Thursday, September 21, 2006
BUDAYA KOSMOPOLIT ISLAM DI PESANTREN
Pada saat memuncaknya peradaban Islam yang berpusat di Bagdad, maka budaya Islam merupakan pola budaya umum seluruh belahan bumi Timur, tetapi sekaligus merupakan budaya global, karena ketika itu benua Amerika sebagai belahan bumi barat belum ditemukan.Sebagai bandingan, ketika Bagdad sudah mengenal kolam renang (permandian umum) orang Perancis belum mengenal budaya mandi. Buktinya, istana Perancis yang memiliki seribu kamar hanya memiliki satu kamar mandi. Ketika duta besar Bagdad memberikan souvenir berupa jam air, Raja Perancis menanyakan, sihir apa yang dapat menggerakkan benda itu. Ketika dunia Islam sedang pesat-pesatnya ilmu pengetahuan, Barat masih berada dalam abad gelap (blue age).
Karakteristik peradaban Islam yang mengglobal itu memudahkan peneguhan agama Islam di Asia Tengara. Peranan saudagar anak benua India berlanjut terus tetapi mereka tidak lagi beragama Hindu dan Budha melainkan Islam (dari Gujarat). Pola budaya Perso Arab sebagai buah masuk Islamnya imperium Persia, kemudian menggeser pola budaya Sanskerta. Perkembangan selanjutnya, pola budaya Perso-Arab digantikan oleh pola budaya yang bercorak Arab dengan dominasi bahasa Arab. Bukti yang tak terbantahkan tergambar pada banyaknya kata-kata Arab dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Kerajaan Hindu-Budha (Majapahit-Sriwijaya) yang sudah memasuki masa senja kemudian digantikan oleh munculnya kerajaan-kerajaan Islam (Aceh, Demak, Mataram, Ternate dll.).
Akulturasi budaya Islam dengan budaya sebelumnya nampak pada berkembangnya pesantren (pondok pesantren) Budaya Yunani mengenal pondokheyon, yakni asrama atau penginapan bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Kata pondokheyon ini kemudian pindah ke Arab menjadi funduq (sekarang artinya hotel). Pada masa kejayaan Islam, asrama bagi orang-orang yang menuntut ilmu, terutama ilmu hikmah (tasauf) disebut zawiyah(padepokan sufi), ribath(di Afrika) dan khaniqah (masa al Gazali),. Di Jawa, agama Hindu dn Budha mempunyai lembaga pendidikan yang disebut padepokan, dimana didalamnya ada unsur shastri-(guru) dan cantrik (murid). Nah ketika zaman kerajaan Islam, konsep lembaga pendidikan yang dikembangkan mengadopsi konsep pondokheyon, konsep zawiyah dan konsep padepokan Hindu Budha, menjadi bernama PONDOK PESANTREN. Pondok berasal dari konsep pondokheyon, pesantren berasal dari pe-cantrikan- juga dengan unsur kiyahi (dari konsep shastri) dan santri (dari konsep cantrik). Jadi konsep pesantren sesungguhnya merupakan hasil dari dialog peradaban. Karena pondok pesantren sangat memelihara tradisi, maka betapapun pesantren dianggap ketinggalan zaman, jejaknya akan selalu nampak, meski juga timbul tenggelam.
Karakteristik peradaban Islam yang mengglobal itu memudahkan peneguhan agama Islam di Asia Tengara. Peranan saudagar anak benua India berlanjut terus tetapi mereka tidak lagi beragama Hindu dan Budha melainkan Islam (dari Gujarat). Pola budaya Perso Arab sebagai buah masuk Islamnya imperium Persia, kemudian menggeser pola budaya Sanskerta. Perkembangan selanjutnya, pola budaya Perso-Arab digantikan oleh pola budaya yang bercorak Arab dengan dominasi bahasa Arab. Bukti yang tak terbantahkan tergambar pada banyaknya kata-kata Arab dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Kerajaan Hindu-Budha (Majapahit-Sriwijaya) yang sudah memasuki masa senja kemudian digantikan oleh munculnya kerajaan-kerajaan Islam (Aceh, Demak, Mataram, Ternate dll.).
Akulturasi budaya Islam dengan budaya sebelumnya nampak pada berkembangnya pesantren (pondok pesantren) Budaya Yunani mengenal pondokheyon, yakni asrama atau penginapan bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Kata pondokheyon ini kemudian pindah ke Arab menjadi funduq (sekarang artinya hotel). Pada masa kejayaan Islam, asrama bagi orang-orang yang menuntut ilmu, terutama ilmu hikmah (tasauf) disebut zawiyah(padepokan sufi), ribath(di Afrika) dan khaniqah (masa al Gazali),. Di Jawa, agama Hindu dn Budha mempunyai lembaga pendidikan yang disebut padepokan, dimana didalamnya ada unsur shastri-(guru) dan cantrik (murid). Nah ketika zaman kerajaan Islam, konsep lembaga pendidikan yang dikembangkan mengadopsi konsep pondokheyon, konsep zawiyah dan konsep padepokan Hindu Budha, menjadi bernama PONDOK PESANTREN. Pondok berasal dari konsep pondokheyon, pesantren berasal dari pe-cantrikan- juga dengan unsur kiyahi (dari konsep shastri) dan santri (dari konsep cantrik). Jadi konsep pesantren sesungguhnya merupakan hasil dari dialog peradaban. Karena pondok pesantren sangat memelihara tradisi, maka betapapun pesantren dianggap ketinggalan zaman, jejaknya akan selalu nampak, meski juga timbul tenggelam.
Budaya Kosmopolitan ini sepatutnya meletakkan pesantren sebagai bagian peradaban umat, namun seringkali pesantren justru menjadi anaktiri dalam sistem dunia pendidikan di Indonesia
Post a Comment
Home