Monday, March 17, 2008
6 Infrasuktur Dalam Masyarakat
Masyarakat terbentuk sebagai wujud ketergantungan individu terhadap orang lain, karena manusia memang makhluk sosial. Manusia akan menjadi apa dan siapa tergantung dengan siapa ia bermusyarakat. Manusia di satu sisi memiliki tabiat kooperatip, tabiat bekerjasama dengan yang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Di sisi lain manusia juga memiliki tabiat kompetitip, bersaing dengan yang lain dalam mencapai apa yang dibutuhkan. Tetapi manusia sebagai hayawanun nathiqun (hewan yang berfikir) terkadang lebih dominan hewannya dibanding berfikirnya. Sebuah Hadis Rasul bahkan menyebut tiga klassifikasi manusia, yaitu (1) shinfun hayawanun; yakni manusia dengan tabiat binatang, (2) shinfun ajsamuhum bani Adam wa arwahuhum arwah as syayathin (manusia dengan tabiat syaitan) dan (3) shinfun fi dzillillah (manusia pilihan). Oleh karena itu dalam bermasyarakat, terutama ketika sedang berkompetisi ekpressi manusia bermacam-macam, ada yang lebih menonjol kebinatangannya, ada yang lebih menonjol kesyaitanannya, dan sedikit yang mencerminkan manusia pilihan. Dalam hal manusia bertabiat hewan, ada yang seperti anjing (dengki), serigala (predator/buas), ular (licik) , ayam jago (free sex), dan lalat (yang bersih dan yang kotor diembat semua).
Al Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki al Qur’an adalah masyarakat yang adil , berdasarkan etika dan dapat bertahan di muka bumi, dan model masyarakat seperti itu hanya mungkin terwujud jika memiliki ideologi. Manusia memiliki kebutuhan fitri untuk mempertahankan hidupnya, oleh karena itu manusia terdorong untuk memiliki jaminan ekonomi dan jaminan rasa aman. Semua tatanan masyarakat sebenarnya dimaksud untuk memperoleh dua hal tersebut. Oleh karena itu tuntunan Al Qur’an dalam membangun masyarakat juga mengedepankan infratruktur kesejahteraan sosial bagi terwujudnya dua jaminan tersebut. Butir-butir al Qur’an tentang infrastruktur kesejahteraan sosial antara lain :
1. Kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang kaya saja, kaila yakun dulatan baina al aghniya (Q/59:7), di dalam harta si kaya ada hak orang miskin, wafi amwalihim haqqun lissa’ili wa al mahrum (Q/70:24-25), zakat diratakan kepada kelompok yang membutuhkan (8 asnaf), harta kekayaan dipandang sebagai karunia Tuhan (fadhlullah (Q/62:10) dan modal kebaikan universal , faman tathawwa`a khairan fahuwa khairun lahu (q/2:184), berlomba-lomba menumpuk kekayaan dicela, alhakum attakatsur (Q/102), alladzi jama`a malan wa `addadahu (Q/104) , riba juga dilarang (Q/30:39)
2. Keadilan harus ditegakkan, kunu qawwamuna bi al qisth (Q/4:135), kesaksian juga harus diberikan secara jujur, meski merugikan diri sendiri, kepada musuhpun harus bersikap adil, wala yajrimannakum syana’anu qaumin an ta`dilu (Q/5:8).
3. Untuk melanggengkan ikatan masyarakat, harus ada kepemimpinan kolektip, wa amruhum syura bainahum (Q/42:38), tetapi juga harus ada otoritas negara sebagai wakil masyarakat yang tertinggi, disebut ulil amri, dimana ia berwenang menegakkan hukum di tengah masyarakat, menengahi konflik sosial, dan mengamankan distribusi bagi kesejahteraan sosial.
4. Dalam hidup kemasyarakatan, unit kekeluargaan diperkukuh, ketaatan kepada orang tua sangat ditekankan , wa bil walidaini ihsana, wa dzil al qurba wa al yatama wa al masakin (Q/2:83) dan solidaritas sosial mukmin ditekankan, (Q/4:36).
5. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat, di buka pintu amar ma`ruf nahi munkar sebagai sistem kontrol sosial (Q/3:104)
6. Persekongkolan jahat sangat dicela, pemberontakan destruktip (bughat) kepada negara tidak dibolehkan, tetapi kritis kepada perilaku yang salah sangat dianjurkan.Nabi Nuh misalnya adalah pemberontak terhadap tatanan masyarakat yang menyimpang, fasad fi al ardh..
Al Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki al Qur’an adalah masyarakat yang adil , berdasarkan etika dan dapat bertahan di muka bumi, dan model masyarakat seperti itu hanya mungkin terwujud jika memiliki ideologi. Manusia memiliki kebutuhan fitri untuk mempertahankan hidupnya, oleh karena itu manusia terdorong untuk memiliki jaminan ekonomi dan jaminan rasa aman. Semua tatanan masyarakat sebenarnya dimaksud untuk memperoleh dua hal tersebut. Oleh karena itu tuntunan Al Qur’an dalam membangun masyarakat juga mengedepankan infratruktur kesejahteraan sosial bagi terwujudnya dua jaminan tersebut. Butir-butir al Qur’an tentang infrastruktur kesejahteraan sosial antara lain :
1. Kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang kaya saja, kaila yakun dulatan baina al aghniya (Q/59:7), di dalam harta si kaya ada hak orang miskin, wafi amwalihim haqqun lissa’ili wa al mahrum (Q/70:24-25), zakat diratakan kepada kelompok yang membutuhkan (8 asnaf), harta kekayaan dipandang sebagai karunia Tuhan (fadhlullah (Q/62:10) dan modal kebaikan universal , faman tathawwa`a khairan fahuwa khairun lahu (q/2:184), berlomba-lomba menumpuk kekayaan dicela, alhakum attakatsur (Q/102), alladzi jama`a malan wa `addadahu (Q/104) , riba juga dilarang (Q/30:39)
2. Keadilan harus ditegakkan, kunu qawwamuna bi al qisth (Q/4:135), kesaksian juga harus diberikan secara jujur, meski merugikan diri sendiri, kepada musuhpun harus bersikap adil, wala yajrimannakum syana’anu qaumin an ta`dilu (Q/5:8).
3. Untuk melanggengkan ikatan masyarakat, harus ada kepemimpinan kolektip, wa amruhum syura bainahum (Q/42:38), tetapi juga harus ada otoritas negara sebagai wakil masyarakat yang tertinggi, disebut ulil amri, dimana ia berwenang menegakkan hukum di tengah masyarakat, menengahi konflik sosial, dan mengamankan distribusi bagi kesejahteraan sosial.
4. Dalam hidup kemasyarakatan, unit kekeluargaan diperkukuh, ketaatan kepada orang tua sangat ditekankan , wa bil walidaini ihsana, wa dzil al qurba wa al yatama wa al masakin (Q/2:83) dan solidaritas sosial mukmin ditekankan, (Q/4:36).
5. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat, di buka pintu amar ma`ruf nahi munkar sebagai sistem kontrol sosial (Q/3:104)
6. Persekongkolan jahat sangat dicela, pemberontakan destruktip (bughat) kepada negara tidak dibolehkan, tetapi kritis kepada perilaku yang salah sangat dianjurkan.Nabi Nuh misalnya adalah pemberontak terhadap tatanan masyarakat yang menyimpang, fasad fi al ardh..
Post a Comment
Home