Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Thursday, March 24, 2011

Imam: Tinjauan Akidah
at 7:50 PM 
Konsep imâmah dalam Islam dapat dipelajari dari tiga perspektif yang berbeda, yaitu, masing-masing:
(1) dari perspektif pemerintahan , (2) dari perspektif pengetahuan dan ketentuan-ketentuan Islam, serta (3) dari perspektif kepemimpinan dan bimbingan pembaharuan kehidupan kerohanian. Berikut penjelasannya.

Pertama, imâmah dari perspektif pemerintahan . Ketika dikaitkan dengan masalah kenegaraan, konsep imâmah memunculkan perbedaan pendapat di dalam kalangan umat Islam: Sunni dan Syiah.

Berbeda dari Sunni, kalangan Syiah, khususnya yang Imamiyah, menyebutkan bahwa imâmah adalah masalah utama dan bagian dari rukun iman. Masalah imâmah bukan termasuk kepentingan umum, tapi menjadi tiang agama dan dasar Islam yang telah digariskan oleh Allah melalui ayat-ayatnya dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi.

Bagi kalangan Syiah, seperti disebutkan Murtadha Muthah hari, imâmah bisa berarti pimpinan umum suatu masyarakat. Salah satu tugas yang lowong pada masa setelah Rasulullah wafat adalah kepemimpinan masyarakat. Lalu, siapa yang berhak menggantikan Nabi? Di sinilah masalah khilafah muncul. Kaum Syi`ah mengklaim bahwa imamah adalah hak preogratip keturunan Nabi lewat Alibin Abi Talib, disebut ahl al bait. Klaim inilah yang membuat Iran, satu-satunya negeri Syi`ah bisa dikontrol oleh para mullah yang masuk kategori ahl albeit.

Sementara manurut kaumSunni, imamah merupakan kebudayaan,oleh karena itu diserahkan kepada masyarakat untuk memilih dan menentukan bentuknya, boleh dipilih oleh lembaga perwakilan (ahl alhalli waal`aqdi) atau dipilih secara demokratis oleh rakyat. Terbukti ketika Nabi wafat,masyarakat sepakat memilih Abu Bakar Siddik menjadi khalifah, dan selanjutnya melalui berbagai bentuk variasi terpilih penggantinya, Umar bin Khattab (melalui dekrit) ,Usman bin `Affan (melalui tim ahli yang didektritkan) dan Ali bin Abi Thalib (aklamasi terbatas).

Setelah periode ini yang disebut Khulafa rasyidin, masyarakat memilih sistem yang berbeda meski masih bernama khilafah,yakni khilafah Umayyah yang berpusat di Damaskus, kemudian khilafah Abbasiah yang berpusat di Baghdad. Kini setiap bangsa muslim memilih sistem yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan regional,ada yang memilih bentuk kerajaan absolute, kerajaan konstitusionil, atau republik.

Kedua, imâmah dari perspektif pengetahuan dan ketentuan-ketentuan Islam. Kalangan Syi'ah tidak hanya membatasi imâmah pada kepemimpinan politis. Mereka mengatakan, bahwa imâmah juga berkaitan dengan pengertian kepemimpinan religius. Menurut kalangan Syi'ah, sebelum wafat, Nabi Muhammad telah mendidik Imam Ali, penggantinya, sebagai seorang berilmu yang luar biasa dan mengajarkan kepadanya segala sesuatu tentang Islam. Imam Ali adalah salah seorang sahabat Nabi yang paling menonjol. Imam Ali suci sebagaimana Nabi juga suci. Dengan alasan ini, maka yang paling pantas menggantikan Nabi setelah wafat adalah Imam Ali. Ali menerima ilmu secara langsung dari Nabi, dan para imam berikut juga memperoleh ilmu melalui Imam Ali.

Karena itu, kalangan Syi'ah percaya adanya dua belas imam. Yaitu, Ali ibn Abi Thalib, Hasan ibn Ali, Husain ibn Ali, Ali ibn Husain, Muhammad ibn Ali, Ja’far ibn Muhammad, Musa ibn Ja’far, Ali ibn Musa, Muhammad ibn Ali, Ali ibn Muhammad, Hasan ibn Ali, dan Mahdi. Sementara menurut kaum Sunni, keulamaan tidak berhubungan dengan nasab, maka siapa saja yang memiliki kapasitas keilmuan (Islam) dan akhlak yang prima, mereka menempati kedudukan sebagai ulama, yakni pemimpin dalam bidang keilmuan dan keagamaan.

Ketiga, imâmah dari perspektif kepemimpinan dan bimbingan pembaharuan kehidupan kerohanian, yakni imâmah yang berkaitan dengan pengertian wilayah atau kewalian. Wilayah menjadi fokus utama para sufi , sama seperti persoalan mengenai manusia sempurna dan wali zaman. Kalangan sufi Syiah percaya bahwa wali dan imam adalah pemimpin zaman. Dan wali itu selalu ada, dan karena itu mereka percaya akan selalu ada seorang manusia sempurna di dunia.
posted by : Mubarok institute

Anonymous Anonymous said.. :

Selamat pagi (Senin, 28 Maret 2011, 7:00) Bapak Professor Doktor Achmad Mubarok,
Sebelumnya mohon maaf apabila ada kesalahan didalam pertanyaan saya ini.
Jujur, sampai sekarang saya masih belum tahu apa yang dimaksud dengan pemerintahan yang menjalankan syariat Islam.
Mohon kiranya Bapak Professor dapat memberi sedikit penjelasan bagi kami agar mendapat gambaran.
Sebelumnya kami mengucapkan terimakasih.
(Ongky I.A)

6:59 PM  

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger