Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Friday, May 09, 2008

Ilmu Manusia
at 1:07 AM 
Al Qur’an banyak sekali mengingatkan manusia agar menggunakan akalnya untuk berfikir dan bertafakkur; afala tatafakkarun, afala ta`qilun, awala yatadabbarun. Manusia memang adalah hewan yang berfikir ( al insanu hayawanun nathiqun). Pada manusia, berfikir merupakan proses keempat setelah sensasi, persepsi dan memori yang mempengaruhi penafsiran terhadap suatu stimulus. Dalam berfikir orang meilbatkan sensasi, persepsi dan memori sekaligus. Dalam kehidupan, berfikir diperlukan untuk (a) memecahkan masalah atau problem solving, (2) untuk mengambil keputusan, decision making, dan (3) untuk melahirkan sesuatu yang baru (creatifity).

Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin rumit cara berfikirnya, . Ada orang yang hanya bisa melamun, ada yang berfikir tetapi tidak realistis, dan ada yang berfikir realistis. Ada orang yang selalu berfikir, ada orang yang hanya mau berfikir jika merasa perlu, dan ada yang kadang-kadang saja berfikir.

Orang pandai berfikir secara bersistem, misalnya berfikir deduktip (mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan umum), atau sebaliknya berfikir induktip (mengambil kesimpulan umum dari pernyataan khusus. Tetapi terkadang ada masalah yang tidak bisa dipecahkan dengan berfikir secara biasa, maka bagi orang sangat pintar ia memakai metode yang disebut berfikir kreatip (creatip thinking).

Berfikir kreatip adalah berfikir dengan menggunakan metode baru, konsep baru, penemuan baru, paradigma baru dan seni yang baru pula. Urgensi pemikiran kreatip bukan pada kebaruannya tetapi pada relefansinya dengan pemecahan masalah. Karena kebaruan dan tidak konvensional, maka orang yang kreatip sering tidak difahami oleh orang kebanyakan, tak jarang dianggap aneh atau bahkan dianggap gila (berfikir gila). Proses berfikir kreatip itu melalui lima tahapan : (1) orienstasi, yakni merumuskan dan mengidentifikasi masalah.(2) preparasi, yakni mengumpulkan sebanyak mungkin informasi, (3) inkubasi, yaitu berhenti dulu, tidur dulu, cooling dawn dulu.(4) iluminasi, yakni mencari ilham, dan (5) verifikasi, yakni menguji dan menilai secara kritis.
Ilmu pengetahuan bisa diperoleh manusia (1) melalui kapasitas intelektuilnya (akal), melalui proses belajar, (2) melalui rasa, yakni melalui hati, melalui proses olah rasa, olah batin dan (3) anugerah langsung dari Tuhan, disebut ilmu ladunni. Bagi manusia, ilmu dimaksud untuk mengetahui kebenaran tentang realita. Dari berbagai metode itu ternyata ukuran kebenaran tidak satu tapi ber tingkat-tingkat kebenaran; ada (1) kebenaran ilmah, (2) kebenaran matematis, (3) kebenaran sosial, (4) kebenaran filosofis, kebenaran logic dan (5) kebenaran sufistik. Menurut istilah al Qur’an ada (1) `ilm al yaqin, (2) `ain al yaqin, dan (3) haqq al yaqin. Kebenaran `ilm al yaqin dapat diuji dengan teori ilmiah, kebenaran `ain al yaqin dapat dibuktikan dengan laboratorium, sedangkan haqq al yaqin hanya dapat dibuktikan nanti di akhirat. Seorang failasuf dapat menerangkan kebenaran, sedangkan seorang sufi dapat merasakan kebenaran. Kepada seorang sufi failasuf berkata ; saya dapat membayangkan apa yang anda rasakan, sebaliknya sang sufi menjawab ; saya dapat merasakan apa yang anda bayangkan. Itulah ruang lingkup ilmu manusia.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger