, tetapi hati dan nuraninya tidak bisa berbohong bahwa ia tidak sedang memperjuangkan orang lain.
Konsistensi terhadap panggilan tugas biasanya teruji ketika harus berkorban, atau menghadapi keadaan yang sangat sulit, atau ketika harus berpisah dengan fasilitas yang menyenangkan.
Rumusan tugas hidup juga bisa dibuat oleh manusia berdasarkan citarasanya sebagai manusia yang hidup di tengah realita obyektipnya, oleh karena itu rumusan tugas hidup yang dibuat tidak sama, bergantung kepada kemampuan memahami siapa dirinya dihubungkan dengan realitas yang dihadapi.
Menurut ajaran Islam, tugas hidup manusia, sepanjang hidupnya hanya satu tugas, yaitu menyembah kepada Tuhan Sang Pencipta, atau dalam bahasa harian disebut ibadah. Disebutkan dalam al Qur’an bahwa tidaklah Tuhan menciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada Nya, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun. Menjalankan ibadah bukanlah tujuan hidup manusia, tetapi tugas yang harus dikerjakan sepanjang hidupnya. Ibadah mengandung arti menyadari dirinya kecil tak berarti, meyakini kekuasaan Yang amat Besar dari Tuhan Sang Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan kepada Nya. Oleh karena itu orang yang menjalankan ibadah mestilah rendah hati, tidak sombong dan disiplin. Itulah etos ibadah. Ibadah ada yang bersifat mahdlah atau murni, yakni ibadah yang hanya satu dimensi, yaitu dimensi vertikal, patuh tunduk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, seperti salat dan puasa, ada ibadah yang bersifat material-sosial seperti zakat dan sadaqah, ada ibadah yang bersifat fisik, material dan sosial seperti ibadah haji. Ibadah juga terbagi menjadi dua klassifikasi, ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah khusus adalah ritual yang bersifat baku dan ketentuannya langsung dari wahyu atau dari Nabi, sedangkan ibadah umum adalah semua perbuatan baik yang dikerjakan dengan niat baik (niat ibadah) dan dilakukan dengan cara yang baik.
Berbisnis yang dikerjakan dengan cara benar dan niat benar merupakan amal ibadah, bahkan oleh Nabi disebut sebagai sebaik-baik pekerjaan, karena inti berbisnis adalah membantu mendekatkan orang lain dari kebutuhannya. Menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat besar nilainya, asal dilakukan dengan niat baik dan dengan cara yang baik. Bahkan menunaikan syahwat seksual yang dilakukan dengan halal (suami isteri) dan dilakukan dengan cara baik (ma`ruf) adalah ibadah. Dengan demikian kita dapat menjalankan tugas ibadah dalam semua aspek kehidupan kita, sesuai dengan bakat, minat dan professi kita. Perbedaan pandangan hidup akan membuat perbedaan nilai dan perbedaan persepsi. Orang yang tidak mengenal ibadah, mungkin sangat sibuk dan lelah mengerjakan tugas-sehari-hari, tetapi nilainya nol secara vertikal, sementara orang yang mengenal ibadah, mungkin sama kesibukannya, tetapi cara pandangnya berbeda, dan berbeda pula dalam mensikapi kesibukan, maka secara psikologis ia tidak merasa lelah karena merasa sedang beribadah.
Konsistensi terhadap panggilan tugas biasanya teruji ketika harus berkorban, atau menghadapi keadaan yang sangat sulit, atau ketika harus berpisah dengan fasilitas yang menyenangkan.
Rumusan tugas hidup juga bisa dibuat oleh manusia berdasarkan citarasanya sebagai manusia yang hidup di tengah realita obyektipnya, oleh karena itu rumusan tugas hidup yang dibuat tidak sama, bergantung kepada kemampuan memahami siapa dirinya dihubungkan dengan realitas yang dihadapi.
Menurut ajaran Islam, tugas hidup manusia, sepanjang hidupnya hanya satu tugas, yaitu menyembah kepada Tuhan Sang Pencipta, atau dalam bahasa harian disebut ibadah. Disebutkan dalam al Qur’an bahwa tidaklah Tuhan menciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada Nya, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun. Menjalankan ibadah bukanlah tujuan hidup manusia, tetapi tugas yang harus dikerjakan sepanjang hidupnya. Ibadah mengandung arti menyadari dirinya kecil tak berarti, meyakini kekuasaan Yang amat Besar dari Tuhan Sang Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan kepada Nya. Oleh karena itu orang yang menjalankan ibadah mestilah rendah hati, tidak sombong dan disiplin. Itulah etos ibadah. Ibadah ada yang bersifat mahdlah atau murni, yakni ibadah yang hanya satu dimensi, yaitu dimensi vertikal, patuh tunduk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, seperti salat dan puasa, ada ibadah yang bersifat material-sosial seperti zakat dan sadaqah, ada ibadah yang bersifat fisik, material dan sosial seperti ibadah haji. Ibadah juga terbagi menjadi dua klassifikasi, ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah khusus adalah ritual yang bersifat baku dan ketentuannya langsung dari wahyu atau dari Nabi, sedangkan ibadah umum adalah semua perbuatan baik yang dikerjakan dengan niat baik (niat ibadah) dan dilakukan dengan cara yang baik.
Berbisnis yang dikerjakan dengan cara benar dan niat benar merupakan amal ibadah, bahkan oleh Nabi disebut sebagai sebaik-baik pekerjaan, karena inti berbisnis adalah membantu mendekatkan orang lain dari kebutuhannya. Menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat besar nilainya, asal dilakukan dengan niat baik dan dengan cara yang baik. Bahkan menunaikan syahwat seksual yang dilakukan dengan halal (suami isteri) dan dilakukan dengan cara baik (ma`ruf) adalah ibadah. Dengan demikian kita dapat menjalankan tugas ibadah dalam semua aspek kehidupan kita, sesuai dengan bakat, minat dan professi kita. Perbedaan pandangan hidup akan membuat perbedaan nilai dan perbedaan persepsi. Orang yang tidak mengenal ibadah, mungkin sangat sibuk dan lelah mengerjakan tugas-sehari-hari, tetapi nilainya nol secara vertikal, sementara orang yang mengenal ibadah, mungkin sama kesibukannya, tetapi cara pandangnya berbeda, dan berbeda pula dalam mensikapi kesibukan, maka secara psikologis ia tidak merasa lelah karena merasa sedang beribadah.
Post a Comment
Home