Tuesday, January 12, 2010
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Disamping sebagai makhluk yang unik, manusa juga menjadi makhluk social. Makhluk social adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan kehadiran orang lain. Sebagai makhluk social ia memiliki tabiat suka kerjasama dan bersaing sekaligus. Jika dalam bekerjasama dan bersaing mereka berlaku fair maka harmoni social akan tercipta. Tetapi jika mereka bersaing secara tidak fair maka konflik antar manusia bisa terjadi. Sebagai makhluk social manusia merindukan harmoni social (perdamaian) tetapi juga tak pernah berhenti dari konflik. Desain manusia sebagai makhluk social bukan fikiran manusia, tetapi juga berasal dari Tuhan Sang Pencipta. Kitab Suci penuh dengan pesan-pesan harmoni social; antara lain.
a. Bahwa manusia itu diciptakan Tuhan memiliki identitas bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing etnis, tetapi perbedaan itu dimaksud untuk menjadi sarana pergaulan, saling mengenal dan saling bekerjasama dalam kebaikan (ta'aruf) (Q/al hujurat;13)
b. Sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan orang lain, dan bagaimana sosok kedirian seorang manusia terbentuk oleh lingkungan yang menjadi sosiokulturnya. Manusia menjadi manusia jika ia berkumpul dengan manusia. Manusia menjadi siapa tergantung pengalamannya dengan siapa.
c. Bahwa di hadapan Tuhan, manusia diperlakukan sama dalam martabat kemanusiaannya.Tuhan tidak memandang identitas etnis (bahasa, warna kulit) dan sosok fisiknya sebagai suatu kelebihan. Hanya takwa (kualitas rohani) manusia yang dinilai oleh Tuhan.(Q/al hujurat;13). Tuhan tidak menilai rupa dan warna kulit, tetapi hatinya yang dinilai (hadis)
d. Bahwa pergaulan sosial dan silaturrahmi dapat menumbuhkan rasa indah dalam kehidupan serta menimbulkan suasana dinamis dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
e. Bahwa berfikir positif kepada orang lain akan meringankan beban hidup. Sebaliknya buruk sangka dan curiga/berfikir negatip kepada orang lain hanya akan mempersempit ruang lingkup pergaulan, memojokkan diri sendiri. Berfikir negatip dan buruk sangka bukan hanya merugikan secara psikologis, tetapi juga secara ekonomi, yakni menjadi kontra produktif.
f. Bahwa Tuhan yang Maha Pengasih itu telah memberi kepada manusia begitu banyak kenikmatan yang tak terhitung jumlah dan nilainya (al kautsar). Adanya perbedaan kapasitas pada manusia (pintar-bodoh, kaya miskin, lancar-tersendat, dsb.) merupakan bagian dari ujian dan tantangan hidup yang di dalamnya terkandung hikmah yang tak ternilai.
g. Kesanggupan seseorang untuk mengambil hikmah dari keragaman keadaan, akan membuat hidupnya menjadi indah dan dinamis, sebaliknya dendam, iri hati dan dengki hanya akan menguras energi, bagaikan api yang membakar dirinya (amal ibadahnya) dan membakar orang lain (fisik, psikis dan materiil)
h. Iri hati yang positip hanya ada pada dua hal; yaitu;
(1) iri kepada orang yang dianugerahi Tuhan harta banyak, tetapi ia menggunakan hartanya itu untuk kemaslahatan masyarakat dan hal-hal lain yang terpuji;
(2) iri kepada orang yang dianugerahi Tuhan ilmu yang banyak, dan orang itu mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya kepada orang lain.
i. Iri dan dengki timbul pada manusia disebabkan karena mereka bersaing untuk menjadi yang tertinggi dalam bidang yang sempit, yaitu harta dan pangkat (al mal wa al jah). Jika manusia bersaing dalam bidang yang luas, misalnya dalam bidang kebajikan dan kebaikan universal niscaya tidak terjadi iri dan dengki karena medan kebajikan sangat luas untuk menampung semua peserta.
a. Bahwa manusia itu diciptakan Tuhan memiliki identitas bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing etnis, tetapi perbedaan itu dimaksud untuk menjadi sarana pergaulan, saling mengenal dan saling bekerjasama dalam kebaikan (ta'aruf) (Q/al hujurat;13)
b. Sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan orang lain, dan bagaimana sosok kedirian seorang manusia terbentuk oleh lingkungan yang menjadi sosiokulturnya. Manusia menjadi manusia jika ia berkumpul dengan manusia. Manusia menjadi siapa tergantung pengalamannya dengan siapa.
c. Bahwa di hadapan Tuhan, manusia diperlakukan sama dalam martabat kemanusiaannya.Tuhan tidak memandang identitas etnis (bahasa, warna kulit) dan sosok fisiknya sebagai suatu kelebihan. Hanya takwa (kualitas rohani) manusia yang dinilai oleh Tuhan.(Q/al hujurat;13). Tuhan tidak menilai rupa dan warna kulit, tetapi hatinya yang dinilai (hadis)
d. Bahwa pergaulan sosial dan silaturrahmi dapat menumbuhkan rasa indah dalam kehidupan serta menimbulkan suasana dinamis dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
e. Bahwa berfikir positif kepada orang lain akan meringankan beban hidup. Sebaliknya buruk sangka dan curiga/berfikir negatip kepada orang lain hanya akan mempersempit ruang lingkup pergaulan, memojokkan diri sendiri. Berfikir negatip dan buruk sangka bukan hanya merugikan secara psikologis, tetapi juga secara ekonomi, yakni menjadi kontra produktif.
f. Bahwa Tuhan yang Maha Pengasih itu telah memberi kepada manusia begitu banyak kenikmatan yang tak terhitung jumlah dan nilainya (al kautsar). Adanya perbedaan kapasitas pada manusia (pintar-bodoh, kaya miskin, lancar-tersendat, dsb.) merupakan bagian dari ujian dan tantangan hidup yang di dalamnya terkandung hikmah yang tak ternilai.
g. Kesanggupan seseorang untuk mengambil hikmah dari keragaman keadaan, akan membuat hidupnya menjadi indah dan dinamis, sebaliknya dendam, iri hati dan dengki hanya akan menguras energi, bagaikan api yang membakar dirinya (amal ibadahnya) dan membakar orang lain (fisik, psikis dan materiil)
h. Iri hati yang positip hanya ada pada dua hal; yaitu;
(1) iri kepada orang yang dianugerahi Tuhan harta banyak, tetapi ia menggunakan hartanya itu untuk kemaslahatan masyarakat dan hal-hal lain yang terpuji;
(2) iri kepada orang yang dianugerahi Tuhan ilmu yang banyak, dan orang itu mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya kepada orang lain.
i. Iri dan dengki timbul pada manusia disebabkan karena mereka bersaing untuk menjadi yang tertinggi dalam bidang yang sempit, yaitu harta dan pangkat (al mal wa al jah). Jika manusia bersaing dalam bidang yang luas, misalnya dalam bidang kebajikan dan kebaikan universal niscaya tidak terjadi iri dan dengki karena medan kebajikan sangat luas untuk menampung semua peserta.
Ya, mungkin kerana itu
Post a Comment
Home