Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Sunday, October 08, 2006

Masjid Dan Gereja: Persamaan Dan Perbedaan
at 11:57 PM 
Masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid, oleh karena itu kata Nabi, Tuhan menjadikan bumi ini sebagai masjid. Sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah.

Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat Jum’at disebut Masjid Jami‘. Karena salat Jum‘at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami‘ biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sekali sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau.

Ada tiga masjid besar dalam sejarah Islam, yaitu Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid al Aqsha di Yerussalem. Adapun nama Gereja bisa digunakan untuk menyebut (1) jemaat atau sidang jemaat, (2) Persekutuan orang percaya, (3) Tubuh dari Kristus, (4) Realitet dunia dan sekaligus realitet rohani, dan (8) tempat atau gedung dimana ada pemberitaan tentang Yesus Kristus.

Istilah gereja berasal dari kata Portugis “igreye” yang melalui kata Yunani “ecclesia”’ artinya keluar. Maksudnya jemaat yang dipanggil ke luar dari dunia untuk menjadi “milik” Tuhan. Bible sendiri tidak mengenal istilah gereja, tetapi para teolog membuat rumusan dari ungkapan2 surat-surat Paulus. Dokumen tertua yang menyebut istilah “ecclesia” adalah naskah pengakuan (kredo) “Symbolum Apostolikum” yang diduga berasal dari sekitar abad kedua Masehi. Dalam naskah itu kata “gereja” diletakkan sesudah pengakuan terhadap roh kudus. Naskah Latin menyebut “et in spiritusancto, sanctam ecclesiam”. Sedangkan naskah Yunani menyebutkan lebih panjang, yaitu; “credo in spiritum sanctum, sanctum ecclesiam catholicam, sanctorum comunianem”.

Naskah tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus” menurut versi Protestan, sedang terjemahan versi Katolik berbunyi; “gereja Katolik yang kudus, persekutuan orang kudus. Ada tiga hal yang menunjukkan ciri pengertian gereja dalam naskah itu, yaitu katolik (umum), kudus dan persekutuan orang kudus. Tiga pengertian ini di belakang hari memaksa para teolog Kristen untuk membuat apologi, karena ternyata gereja seperti yang dapat dilihat orang tidak mengandung criteria-kriteria tersebut.

Pada umumnya apologi itu dilakukan dengan jalan memisahkan pengertian antara gereja seperti yang dilihat orang dengan pengertian yang bersifat abstrak; misalnya ungkapan bahwa gereja berada di dunia tetapi tidak berasal daripadanya. Atau ungkapan yang menyatakan bahwa gereja memiliki dua tabiat Yesus; tabiat Ilahi dan tabiat manusiawi.

Gereja Katolik memberikan penekanan yang lebih misterius dibanding teolog Kristen. Konsili Vatikan II (1963) misalnya membuat satu fasal yang berjudul: Gereja sebagai Misteri. Maknanya gereja adalah rahasia Tuhan yang manusia tidak akan mengetahui yang sesungguhnya. Dalam bagian lain dari dokumen konsili tersebut disebutkan bahwa Gereja adalah ummat yang dipersatukan dalam kesatuan Bapa, Putera dan roh Kudus. Gereja juga disebut sebagai tubuh mistik Kristus, artinya orang Katolik meyakini dirinya sebagai benar-benar menjadi bagian dari tubuh mistik Kristus.

Masyarakat umum pada umumnya memahami gereja sebagai kumpoulan orang-orang Kristen dalam berbagai aliran, seperti Katolik, Protestan, Anglikan, Adven dan sebagainya., dan gedung yang dipakai sebagai tempat peribadatan. Pemerintah Indonesia memandang gereja sebagai persekutuan sosiologis dengan memberikan akte pengesahan. Menurut Abineno, kesalahan anggapan tentang gereja tidak bisa dihindarkan dan akan berlangsung terus hingga kedatangan kembali Yesus Kristus nanti. Disamping ungkapan tersebut, masih ada ungjkapan lain seperti; “ibu kita”, “mempelai Allah”, Yerussalem dari atas”, “gereja diam”, “gereja berjuang””, gereja mengembara” dan sebagainya. Problem kesulitan mendirikan gedung gereja di Indonesia antara lain disebabkan karena konsep gereja tidak dapat dicerna orang Islam.

Orang Islam memandang gereja sama dengan masjid sebagai tempat ibadah yang besar-kecilnya ditentukan oleh besar kcilnya jamaah di sekitar, sementara orang Kristen memandang gereja sebagai persekutuan sesuai dengan alirannya sehingga meski seorang Kristen berdomisili di Jakarta barat, tapi ia justeru menjadi anggauta dari gereja di Jakarta timur. Bagi orang Kristen, adalah sesuatu yang wajar jika jemaah gereja berdatangan dari jauh, karena itu memang gerejanya, tapi bagi orang Islam di sebuah pemukiman misalnya; di situ hanya ada sepuluh keluarga Kristen, tetapi gerejanya dibangun besar dan jemaahnya datang dari tempat jauh. Di mata orang Islam di pemukiman itu, kehadiran orang jauh merupakan agressi untuk mensyiarkan agamanya (kristenisasi) ke tengah-tengah muslim. SKB dua menteri (Menag dan Mendagri) tentang itu dimaksud untuk menghindarkan kesalahpahaman masyarakat.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger