Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Thursday, June 05, 2008

Bertafakkur dan Tadabbur (3)
at 9:21 PM 
Tafakkur disebut juga merenung. Jika fikiran itu suatu potensi yang bisa menghubungkan konsep ilmu dengan obyek,maka tafakkur atau merenung adalah pengembaraan potensi itu mengikuti kapasitas akalnya. Tidak semua orang bisa bertafakkur, hanya orang dengan kualitas intelektual tertentu yang bisa bertafakkur, sedang orang awam biasanya tersesat pada lamunan, bukan renungan. Obyek berfikir biasanya ”teknis” sedangkan obyek renungan sifatnya sangat luas, misalnya merenungkan makhluk ciptaan Tuhan, merenungkan proses pergantian siang dan malam, merenungkan perjalanan hidup dirinya atau perjalanan hidup suatu bangsa. Tuhan melalui al Qur’an banyak sekali menegur manusia yang tidak mau bertafakkur (afala tatafakkarun). Produk tafakkur bukan hanya ilmiah, tetapi bahkan menggapai hakikat sesuatu. Bertafakkur bebas bisa menghasilkan filsafat dan orangnya disebut failasuf, sedangkan bertafakkur yang berdimesi vertikal bisa mengantar orangnya menjadi ulu al- albab yang renungannya bukan saja berbentuk ilmu pengetahuan atau filsafat, tetapi juga tercermin pada perilaku orang yang mengetahui rahasia berbagai fenomena alam dan kehidupan.

Bertadabbur.

Tadabbur berasal dari bahasa Arab dubur yang artinya dibalik atau di belakang . Jika orang bertafakkur fikirannya melayang-layang ke wilayah yang sangat luas dan jauh, tadabbur langsung menangkap apa yang ada dibalik yang difikir. Orang yang dendam sering berfikir keras bagaimana caranya membalas dendam dengan volume yang lebih dahsyat tapi ia berharap tindakan dendamnya tidak diketahui orang, tetapi ketika suatu ketika ia mengalami hal yang sama persis dengan kejahatan yang ia perbuat,maka ia langsung bisa melihat hakikat dibalik peristiwa. Maka sejak peristiwa itu ia takut mendendam, sebaliknya ia selalu menebar kasih sayang.

Orang yang memandang bentangan alam luas, fikirannya bisa melayang-layang jauh hingga kepada Tuhan sang Pencipta. Tetapi seorang yang untuk pertama kalinya menjalankan ibadah haji,ketika di Ka`bah ia bisa mencium hajar aswad dan bisa berdoa di multazam,maka ia tidak bisa berfikir melayang-layang jauh. Yang terasa ia merasa disambut langsung oleh Tuhan sehingga dari ratusan ribu orang tawaf ia merasa dipilih langsung oleh Nya untuk bisa mengadu di multazam. Ia tidak mengerutkan keningnya seperti orang yang bertafakkkur, tetapi air matanya bercucuran, ia merasa sangat diistimewakan oleh Tuhan padahal ia merasa sudah banyak melakukan dosa.
Al Qur’an surat Qaf 16 menyebut bahwa Tuhan berada pada jarak yang lebih dekat dibanding urat leher manusia, mengawasi lalu lintas bisikan jiwa, bukan hanya apa yang diperbuat dan dikatakan, tetapi apa yang hanya terlintas di dalam hatipun Tuhan mengetahui. Teks ayat ini merupakan informasi bagi manusia bahwa tidak ada sesuatupun yang dilakukan oleh manusia,yang baik maupun yang buruk kecuali pasti diketahui oleh Tuhan. Tidak ada sesuatu yang bisa dimanipulasi dari pengawasan Tuhan.

Tetapi efektifitas informasi dari ayat ini diterima secara berbeda oleh manusia, bergantung pada bagaimana tingkat pemahamannya, karena manusia ada yang hanya mampu berfikir, yang lain sudah bertafakkur, dan yang lain sudah bertadabbur

berfikir bisa menyerap informasi, tetapi hasilnya hanya bersifat kognitip.

Bertafakkur bisa membayangkan ruang lingkup informasi, dan hasilnya bisa bersifat afektip


Bertadabbur bisa merasakan kekuatan informasi sehingga hasilnya bukan hanya kognitip dan afektip, tapi sudah psikomotorik.

Orang yang sudah bisa bertadabbur terhadap ayat suci maka dalam dirinya sudah ada sistem pengawasan melekat. Ia tak pernah berandai-andai, memperhitungkan atau membayangkan melakukan suatu penyimpangan dengan harapan tidak akan ketahuan. Orang seperti ini sudah alergi terhadap hal-hal yang menyimpang. Nah saya yakin di negeri kita,baik yang mengawasi maupun yang diawasi mayoritas masih berada pada tataran berfikir, sedikit sekali yang bertafakkur dan hanya satu dua yang sudah bisa bertadabbur. Oleh karena itu hanya sistem yang ketat dan tepat yang bisa meminimalisir perilaku menyimpang aparatur negara , aparatur yang diawasi maupun aparatur yang mengawasi. Wallohu a`lamubissawab.
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger