Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, November 29, 2006

enam kebanggaan
at 9:46 PM 
Manusia adalah makhluk yang berkesadaran, oleh karena itu lazimnya setiap orang menyadari betul apa yang dimilikinya, apa yang bisa diberdayakan untuk kehidupan, apa yang harus diperbaiki dan apa yang harus dibuang. Secara fitri manusia adalah makhluk yang memiliki tabiat berkompetisi di samping tabiat koperatif. Orang yang akhlaknya rendah, ia akan melakukan segala cara dalam berkompetisi, meski cara yang haram sekalipun, karena ia hanya bisa berbangga dengan apa yang dianggap sebagai kesuksesan. Bagi orang yang berakhlak tinggi, ukuran kesuksesan bukan pada kemenangan itu sendiri, tetapi sebangun dengan bagaimana cara memperolehnya.

a
Baginya, kalah terhormat lebih membanggakan dibanding keme­nangan dengan curang. Kesuksesan dalam kompetisi di satu sisi diwujudkan dalam bentuk jabatan, harta, dukungan, prestasi, akreditasi, di sisi lain juga diwujudkan dalam ukuran konsistensi, morality, kejujuran, kesederhanaan dan keadilan. Berkompetisi secara fair akan melahirkan budaya koperatif, sementara berkompetisi secara curang akan melahir­kan budaya kanibalistik.

Empat tahun era refor­masi telah mengantarkan kita pada perasaan dehu­manisasi, perasaan ke­manusiaan yang compang-camping sehingga kita kehilangan kebanggaan atas apa yang kita miliki. Jabatan publik seperti Menteri, Gubernur, Hakim atau anggauta Parlemen, ternyata tidak sebangun dengan citra putra-putra terbaik bangsa. Apa yang dapat dibang­gakan dari jabatan publik yang berlu­muran dengan suap, kolusi, mafia hukum dan se­gala coreng-moreng. Gelar aka­demik yang ting­gi, apa­lagi yang sekedar gelar ke­hor­matan (Hon.) yang di­beli, juga tidak sebangun dengan kearifan, kecerdasan dan integritas. Apa yang dapat dibanggakan dari orang yang menyandang gelar akademik tinggi tetapi sering melakukan kebodohan secara telanjang. Keberhasil­an dalam bisnis ternyata juga tidak sebangun dengan kesejahteraan masya­rakat.

Apa yang dapat dibang­gakan dari konglomerat yang sukses membobol keuangan negara puluhan trilyun rupiah, yang pelunasannya dipikulkan kepada rakyat miskin? Bahkan gelar sosial keagamaan ter­nyata juga tidak sebangun dengan kesalehan dan keteladanan. Apa yang dapat dibanggakan dari seorang yang menyandang gelar agamawan tetapi perilakunya hanya menjadi tontonan, bukan tuntunan? Lalu apa yang masih bisa kita banggakan?

Bertanya Kepada Rumput Yang Bergoyang
Tuhan memberikan petunjuk kepada manusia melalui berbagai saluran. Pertama dan tertinggi adalah wahyu, dalam hal ini bagi orang Islam adalah Al Qur’an dan kemudian dijelaskan oleh hadis Nabi. Al Qur’an adalah petunjuk bagi orang yang percaya (Q/2:97), petunjuk bagi orang yang patuh dan takwa, hudan lil muttaqin (Q/2;2). Bagi orang yang tidak percaya, al Qur’an tak berfungsi apa-apa (Q/2;6). Petunjuk Tuhan juga disampaikan melalui sunnatullah (hukum alam) pada alam semesta dan pada sejarah manusia, karena sunnatullah itu konsisten bagaikan hukum besi yang tak bisa ditawar dan diganti. (Q/35:43). Oleh karena itu orang yang pandai menangkap fenomena alam dan sejarah, yang mau belajar kepada alam dan sejarah manusia, ia bisa menjadi cerdas, bukan saja bisa menerangkan makna kejadian, tetapi juga mampu memprediksinya.

Dalam perspektif inilah maka sepanjang sejarah kemanusiaan selalu saja muncul orang bijak dengan kata-kata mutiaranya, muncul hukama dengan kata-kata hikmahnya. Hikmah itu sendiri kata Nabi bagaikan mutiara yang tercecer, yang bisa ditemukan entah oleh siapa saja (al hikmatu dlallat al mu’min anna wajadaha), oleh karena itu kapanpun orang menemukannya, hendaknya cepat pungut, meski mutiara itu berada di lumpur. (khuz al hikmat walau min ayyi wi‘a’in kharajat), dan barang siapa beruntung dapat memungut hikmah, maka kata al Qur’an, sungguh ia bagaikan menemukan “durian runtuh” yang tak ternilai harganya (waman yu’ta al hikmata faqad utiya khairan katsiran (Q/2:269). Ali bin Abi Thalib pernah berkata; Perhatikan apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang berbicara (undzur ma qala wala tandzur man qala).

Kebanggaan versi Hikmah
Adalah seorang hukama abad pertengahan ber­nama Ahnaf bin Qais, ia ditanya oleh orang-orang yang gelisah melihat perilaku masyarakatnya yang sedang sakit, yang tidak lagi mementingkan nilai-nilai kemuliaan. Wahai tuan guru, apa yang tertinggal pada kita yang masih dapat kita banggakan? ma khoiru ma yu‘tho al ‘abdu? hukama itu menjawab; akal yang orisinil (‘aqlun ghoriziyyun). Orang-orang berkata, wah, sekarang sudah tidak ada orang yang akalnya masih orisinil,. kalau akal orisinil nggak punya lalu tinggal apa (fa in lam yakun? tanya orang-orang. Adabun shalihun, sopan santun yang terjaga, kata hukama. Wah, sekarang orang juga sudah tidak lagi menjaga sopan santun tuan guru! selain dua hal itu masih adakah yang dapat kita banggakan? shohibun muwafiqun; sahabat sejati, kata hukama.

Orang-orangpun berkata; waduh... sahabat sejati juga susah didapat, karena orang tidak lagi membela yang benar tetapi membela yang bayar. Masih adakah selain yang tiga itu wahai tuan guru? qalbun murabithun; hati yang peka, kata hukama. Waduhh, lagi-lagi yang itu juga jarang didapat, kata orang-orang. Sekarang ke­banyakan orang hatinya gelap, tidak peka, nuraninya mati, masih adakah yang dapat kita banggakan wahai tuan guru? ada, thul as shumti, banyak diam, kata hukama. Yah, yah, yah, diam itu emas, kata orang. Tapi tuan guru, sekarang ini zaman reformasi, semuanya berbicara meski asal bicara, dan tidak ada orang yang mau diam merenung. Kalau lima hal itu juga tidak punya, masih adakah yang dapat kita banggakan wahai tuan guru? Ada, dan ini adalah yang terakhir, yaitu mautun hadirun; cepet mati. Subhanallaaah, desah orang-orang.
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger