Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Sunday, June 15, 2008

Zakat Sebagai Sistem Kesejahteraan Sosial
at 7:21 PM 
Zakat adalah satu dari rukun Islam yang lima, artinya zakat merupakan sendi agama. Bentuk zakat adalah memberikan sebagian harta secara reguler kepada orang lain yang berhak, ada yang setahun sekali setiap Idul Fitri (zakat fitrah), ada yang setiap panen (zakat pertanian) ada yang setiap tutup buku (perdagangan) dan ada yang setiap berjumpa obyeknya (zakat barang temuan/harta karun). Bagi pembayar, zakat sebagaimana arti bahasa dari kata zakat mengandung arti suci dan tumbuh, yakni orang yang patuh membayar zakat , hatinya dididik menjadi suci, yakni hatinya sedikit-sedikit dilatih untuk tidak terbelenggu oleh harta karena memberi kepada orang lain merupakan latihan jiwa membuang sifat tamak, menanamkan kesadaran bahwa didalam harta miliknya ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Harta pun menjadi suci karena terbebas dari apa yang bukan miliknya.

Menurut al Qur’an, di dalam harta si kaya terkandung hak-hak orang lain, yang meminta dan yang tidak berani meminta. wa fi amwalihim haqqun li as saili wa al mahrum. Jadi zakat memang milik mustahiq yang harus dibayarkan, jika tidak dibayarkan maka berarti si kaya menahan hak-hak orang miskin yang berhak, dan perbuatan itu searti dengan korupsi. Zakat juga mengandung arti tumbuh, yakni bahwa harta yang dizakati akan tumbuh berkembang secara sehat seperti pohon yang rindang, indah dipandang mata, bisa untuk berteduh orang banyak dan buahnya bermanfaat.

Zakat merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Prinsip dasar syariat Islam adalah memperkecil beban, oleh karena itu zakat bersifat ringan, hanya 2,5 % (zakat niaga/kekayaan), 5 % (zakat produksi pertanian padat modal) , 10 % (zakat produksi pertanian tadah hujan dan 20 % (zakat barang temuan atau rejeki nomplok). Zakat dipusatkan pada membayar, bukan pada menerima, oleh karena itu zakat lebih merupakan shok terapi bagi pemilik harta agar tidak serakah memonopoli kekayaan. Zakat tidak relefan dengan pengentasan kemiskinan karena jumlahnya yang sangat sedikit. Oleh karena itu sebagaimana disamping salat wajib juga dianjurkan salat sunnat yang bermacam-macam dan jauh lebih banyak dibanding salat wajib, maka disamping kewajiban berzakat, pemilik harta dianjurkan untuk memberi sedekah dan infaq. Shadaqah adalah pemberian yang diberikan kepada fakir miskin dengan niat ibadah. Fakir adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak pula memiliki harta untuk membiayai hidupnya, sedangkan orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan tetapi hasilnya tidak mencukupi untuk membiayai hidupnya secara “pantas”. Jika zakat hanya diwajibkan kepada orang kaya, sadaqah bukan saja dianjurkan kepada orang kaya tetapi juga dianjurkan kepada orang miskin. Jika zakat ditentukan obyeknya, tarifnya dan mustahiqnya, maka sedekah tidak dibatasi jumlahnya, boleh 1 % dari hartanya, boleh 10 %, boleh 50 % dan bahkan boleh menyedekahkan hartanya secara keseluruhan.

Adapun infaq adalah pemberian yang ditentukan jumlahnya untuk kepentingan tertentu, misalnya infaq untuk membangun jalan, membangun sekolah, membangun masjid dan sebagainya. Dalam keadaan sulit pada zaman Rasul, Usman bin Affan sebagai orang kaya menyerahkan 50 % hartanya untuk infaq dan sadaqah, sementara Abu Bakar Siddiq sebagai orang miskin menyerahkan 100 % harta miliknya untuk infaq dan sedeqah.

Kata sadaqah ada hubungannya dengan kata shadiq-shidaqah yang berarti persahabatan. Maknanya orang yang gemar sedekah akan memperoleh banyak sahabat, terutama dari orang yang menerima sedekah itu. Shadaqah juga berhubungan dengan kata shidq yang artinya benar atau jujur, maknanya bahwa pemberian shadaqah akan menumbuhkan persahabatan yang benar, persahabatan yang dilandasi oleh nilai kejujuran bukan persahabatan palsu. Suap juga merupakan pemberian, bahkan biasanya pemberian dalam jumlah besar, tetapi praktek suap tidak akan melahirkan persahabatan yang benar dan jujur, sebaliknya jika tujuan suap tidak tercapai, penyuapan akan berbuntut menjadi permusuhan.

Memang zakat, infaq dan sadaqah bisa dimenej menjadi potensi ekonomi masyarakat, tetapi psikologi zakat infaq dan sedekah lebih pada penjalinan hubungan antar manusia dalam keluarga, hubungan pertetanggaan dan pembinaan masyarakat secara lebih luas. Oleh karena itu dalam agama ditetapkan tiga perioritas penerima zakat dan sedekah, yaitu orang miskin, tetangga dekat dan kerabat. Jika banyak orang miskin sementara yang disedekahkan sedikit, utamakan untuk orang miskin yang masih ada hubungan kerabat dekat dan orang miskin yang menjadi tetangga dekat. Nabi bahkan menganjurkan agar jika di rumah memotong ayam (atau yang lain), perbanyak kuahnya ketika memasak agar bisa memberi tetangga. Nabi bahkan menekankan agar tidak malu memberi tetangga meski hanya “ceker ayam”. Mengapa ?, tradisi saling memberi makanan anta\r tetangga , meski hanya makanan sederhana sangat besar peranannya dalam mengeratkan hubungan sosial. Sebaliknya pemberian bergengsi mungkin justeru memberatkan kepada yang menerima karena ia dibebani perasaan harus membalas dengan pemberian yang gengsinya setara.

Jadi zakat merupakan konsep dasar dari pembangunan kesejahteraan sosial yang harus dikembangkan secara cerdas, sejalan dengan tradisi masyarakat . Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa zakatnya rumah adalah menjamu tamu. Ajaran ini bisa dikembangkan misalnya, zakatnya mobil pribadi adalah pada sekali-sekali mengantarkan tetangga yang membutuhkan angkutan . Begitulah seterusnya sehingga pada setiap harta, disadari bahwa di dalamnya ada hak orang lain. Sosiolog Ibnu- Khaldun bahkan memperkenalkan istilah produk seribu orang, yakni bahwa dalam setiap benda yang kita miliki, kata Ibn Khaldun, proses keberadaanya telah melibatkan seribu orang. Kursi kayu yang kita duduki misalnya telah melibatkan penanam kayu, penebang kayu, pembuat alat pertukangan, tukang kayu, pembuat pelitur, pemelitur, pembuat paku, pengali tambang biji besi sampai kepada angkutan yang membawa kursi itu ke rumah. Angka seribu yang diperkenalkan Ibn Khaldun bukan angka matematik tetapi untuk menunjukan betapa banyaknya orang yang terlibat dalam proses kehadiran suatu benda, oleh karena itu kata Ibn Khaldun, setiap benda memiliki fungsi sosial.

Ada tiga format pemberian dengan nama yang berbeda, yaitu hadiah, hibah dan sedekah. Hadiah adalah pemberian dari orang kecil kepada orang yang dihormati. Misalnya persatuan guru SD memberi hadiah kepada Gubernur, sebuah produk kerajinan yang dilakukan oleh murid-murid SD Teladan. Hibah adalah pemberian dari seseorang kepada orang yang setara tingkatnya, pemberian yang bersifat persahabatan atau solidaritas sesama teman. Sedekah adalah pemberian dari orang yang lebih kuat kepada orang yang lebih lemah. Orang yang memiliki uang seratus ribu tetapi berani bersedekah sembilanpuluh ribu, adalah termasuk orang kuat dibanding orang yang memiliki sejuta rupiah tetapi tidak mampu bersedekah dalam jumlah yang sama.

Dalam Islam diajarkan bahwa sedekah akan menghilangkan bala (bencana), as- shadaqatu tadfa`u al bala’. Maknanya orang yang gemar memberi, ia akan memiliki banyak teman dan dicintai orang banyak secara jujur. Oleh karena itu setiap kali datang gangguan datang kepadanya, orang banyak akan datang ramai-ramai membantunya sehinga ia terhindar dari bencana yang tak diinginkan.

Kemampuan memberi tidak mesti berhubungan dengan banyaknya kepemilikan. Ada orang yang hanya memiliki sedikit tetapi mampu memberi banyak, sementara ada orang yang banyak memiliki tetapi tidak mampu memberi walau sedikit. Kemampuan memberi berkaitan erat dengan cara berfikir. Ada orang memiliki kambing 99 ekor, ketika sedang menggembala berjumpa dengan seseorang yang sedang menggembalakan kambingnya satu ekor, karena hanya satu ekor itulah kambing yang dimiliki. Dalam pikiran pemilik 99 ekor, tanggung amat kau, kambing hanya satu, saya punya 99, maka yang ia pikirkan adalah bagaimana memindahkan yang satu ekor itu untuk menggenapkan kambingnya menjadi seratus. Seandainya ia berfikir untuk memberi maka akan ada rumus; biar kambingku genap, ini yang sembilan aku berikan padamu, aku punya 90 dan engkau punya 10.

Hasan al Banna, pendiri Ikhwan al Muslimin Mesir pernah memberi tiga nasehat yang sangat baik. Katanya : (a) berfikirlah untuk memberi agar orang lain memperoleh faedahnya (b) berfikirlah untuk selalu menanam agar orang lain bisa memetiknya, dan (c) bersusahpayahlah untuk memberi kesempatan orang lain beristirahat.

Nasehat ini sesungguhnya sangat mendalam, karena dibalik nasehat itu ada logika-logika yang bisa dijelaskan;
(1) hendaknya semua orang dalam masing-masing kapasitasnya, sebagai pemimpin, sebagai anak buah, sebagai suami, sebagai isteri, sebagai orang tua, sebagai anak dan seterusnya berfikirlah untuk dapat memberi sesuai dengan posisinya, jangan hanya berfikir apa yang dapat saya peroleh. Bayangkan seandainya semua karyawan dalam suatu kantor selalu bertanya apa yang dapat saya ambil dari kantor ini, maka pasti tak lama kemudian kantor itu bangkrut. Begitupun negara kita akan bangkrut jika setiap aparat negara selalu berfikir apa yang dapat saya ambil dari negeri ini.

(2) Hendaknya semua orang berfikir untuk menanam agar orang lain bisa memetiknya. Jika semua orang berfikir menanam untuk memetik sendiri, maka tidak ada orang tua yang mau menanam kelapa, karena tanaman kelapa biasanya baru bisa dipetik oleh generasi anaknya. Jika orang menanam hanya untuk dapat segera memetik buahnya maka orang lebih suka menanam bayam, tidak mau menanam pohon jati. Nasehat ini menjadi sangat mengena karena sesungguhnya semua yang kita petik (di pasar); buah-buahan, sayuran, dan beras adalah tanaman orang lain di tempat lain. Yang paling berbahaya adalah jika orang hanya berfikir memetik dan tidak mau menanam, seperti orang yang dengan rakus membabat hutan tanpa berusaha menanam kembali. Apa yang bisa ditanam ? Pohon-pohonan, ilmu pengetahuan dan jasa. Orang bijak berkata; barang siapa menanam pasti memetik, man zaro`a hashada, meski yang dipetik mungkin tanaman orang lain, di tempat lain dan di kurun waktu yang lain.

(3) Hendaknya semua orang memusatkan perhatian untuk bekerja keras untuk memberi kesempatan orang lain beristirahat. Kenapa ? karena sesungguhnya orang bisa istirahat juga jika ada orang lain yang susah payah bekerja. Penumpang bus Surabaya Jakarta bisa tertidur lelap karena ada supir yang tetap terjaga. Ibu-ibu bisa isterihat di rumah karena ada bapak dan ibu guru yang bekerja keras mengajar anak-anak mereka di sekolah.
posted by : Mubarok institute

Blogger pro-zblog said.. :

Assalamu'alaikum wr.wb.

Saya tertarik dengan tulisan berjudul diatas.
Tapi yang paling penting adalah aplikasi dalam kehidupan nyata. Dan saya sedang mencari mitra untuk mewujudkan program zakat sebagai sistem kesejahteraan sosial dengan basis jaringan masjid. MUngkinkah kita bisa memulainya?. Saya hanya perlu numpang alamat teman-teman di Jakarta.

Terima kasih

8:03 PM  

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger