Sunday, August 31, 2008
Jumat & Jamaah
Salat Jum`at diikuti oleh orang sekampung atau selingkungan dengan berjama`ah di masjid jami`, dikerjakan pada hari Jum`at. Apa sebenarnya makna dari salat jum`at itu ? Allah berfirman bahwa manusia (dan jin) dicipta tak lain agar mereka menyembah (beribadah) kepada Allah, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun (Q/51:56). Menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah(la ilaha illa Allah) disebut tauhid, artinya mengesakan Allah. Salat merupakan ritus ibadah yang paling lengkap, terdiri dari gerak, bacaan dan doa. Sebagai syari`at agama, salat bukan saja menggambarkan tauhid, tetapi juga menyimbolkan tatanan ideal masyarakat manusia.
Manusia diciptakan Tuhan berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suk dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat. Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya. Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin, atau presiden jika se negara, yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas. Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya.
Demikian juga dalam tatanan masyarakat, jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin (presiden misalnya), maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
Jumat & Jamaah
Salat Jum`at diikuti oleh orang sekampung atau selingkungan dengan berjama`ah di masjid jami`, dikerjakan pada hari Jum`at. Apa sebenarnya makna dari salat jum`at itu ? Allah berfirman bahwa manusia (dan jin) dicipta tak lain agar mereka menyembah (beribadah) kepada Allah, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun (Q/51:56). Menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah(la ilaha illa Allah) disebut tauhid, artinya mengesakan Allah. Salat merupakan ritus ibadah yang paling lengkap, terdiri dari gerak, bacaan dan doa. Sebagai syari`at agama, salat bukan saja menggambarkan tauhid, tetapi juga menyimbolkan tatanan ideal masyarakat manusia.
Manusia diciptakan Tuhan berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suk dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat. Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya. Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin, atau presiden jika se negara, yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas. Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya.
Demikian juga dalam tatanan masyarakat, jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin (presiden misalnya), maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
Jumat & Jamaah
Salat Jum`at diikuti oleh orang sekampung atau selingkungan dengan berjama`ah di masjid jami`, dikerjakan pada hari Jum`at. Apa sebenarnya makna dari salat jum`at itu ? Allah berfirman bahwa manusia (dan jin) dicipta tak lain agar mereka menyembah (beribadah) kepada Allah, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun (Q/51:56). Menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah(la ilaha illa Allah) disebut tauhid, artinya mengesakan Allah. Salat merupakan ritus ibadah yang paling lengkap, terdiri dari gerak, bacaan dan doa. Sebagai syari`at agama, salat bukan saja menggambarkan tauhid, tetapi juga menyimbolkan tatanan ideal masyarakat manusia.
Manusia diciptakan Tuhan berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suk dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat. Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya. Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin, atau presiden jika se negara, yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas. Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya.
Demikian juga dalam tatanan masyarakat, jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin (presiden misalnya), maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
Manusia diciptakan Tuhan berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suk dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat. Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya. Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin, atau presiden jika se negara, yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas. Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya.
Demikian juga dalam tatanan masyarakat, jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin (presiden misalnya), maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
Jumat & Jamaah
Salat Jum`at diikuti oleh orang sekampung atau selingkungan dengan berjama`ah di masjid jami`, dikerjakan pada hari Jum`at. Apa sebenarnya makna dari salat jum`at itu ? Allah berfirman bahwa manusia (dan jin) dicipta tak lain agar mereka menyembah (beribadah) kepada Allah, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun (Q/51:56). Menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah(la ilaha illa Allah) disebut tauhid, artinya mengesakan Allah. Salat merupakan ritus ibadah yang paling lengkap, terdiri dari gerak, bacaan dan doa. Sebagai syari`at agama, salat bukan saja menggambarkan tauhid, tetapi juga menyimbolkan tatanan ideal masyarakat manusia.
Manusia diciptakan Tuhan berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suk dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat. Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya. Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin, atau presiden jika se negara, yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas. Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya.
Demikian juga dalam tatanan masyarakat, jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin (presiden misalnya), maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
Jumat & Jamaah
Salat Jum`at diikuti oleh orang sekampung atau selingkungan dengan berjama`ah di masjid jami`, dikerjakan pada hari Jum`at. Apa sebenarnya makna dari salat jum`at itu ? Allah berfirman bahwa manusia (dan jin) dicipta tak lain agar mereka menyembah (beribadah) kepada Allah, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun (Q/51:56). Menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah(la ilaha illa Allah) disebut tauhid, artinya mengesakan Allah. Salat merupakan ritus ibadah yang paling lengkap, terdiri dari gerak, bacaan dan doa. Sebagai syari`at agama, salat bukan saja menggambarkan tauhid, tetapi juga menyimbolkan tatanan ideal masyarakat manusia.
Manusia diciptakan Tuhan berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suk dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat. Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya. Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin, atau presiden jika se negara, yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas. Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya.
Demikian juga dalam tatanan masyarakat, jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin (presiden misalnya), maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
Tiga Syarat seorang layak menjadi Imam; Fasih bacaan Alqur'an nya, Tinggi wawasan keilmuanya, Senioritas-Tua atau dituakan. Ini menjadi contoh konsep kepemimpinan. Kenapa dia harus fasih, berilmu dan senior ? Karena dia memiliki tanggung jawab penuh bagi yang tidak fasih, belum berilmu, dan belum berpengalaman ? Tanggungjawab ini tentu saja tidak semata2 dihadapan sesama manusia tapi lebih dari itu adalah tanggungjawab dihadapan Alloh. Karena kelak akan ditanyakan siapa pemimpinmu dan disanalah bukan qur'an atau hadist yang berhak menjawab tapi PERSAKSIAN antara kita bahkan seluruh anggota tubuh kita yang akan menjawab. Maka sudah siapkah kita berjamaah, memilih dan menjadi pemimpin ?
Post a Comment
Home