Thursday, June 26, 2008
Etika & Moral Kepemimpinan
Bercermin kepada realitas bangsa dewasa ini, runtuhnya kepercayaan rakyat sesungguhnya bukan hanya terhadap Pemerintah saja, tapi juga terhadap para pemimpin dan para elit politik formal. Rakyat sungguh tidak habis mengerti mengapa ekonomi terus merosot; rasa aman dalam kehidupan sehari-hari terus memburuk; hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan tentang penyelewengan uang negara ratusan triliun rupiah tidak ditindak lanjuti oleh DPR dan Kejaksaan Agung; mengapa penyelewengan besar tidak ditemukan penye¬lewengnya; sementara maling-maling ayam yang sekedar untuk penyambung hidup cepat dihukum.
Ketika para elit politik di legislatif dan eksekutif sibuk melancarkan perang pernyataan, lembaga peradilan tidak mampu menegakkan keadilan, praktek-praktek peradilan rakyat merebak. Pencopet dan maling singkong yang tertangkap dibakar hidup-hidup. Rakyat di Aceh dan di Irian Jaya yang selama ini hidup menderita bergolak. Rakyat di Kalimantan, Maluku, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara menjadi beringas mudah mengamuk dan gampang main hakim sendiri dengan mencabut nyawa sesamanya.
Para elit politik yang semula saling mendukung hanya dalam kurun waktu singkat sudah berbalik saling mendongkel, saling serang satu sama lain. Fenomena ini mengingatkan nasihat Sang Guru kepada Antigone dalam kisah Oedipus dari mitologi Yunani yang amat termashur, “....dari semua ke¬jahatan yang bagai cacing mengerikiti jalan menuju istana raja-raja, yang terburuk adalah nafsu berkuasa. Nafsu berkuasa mengadu saudara lawan saudara, ayah lawan anak dan anak lawan tenggorokan orang tuanya.”
Kekuasaan dan kepemimpinan adalah bagaikan dua sisi dari satu keping mata uang. Mengenai ke¬pemimpinan ini Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung-jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggujawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri adalah pemimpin dan bertanggung¬jawab atas penggu¬naan harta suaminya. Seorang karyawan (pelayan) bertanggungjawab atas harta perusa¬haannya (majikan). Seorang anak bertang¬gung¬jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR, Al Bukhari dan Muslim)
Demikianlah, para elit politik, para negarawan, pemimpin partai politik, para penguasa negara dari masa ke masa, baik yang bergelar Raja, Kaisar, Sultan, Sunan maupun Presiden, dan kita semua adalah pemimpin-pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh masyarakat dan lebih-lebih oleh Allah SWT. Semakin besar keku¬asaan yang melekat pada kepemimpinan kita, semakin besar pertang¬gung¬jawaban yang dituntut dari kita. Oleh karena itulah para cerdik pandai dan filsuf, memberi bobot etika dan moral yang tinggi terhadap para pemimpin, penguasa negara dan penyelenggara pemerintahan.
Ketika para elit politik di legislatif dan eksekutif sibuk melancarkan perang pernyataan, lembaga peradilan tidak mampu menegakkan keadilan, praktek-praktek peradilan rakyat merebak. Pencopet dan maling singkong yang tertangkap dibakar hidup-hidup. Rakyat di Aceh dan di Irian Jaya yang selama ini hidup menderita bergolak. Rakyat di Kalimantan, Maluku, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara menjadi beringas mudah mengamuk dan gampang main hakim sendiri dengan mencabut nyawa sesamanya.
Para elit politik yang semula saling mendukung hanya dalam kurun waktu singkat sudah berbalik saling mendongkel, saling serang satu sama lain. Fenomena ini mengingatkan nasihat Sang Guru kepada Antigone dalam kisah Oedipus dari mitologi Yunani yang amat termashur, “....dari semua ke¬jahatan yang bagai cacing mengerikiti jalan menuju istana raja-raja, yang terburuk adalah nafsu berkuasa. Nafsu berkuasa mengadu saudara lawan saudara, ayah lawan anak dan anak lawan tenggorokan orang tuanya.”
Kekuasaan dan kepemimpinan adalah bagaikan dua sisi dari satu keping mata uang. Mengenai ke¬pemimpinan ini Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung-jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggujawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri adalah pemimpin dan bertanggung¬jawab atas penggu¬naan harta suaminya. Seorang karyawan (pelayan) bertanggungjawab atas harta perusa¬haannya (majikan). Seorang anak bertang¬gung¬jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR, Al Bukhari dan Muslim)
Demikianlah, para elit politik, para negarawan, pemimpin partai politik, para penguasa negara dari masa ke masa, baik yang bergelar Raja, Kaisar, Sultan, Sunan maupun Presiden, dan kita semua adalah pemimpin-pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh masyarakat dan lebih-lebih oleh Allah SWT. Semakin besar keku¬asaan yang melekat pada kepemimpinan kita, semakin besar pertang¬gung¬jawaban yang dituntut dari kita. Oleh karena itulah para cerdik pandai dan filsuf, memberi bobot etika dan moral yang tinggi terhadap para pemimpin, penguasa negara dan penyelenggara pemerintahan.
pandora charms sale
ugg outlet online
gucci outlet online
ugg outlet
ugg outlet store
ugg boots
cheap ray ban sunglasses
adidas nmd runner
coach factory outlet online
air jordans
clb20180925
Post a Comment
Home