Tuesday, April 27, 2010
Infrastruktur Kepribadian 3
4.Pembiasaan Kepada Pola Tingkah Laku Konstruktif
Jika transfer ilmu pengetahuan dapat dilakukan melalui pengajaran maka pembentukan pola tingkahlaku merupakan tujuan dari pendidikan. Pendidikan adalah transfer budaya, sementara kebudayaan masyarakat manapun mengandung unsur-unsur (a) akhlak atau etik, (b) estetika, (c) ilmu pengetahuan dan (d) teknologi. Tingkahlaku manusia tidak selamanya logis, sebaliknya sebagian besar perilaku manusia justeru terbangun melalui pembiasaan. Orang yang sudah biasa bangun pagi tetap saja bangun pagi meski tidurnya terlambat. Enaknya masakan pedas bagi seseorang misalnya adalah bukan masalah logis tidak logis, tetapi lebih pada pembiasaan rasa. Demikian juga rasa bersih, rasa tertib, rasa disiplin juga tertanam melalui proses pembiasaan. Orang yang telah memahami logika kejujuran tidak otomatis menjadi orang jujur, sebaliknya boleh jadi pengetahuan itu justeru digunakan untuk mengelabui orang-orang lain yang berfikir jujur. Demikian juga sopan santun adalah sesuatu yang tidak mesti logis, tetapi ia terbentuk melalui pembiasaan.
Dalam pembentukan karakter seseorang, hal-hal yang perlu dijadikan kebiasaan tingkah laku adalah
a. sopan santun atau etiket,
b. hidup bersih dan tertib,
c. kejujuran dan disiplin.
a. Pembiasaan tingkah laku Sopan
Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran sopan santun bertumpu pada cara pandang suatu masyarakat. Artinya suatu tingkah laku yang dipandang sopan oleh suatu masyarakat mungkin dipandang sebaliknya oleh masyarakat lain, disebabkan karena cara pandang yang berbeda. Sopan santun diperlukan ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain; dengan penekanan terutama (1) kepada orang yang lebih tua, orang tua, guru atau atasan, (2) kepada yang lebih muda; anak, murid atau bawahan, dan (3) kepada orang yang setingkat, sebaya usia maupun setingkat status sosial. Sopan santun juga diperlukan ketika komunikasi kepada orang lain dengan kategori (1) kawan dan (2) lawan. Sopan santun kepada lawan mempunyai kekuatan diplomasi yang lebih kuat dibanding perilaku kasar. Kesopanan dapat menambat hati lawan, sementara kekasaran hanya menabur dendam.
Seorang hukama, Ahnaf bin Qais mengatakan bahwa kunci kesuksesan orang dalam pergaulan itu secara bertingkat ada enam, (1) kepekaan akal, (2) sopan santun tinggi, (3) sahabat sejati, (4) hati yang mengikat, (5) kemampuan untuk diam, dan (6) cepat mati. Maksud dari maqalah tersebut ialah bahwa sangat beruntung jika orang memiliki akal yang peka, yakni yang cerdas dalam mencari solusi tetapi juga mampu memahami situasi, yakni memiliki juga kecerdasan emosional.. Jika tidak mempunyai kepekaan akal, orang masih tertolong jika memiliki sopan santun yang tinggi. Kalaulah kurang sopan, tidak mengapa asal banyak memiliki sahabat yang bisa meyakinkan orang lain atas kekurangan itu, atau masih memiliki kelembutan hati meski disalah pahami. Jika keempat hal itu tidak ada pada seseorang, ia masih bisa selamat asal banyak diam, dan jika diampun tidak bisa maka yang terbaik baginya adalah cepat mati.
Sopan santun pada anak-anak tertanam melalui kebiasaan sehari-hari di rumah. Apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh orang tua di rumah akan melekat pada diri anak itu. Sopan santu pada remaja tertanam disamping melalui kebiasaan di dalam rumah juga terbentuk melalui pergaulan dengan teman sebaya, melalui tontonan yang dilihat, melalui tata pergaulan yang dilihat dan diterapkan di sekolahnya. Sedangkan sopan santun pada orang dewasa disamping bermodalkan apa yang sudah dimiliki sejak kanak-kanak dan remaja , terbentuk melalui perilaku tokoh masyarakat, terutama tokoh yang dihormati atau yang diidolakan. Fatsoen politik kalangan elit yang tidak santun akan diikuti oleh mahasiswa dan masyarakat dengan perilaku yang lebih tidak santun.
Jika transfer ilmu pengetahuan dapat dilakukan melalui pengajaran maka pembentukan pola tingkahlaku merupakan tujuan dari pendidikan. Pendidikan adalah transfer budaya, sementara kebudayaan masyarakat manapun mengandung unsur-unsur (a) akhlak atau etik, (b) estetika, (c) ilmu pengetahuan dan (d) teknologi. Tingkahlaku manusia tidak selamanya logis, sebaliknya sebagian besar perilaku manusia justeru terbangun melalui pembiasaan. Orang yang sudah biasa bangun pagi tetap saja bangun pagi meski tidurnya terlambat. Enaknya masakan pedas bagi seseorang misalnya adalah bukan masalah logis tidak logis, tetapi lebih pada pembiasaan rasa. Demikian juga rasa bersih, rasa tertib, rasa disiplin juga tertanam melalui proses pembiasaan. Orang yang telah memahami logika kejujuran tidak otomatis menjadi orang jujur, sebaliknya boleh jadi pengetahuan itu justeru digunakan untuk mengelabui orang-orang lain yang berfikir jujur. Demikian juga sopan santun adalah sesuatu yang tidak mesti logis, tetapi ia terbentuk melalui pembiasaan.
Dalam pembentukan karakter seseorang, hal-hal yang perlu dijadikan kebiasaan tingkah laku adalah
a. sopan santun atau etiket,
b. hidup bersih dan tertib,
c. kejujuran dan disiplin.
a. Pembiasaan tingkah laku Sopan
Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran sopan santun bertumpu pada cara pandang suatu masyarakat. Artinya suatu tingkah laku yang dipandang sopan oleh suatu masyarakat mungkin dipandang sebaliknya oleh masyarakat lain, disebabkan karena cara pandang yang berbeda. Sopan santun diperlukan ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain; dengan penekanan terutama (1) kepada orang yang lebih tua, orang tua, guru atau atasan, (2) kepada yang lebih muda; anak, murid atau bawahan, dan (3) kepada orang yang setingkat, sebaya usia maupun setingkat status sosial. Sopan santun juga diperlukan ketika komunikasi kepada orang lain dengan kategori (1) kawan dan (2) lawan. Sopan santun kepada lawan mempunyai kekuatan diplomasi yang lebih kuat dibanding perilaku kasar. Kesopanan dapat menambat hati lawan, sementara kekasaran hanya menabur dendam.
Seorang hukama, Ahnaf bin Qais mengatakan bahwa kunci kesuksesan orang dalam pergaulan itu secara bertingkat ada enam, (1) kepekaan akal, (2) sopan santun tinggi, (3) sahabat sejati, (4) hati yang mengikat, (5) kemampuan untuk diam, dan (6) cepat mati. Maksud dari maqalah tersebut ialah bahwa sangat beruntung jika orang memiliki akal yang peka, yakni yang cerdas dalam mencari solusi tetapi juga mampu memahami situasi, yakni memiliki juga kecerdasan emosional.. Jika tidak mempunyai kepekaan akal, orang masih tertolong jika memiliki sopan santun yang tinggi. Kalaulah kurang sopan, tidak mengapa asal banyak memiliki sahabat yang bisa meyakinkan orang lain atas kekurangan itu, atau masih memiliki kelembutan hati meski disalah pahami. Jika keempat hal itu tidak ada pada seseorang, ia masih bisa selamat asal banyak diam, dan jika diampun tidak bisa maka yang terbaik baginya adalah cepat mati.
Sopan santun pada anak-anak tertanam melalui kebiasaan sehari-hari di rumah. Apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh orang tua di rumah akan melekat pada diri anak itu. Sopan santu pada remaja tertanam disamping melalui kebiasaan di dalam rumah juga terbentuk melalui pergaulan dengan teman sebaya, melalui tontonan yang dilihat, melalui tata pergaulan yang dilihat dan diterapkan di sekolahnya. Sedangkan sopan santun pada orang dewasa disamping bermodalkan apa yang sudah dimiliki sejak kanak-kanak dan remaja , terbentuk melalui perilaku tokoh masyarakat, terutama tokoh yang dihormati atau yang diidolakan. Fatsoen politik kalangan elit yang tidak santun akan diikuti oleh mahasiswa dan masyarakat dengan perilaku yang lebih tidak santun.
ini saalah satu pont solusi sakti prof, karna disiplin never fail. bentuk/arahkan anak dgn dispilin, walau pk mulut tangan atau lempar kursi, tergantung tingkat respon anak akan pelanggaran disiplin yg diterapkan.
Post a Comment
Home