Friday, November 23, 2007
Karakter dan Temperamen
Ada perilaku yang bersumber dari karakter seseorang, tapi ada juga perilaku yang bersumber dari temperamennya. Apa bedanya? Temperamen merupakan corak reaksi seseorang terhadap berbagai rangsangan yang berasal dari lingkungan dan dari dalam diri sendiri. Temperamen berhubungan erat dengan kondisi biopsikologi seseorang, oleh karena itu sulit untuk diubah dan bersifat netral terhadap penilaian baik buruk. Sedangkan karakter berkaitan erat dengan penilaian baik buruknya tingkah laku seseorang didasari oleh bermacam-macam tolok ukur yang dianut masyarakat. Karakter terbentuk melalui perjalanan hidup seseorang, oleh karena itu ia dapat berubah. Jika temperamen tidak mengandung implikasi etis, maka karakter justeru selalu menjadi obyek penilaian etis.
Terkadang orang memiliki temperamen yang berbeda dengan karakternya. Ada orang yang temperamennya buruk, padahal karakternya baik. Jika temperamennya sedang bekerja maka pada umumnya bertingkah laku negatip, tetapi setelah reda nanti ia menyesali dan malu atas apa yang dilakukannya, meskipun nanti juga akan terulang kembali. Sedangkan orang yang karakternya buruk tetapi temperamennya baik, ia dapat menyembunyikan keburukannya dihadapan orang. Penipu biasanya memiliki temperamen yang baik tetapi karakternya buruk. Yang paling merepotkan adalah orang jahat yang temperamennya buruk.
Karakter yang sudah menetap akan membentuk sebuah kepribadian. Menurut Freud, kepribadian manusia berdiri diatas tiga pilar, Id, Ego dan Super Ego, unsur hewani, akali dan moral. Perilaku menurut Freud merupakan interaksi dari ketiga pilar tersebut. Tetapi kesimpulan Freud manusia adalah Homo Volens, yakni makhluk berkeinginan yang tingkah lakunya dikendalikan oleh keinginan-keinginan yang terpendam di dalam alam bawah sadarnya, satu kesimpulan yang merendahkan martabat manusia.
Sedangkan dalam pandangan Islam, kepribadian merupakan interaksi dari kualitas-kualitas nafs, qalb, akal dan bashirah, interaksi antara jiwa, hati, akal dan hati nurani. Kepribadian, disamping bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan genetika orang tuanya, ia terbentuk melalui proses panjang riwayat hidupnya, proses internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya. Dalam perspektip ini maka keyakinan agama yang ia terima dari pengetahuan maupun dari pengalaman masuk dalam struktur kepribadian seseorang. Seorang muslim dengan kepribadian muslimnya yang prima, tidak bisa merasakan enaknya daging babi, meskipun dimasak dengan standar seleranya, seprti juga tidak bisa menikmati kekayaan hasil korupsi, sebagaimana juga ia selalu terjaga dari tidurnya yang nyenyak jika ia belum menjalankan salat Isya.
Sudah barang tentu kualitas kepribadian muslim setiap orang berbeda-beda. Kualitas kepribadian muslim juga tidak mesti konstan, terkadang kuat, utuh dan prima, tetapi di kala yang lain bisa saja terdistorsi oleh pengaruh di luar keyakinan agamanya.
Terkadang orang memiliki temperamen yang berbeda dengan karakternya. Ada orang yang temperamennya buruk, padahal karakternya baik. Jika temperamennya sedang bekerja maka pada umumnya bertingkah laku negatip, tetapi setelah reda nanti ia menyesali dan malu atas apa yang dilakukannya, meskipun nanti juga akan terulang kembali. Sedangkan orang yang karakternya buruk tetapi temperamennya baik, ia dapat menyembunyikan keburukannya dihadapan orang. Penipu biasanya memiliki temperamen yang baik tetapi karakternya buruk. Yang paling merepotkan adalah orang jahat yang temperamennya buruk.
Karakter yang sudah menetap akan membentuk sebuah kepribadian. Menurut Freud, kepribadian manusia berdiri diatas tiga pilar, Id, Ego dan Super Ego, unsur hewani, akali dan moral. Perilaku menurut Freud merupakan interaksi dari ketiga pilar tersebut. Tetapi kesimpulan Freud manusia adalah Homo Volens, yakni makhluk berkeinginan yang tingkah lakunya dikendalikan oleh keinginan-keinginan yang terpendam di dalam alam bawah sadarnya, satu kesimpulan yang merendahkan martabat manusia.
Sedangkan dalam pandangan Islam, kepribadian merupakan interaksi dari kualitas-kualitas nafs, qalb, akal dan bashirah, interaksi antara jiwa, hati, akal dan hati nurani. Kepribadian, disamping bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan genetika orang tuanya, ia terbentuk melalui proses panjang riwayat hidupnya, proses internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya. Dalam perspektip ini maka keyakinan agama yang ia terima dari pengetahuan maupun dari pengalaman masuk dalam struktur kepribadian seseorang. Seorang muslim dengan kepribadian muslimnya yang prima, tidak bisa merasakan enaknya daging babi, meskipun dimasak dengan standar seleranya, seprti juga tidak bisa menikmati kekayaan hasil korupsi, sebagaimana juga ia selalu terjaga dari tidurnya yang nyenyak jika ia belum menjalankan salat Isya.
Sudah barang tentu kualitas kepribadian muslim setiap orang berbeda-beda. Kualitas kepribadian muslim juga tidak mesti konstan, terkadang kuat, utuh dan prima, tetapi di kala yang lain bisa saja terdistorsi oleh pengaruh di luar keyakinan agamanya.
Post a Comment
Home