Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, September 26, 2007

PUASA; Perjuangan Kembali Ke Fitrah
at 9:30 PM 
Pendahuluan
Bulan Ramadlan disebut sebagai bulan yang penuh berkah (syahr mubarok). Berkah artinya terkumpulnya kebaikan ilahiah pada suatu waktu, tempat, sesuatu atau seseorang seperti terkumpulnya air di dalam kolam (tajammu` al khair al ilahy ka tajammu` al ma fi al birkati). Dari satu sudut dapat disebut bahwa bulan Ramadlan adalah bulan yang sangat produktip. Produktifitas Ramadlan itu ditandai dengan peningkatan pahala sebagaimana dikatakaan oleh Nabi, bahwa amal sunnat diganjar senilai amal wajib, dan amal wajib diganjar dengan 10 sampai dengan 700 kali lipat, bergantung kualitasnya. Lebih beruntung lagi jika seseorang mendapatkan lailatul qadar. Produktifitas Ramadlan juga dibantu oleh suasana kondusip dimana “pintu” sorga dibuka, “pintu” neraka ditutup dan syaitan “dibelenggu”. Pertanyaannya, apakah berkah Ramadlan itu berlaku umum bagi semua orang yang berpuasa atau khusus bagi orang-orang dengan usaha tertentu ?


Puasa & Kesucian jiwa
Manusia memiliki peluang untuk dekat dengan Allah. Kedekatan manusia dengan Allah sudah barang tentu bukan secara fisik, tetapi secara ruhani. Hal ini dimungkinkan karena manusia, seperti yang dikatakan oleh ilmu tasauf, memiliki sifat Ketuhanan (nasut), sementara Allah memiliki sifat kemanusiaan (lahut). Secara fitri manusia memiliki keerinduan untuk mendekat kepada Allah (taraqqi) dan Allah dengan amat antausias menyonggsong hamba Nya yang bersunggguh-sungguh mendekat kepada Nya (tanazul). Perjalanan pendakian manusia mendekati Allah itu melalui stasiun-stasiun (maqamat) taubat, zuhud, faqr, wara’ ridla, ma`rifat/cinta. Kerinduan manusia untuk mendaki menuju Allah sering terhambat oleh materi. Maksudnya selagi manusia , hatinya diberati oleh materi (hal-hal yang bersifat duniawi) maka ia tidak akan dapat mendekat kepada Nya, karena materi itu kotor, sementara Tuhan itu Maha Suci. Hanya jiwa yang sucilah yang dapat mendekat kepada Yang Maha Suci.

Dalam perspektip ini puasa merupakan pelatihan manusia untuk berpisah dengan hal-hal yang bersifat duniawi agar jiwanya menjadi suci. Pada tingkat awal, manusia dilatih (mulutnya) untuk berpisah dengan makanan dan minuman (puasa awam), selanjutnya seluruh anggauta badannya berpuasa dari segala jenis perbuatan buruk (puasa khusus) dan kemudian hatinya berpuasa dari ingatan selain Allah (puasa super khusus).

Sebagaimana juga dalam bidang lain, Nabi mengingatkan bahwa ada orang berpuasa yang tidak memperoleh apa-apa selain lapar dan haus (tidak produktip). Sebaliknya Nabi menjanjikan bahwa orang yang berpuasa secara benar akan diampuni dosanya secara total.


Cinta harta.
Sikap manusia terhadap harta (hal-hal yang bersifat duniawi) berhubungan dengan pandangan hidupnya. Bagi orang yang menjadikan harta sebagai tujuan hidup, maka apapun dilakukan demi untuk memperolehnya. Dalam Islam harta bukanlah tujuan hidup, tetapi sekedar alat untuk menggapai tujuan hidup., yakni memperoleh ridla Allah. Kecintaan manusia kepada harta adalah karena tertipu pandangannya tentang hidup ini. Kata Nabi ada tiga model orang hidup

فالمؤمن يتزيّد و الكافر يتمتّع و المنافق يتزيّن
Pertama, orang mukmin memandang dunia sebagai ladang, oleh karena itu dalam hidupnya ia hanya sibuk bekerja menanam untuk dipanen kelak di akhirat. Harta baginya bagaikan alat pertanian, oleh karena itu ia menggunakannya sekedar diperlukan.

Kedua : Orang munafik memandng dunia ini sebagai panggung sandiwara, oleh karena itu ia sibuk berhias untuk memuaskan penonton. Seluruh tingkahlakunya ditujukan untuk dilihat orang lain, bukan untuk dirinya, apalagi untuk Tuhan.
.
Ketiga : Orang kafir memandang dunia itu sebagai sorga tempat ia berpesta. Oleh karena itu ia berusaha mereguk dunia sepuas-puasnya, dan takut berpisah dengannya.

Bagi orang yang keliru pandangan hidupnya, maka dunia bisa berubah menjadi semisal bangkai yang sangat menjijikkan, atau menjadi beban yang harus selalu dipikul dan dikawal. Ia bukannya menguasai dan menikmati harta tetapi diperbudak oleh harta.

Penyakit cinta harta dan pangkat (hubb al mal wa al jah) oleh Nabi disebut al wahn, yakni cinta harta dan takut mati. Harta dan pangkat juga menjadi ajang kedengkian (al hasad). Hasad adalah membenci keberuntungan orang lain dan menginginkan agar keberuntungan orang itu hilang serta berpindah kepada dirinya. Hasad atau dengki dimungkinkan karena medan yang diperebutkan sempit sementara pesertanya banyak. Dunia secara lughowi artinya dekat (atau sempit). Dalam perspektip ini, sebagaimana dikatakan oleh sebuah syair sufi; dunia dengan segala isinya adalah sesuatu yang amat sangat sedikit, dan peminatnya adalah orang yang sangat hina.

هي الدّنيا أقلّ من القليل وعاشقها أذلّ من الذّليل
Hasad atau dengki hanya terjadi dalam bidang yang rendah dan sempit, sedangkan dalam bidang yang luas dan mulia tidak pernah akan terjadi dengki, karena medannya amat luas dan sanggup menampung berapappun jumlah peminatnya. Diantara orang-orang yang berlomba menggapai keutamaan hidup justeru terjadi perasaan persaudaraan yang sangat tinggi.

Puasa yang dilakukan seseorang secara benar, secara psikologis akan menekan keserakahan kepada harta dan menekan dorongan hawa nafsu yang pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat kesucian jiwanya.

Lailatul qadar
Banyak keterangan tentang lailatul qadar, menyangkut makna, kapan terjadi, dan hubungannya dengan turunnya al Qur’an. Menurut pendapat kami, lailatul qadar adalah merupakan iming-iming Tuhan kepada manusia agar mereka berlomba merebut keutaman Ramadlan secara penuh, dari awal hingga akhir, karena hanya dengan kesempurnaan itulah akan dicapai kesempurnaan spiritual puasa.

Puasa & Akhlak
Achlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi sumber keluarnya tindakan, dimana perbuatan itu terjadi dengan mudah dengan tidak memperhitungkan untung dan rugi. Jika seseorang rohaninya sehat (sebagai buah dari puasa), dapat dipastikan bahwa perbuatannya juga baik. Orang yang cinta kepada Tuhan pasti mencintai makhluknya, tetapi belum tentu yang sebaliknya. Sebagaimana iabadah lain, ibadah puasa akan efektip membentuk akhlak apabila sistemnya dipatuhi. Tanpa mematuhi sistemnya maka puasa hanya menukar jadwal makan, dan tidak menghasilkan apa-apa selain lapar dan haus. Ada ayat kauniyyah yang layak menjadi bahan renungan, yaitu ulat berbulu.

Belajar Kepada Ulat
Ulat berbulu adalah jenis binatang kecil yang sangat menjijikkan dan menakutkan meski ia tak berdaya. Bisakah ulat mengubah dirinya menjadi simpatik ? ternyata bisa, yaitu dengan masuk ke dalam kepompong. Di dalam kepompong, ulat berpuasa, “berzikir” dan “bertafakkur” selama 36 hari. Apa yang terjadi setelah itu ?. Ulat bulu yang menjijikkan ternyata telah berubah menjadi kupu-kupu yang sangat menarik, berwarna-warni, terbang kian kemari.

Bagi manusia yang kelakuannya menyebalkan orang lain dan ingin memperbaiki diri. belajarlah kepada ulat berbulu, masuklah ke dalam kepongpong Ramadlan, patuhi sistem berpuasa seperti kepatuhan ulat di dalam keponpong. Kenapa 36 hari ?. 30 hari puasa Ramadlan masih belum cukup, tetapi harus disempurnakan dengan puasa Syawwal 6 hari. Kata Nabi, barang siapa puasa Ramadlan dan ditambah dengan 6 hari puasa Syawwal maka nilainya setara dengan puasa setahun.

Kembali ke Fitrah
`Id al Fitri bisa diterjemahkan dengan hari raya fitrah, bisa juga diartikan kembali ke fitrah. Fitrah adalah keadaan semula jadi manusia. Sejak lahir manusia sudah memiliki fitrah (1) mengenali yang buruk dari yang baik, (2) lebh mudah berbuat baik daripada berbuat jahat, (3) sudah mempunyai kecenderungan kepada agama yang hanif. Nah ketika manusia hidup bergaul berinteraksi dengan lingkungan, didapati kenyataan bahwa daya tarik kepada keburukn itu lebih kuat disbanding daya tarik kebaikan. Oleh karma itu sepanjang hidup manusia sedikit-sedikit tergeser dari fitrahnya yang baik itu. Nah amalih Ramadan yang dikerjakan secra bersistem dan sempurna dapat mengembalikan manusia ke fitrahnya, seperti ulat yang bisa mengubah dirinya menjadi kupu-kupu. Wallohu a`lam bissawab.
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger