Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, March 26, 2008

Insan Kamil
at 1:02 AM 
Pengetahuan merupakaan nilai lebih bagi setiap orang, tetapi pengetahuan yang belum memperibadi hanya sekedar bernilai pelengkap. Baru setelah pengetahuan itu membentuk keperibadian, integritas seseorang menjadi tinggi. Kepribadian seorang muslim berkaitan erat dengan pandangaan hidup yang dianutnya. Pandangan hidup muslim meliputi :Tujuan Hidup, Fungsi, Tugas, Teladan, Lawan dan Kawan hidup. Keperibadian seorang muslim juga berhubungan dengan tingkat hubungannya dengan Tuhannya, oleh karena itu upaya membentuk keperibadian antara lain dengan cara selalu berusaha mendekatkan diri kepadaNya.

Manusia adalah ciptaan dari Tuhan . Ada dua teori yang menrangkan bagaimana proses penciptaan makhluk manusia, yaitu teori al faidh (limpahan) dan teori isyraqi (pancaran). Menurut teori pertama, manusia adalah limpahan dari rahmat Allah, oleh karena itu di dalam diri manusia terdapat rasa kerinduan untuk “berpulang” ke rahmatullah. Sedangkan menurut teoru kedua, manusia adalan pancaran dari cahaya (nur) Allah, oleh karena itu di dalam diri manusia ada kekuatan cahaya (nur) kebenaran yang tidak bisa berdusta, disebut nurani. Sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Sempurna, manusia adalah “tajalli” (perwujudan) dari kebesaran Allah, oleh karena itu jika Allah memiliki sifat Maha Suci, maka di dalam diri manusia ada bakat-bakat kesucian. Jika Allah Maha Pengasih Penyayang, maka di dalam diri mansuia ada rasa kasih sayang, jika Allah Maha Besar, maka pada diri manusia juga terkadang muncul sifat merasa besar (takabbur). Pokoknya semua sifat-sifat Allah (yang Maha sempurna) menampakkan jejaknya secara tidak sempurna pada manusia yang diciptakannya.

Sebagaimana panas matahari selalu berusaha kembali ke panas asalnya di atas, maka manusia pun secara sadar atau tidak sadar sering merindukan untuk kembali mendekat ke cahaya asalnya, disebut taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah.

Untuk mendekatkan diri kepada Allah seorang salik harus menempuh perjalanan panjang mendaki, dan karena panjangnya maka dalam perjalanan itu ada stasion-stasion (maqamat). Stasion pertama yang harus dilewati adalah taubat. Meski demikian dalam perjalanan selanjutnya, pada setiap stasiun berikutnya, sertifikat taubat atau karcis perjalanan harus tetap dalam keadaan berlaku. Stasiun-stasiun setelah stasiun taubat adalah zuhud, wara`, sabar, tawakkal dan baru ridla. Jika seorang salik menempuh perjalanan dengan benar maka ia memperoleh keadaan mental (hal/ahwal) seperti perasaan takut tetapi rindu (khauf dan raja) kepada Allah. Pada dataran stasiunr ridla ada dua staisun lain yang berhubungan ialah stasiun cinta (mahabbah) dan ma`rifat.

Sampai dengan tawakkal, seorang salik belum dapat disebut sebagai sufi, tetapi baru disebut calon sufi atau orang yang menempuh jalan sufi (mutasawwif). Baru setelah seseorang mencapai tingkat ma`rifat dan atau mahabbah (cinta) ia dapat disebut sebagai sufi. Setelah itu dimungkinkan seorang sufi mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu ittihad, atau bersatu dengan Allah, manunggaling kawula lan Gusti, wahdah al wujud atau wahdah as Syuhud, atau hulul. Ketika itulah baru seorang sufi mencapai apa yang disebut dengan insan kamil.
posted by : Mubarok institute

Blogger Dulz said.. :

Masih ga ngerti dengan tingkatan menyatu dengan Tuhan ?? apakah nabi dulu berada di tingkatan ini ??
Kalo ia tingkatan ini ada, bagaimana cara mencapainya...?? apakah tingkatan ini cuma dirasakan pribadi aja ?
soalnya saya liat sufi sufi yang mengklaim dirinya bersatu dengan Tuhan itu sufi sufi kontroversial. Bahkan ada yang dihukum mati gara gara mengklaim dirinya "manunggaling kawula gusti"

Nuhun

8:30 PM  
Blogger Mubarok institute said.. :

menyatu dengan Tuhan (wahdatul wujud atau wahdatus syuhud) hanya bisa dipahami dengan paradigma tasawuf. Tasawuf berpusat pada rasa bukan pikiran oleh karena itu sufi-sufi yang sudah mencapai maqom itu nggak perrnah dipahami oleh orang-orang yang masih berada pada tataran pikiran bahkan para sufi itu dipersepsi sebagai gila, bukan karena cara berpikirnya yang tidak logis tapi karena logikanya yang berbeda. Sufi yang mencapai tingkat itu hanya ada dalam bilangan jari & diketahui oleh para ahli setelah mereka wafat puluhan atau ratusan tahun yang lalu.

6:27 PM  
Anonymous awuy darma djati said.. :

kalau saja diriku tidak tercipta tentu tidak akan pernah ada jiwaku yang menjadikan aku atas sesuatu yang lain,dan tidak akan pernah ada kegelisahan aku atas diriku,walaupun sesungguhnya aku harus bersukur atas kesempatan dari keterciptaanku,tapi aku berharap suatu saat aku dapat kembali pada ketiadaanku,sehingga tidak ada lagi perbedaan yang menjadi perbandingan antara aku,kamu,dia,mereka dan kita semua yang tercipta.

8:28 AM  

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger