Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, March 21, 2011

Akhlak Manusia terhadap manusia (6)
at 7:43 PM 
Akhlak Kepada Kemanusiaan

Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa. Fikiran yang dimiliki memungkinkannya mencapai kemajuan kehidupan di muka bumi dengan peradaban yang tinggi. Dengan fikirannya pula manusia dapat memanfaatkan kekayaan alam secara optimal untuk kepentingan hidupnya. Di sisi lain, manusia dengan perasaannya, baik perasaan yang bersumber dari hati maupun hati nuraninya menyebabkan manusia memiliki martabat kemanusiaan, yang mengerti tentang makna hidup dan mengenal apa yang disebut peri kemanusiaan.

Dengan perasaannya pula manusia mengenal harga diri dan kehormatan sebagai manusia yang terhormat, sehingga manusia bisa merasa terhormat, tersanjung, disamping terhina dan teraniaya. Kesadaran akan harga diri kemanusiaan bisa datang dari dalam diri manusia itu sendiri sebagai produk dari perenungan falsafi atas hakikat dirinya, bisa juga datang dari pengetahuan yang diterima dari luar dirinya, dari ajaran agama misalnya.

Agama Islam misalnya memberikan apresiasi yang sangat tinggi terhadap manusia dengan memberikannya predikat sebagai khalifah Allah, sebagai wakil Allah di muka bumi. Predikat ini membawa implikasi yang sangat besar kepada manusia, yaitu bahwa manusia diberi tanggung jawab atau amanah untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran di tengah-tengah kehidupan manusia, dan untuk itu manusia diberi hak untuk mengelola bumi dan kekayaannya sebagai fasilitas hidup. Dari wacana kemanusiaan itulah lahir pemikiran-pemikiran yang substansinya bermaksud melindungi eksistensi manusia dengan segala kehormatannya di muka bumi ini, seperti apa yang disebut dengan HAM (Hak Azazi Manusia).

Akhlak manusia kepada kemanusiaan adalah dimaksud untuk meningkatkan martabat kemanusiaan itu sendiri.

Diantara akhlak manusia kepada kemanusiaan adalah:

6.1. Memperlakukan manusia sebagai manusia, tanpa membeda-bedakan jender, suku, keyakinan agama, maupun warna kulit, terutama dalam kasus-kasus murni kemanusiaan ; menyangkut kebutuhan kesehatan dan pangan.
6.2. Melindungi Hak-Hak Kemanusiaan. Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa tujuan syariah agama (magasid as syari'ah) adalah untuk melindungi lima aspek kemanusiaan (Ushul al Khamsah);

(a) Melindungi jiwa raga manusia (khifdz an nafs)
(b) Melindungi akalnya (khifdz al 'aql)
(c) Melindungi keyakinannya (khifdz addin)
(d) Melindungi hartanya (khifdz al mg])
(e) Melindungi keturunannya (khifdz an nasl).

Tubuh manusia sebagai anugerah Tuhan dimana jiwa bersemayam adalah sempurna, oleh karena itu penyiksaan yang merusak tubuh sangat dilarang. Demikian juga mengubah bagian tubuh (dengan operasi plastik misalnya) yang bukan disebabkan karena tidak berfungsinya bagian tubuh tersebut merupakan perbuatan yang tak terpuji. Sedangkan operasi plastik yang dimaksud untuk menyempurnakan kekurangan, misalnya operasi bibir sumbing dan sebangsanya tidaklah dilarang.

Demikian juga perbuatan menghilangkan nyawa (membunuh) tanpa hak merupakan perbuatan dosa besar. Hukuman mati bagi pembunuh (qisas) adalah wujud perlindungan kepada jiwa manusia, karena seorang pembunuh akan sangat mudah membunuh kembali. Meskipun hukuman mati diperbolehkan, tetapi etika pelaksanaannya harus diikuti, yaitu dengan proses yang tidak menyiksa, yakni mematikan dengan proses yang cepat. Perbuatan sadis terhadap jenazah merupakan perbuatan terlarang, karena tidak menghormati raga manusia.

Akal sebagai wujud aktifitas psikologis juga harus dilindungi. Melarang orang untuk mengemukakan fikiran dan pendapatnya merupakan kezaliman, karena pada dasarnya setiap manusia secara kodrati memiliki kemerdekaan untuk berpendapat. Meminum minuman keras yang memabukkan merupakan bentuk pelecehan terhadap akal, karena orang yang mabuk justeru akalnya menjadi tidak berfungsi secara baik. Demikian juga penggunaan obat-obat terlarang, narkoba dan zat adiktip lainnya.

Keyakinan agama dan akidah juga merupakan hak azazi yang harus dilindungi, tak seorangpun boleh memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Tuhan sendiri membebaskan manusia untuk beriman atau kafir (faman sya'a fal yu'min waman sya'a fal yakfur (Q/ 18:29)), dan Tidak boleh ada paksaan dalam agama (la ikraha fid din (Q/ 2:256)).

Harta milik manusia juga harus dilindungi. Pelaku pencurian dan perampokan boleh dihukum secara setimpal, dan mati karena membela hartanya yang halal dari kejahatan orang, dihukumkan mati syahid.
Kesucian keturunaan juga perlu dilindungi, karena hal itu menyangkut jatidiri seorang manusia,. Manusia yang tidak mengenali jati dirinya sebagai makhluk bermartabat akan mengalami konflik batin dan bias jatidiri. Oleh karena itu untuk melindungi manusiadari krisis jati diri perzinaan di-haramkan, bayi tabung dengan sperma bukan suami dilarang, ter¬masuk kloning dan hal-hal lain yang mengkacaukan silsilah terlarang hukumnya.

7. Akhlak Terhadap Orang Yang Telah Mati

Manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Tuhan (walaqad karromna bani adam(Q/17:70), oleh karena itu agama mengajarkan agar manusia, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, tubuhnya dan jiwanya, dihormati secara wajar.

7.1. Secara fisik jenazah manusia, siapapun dia tidak boleh diperlakukan secara tidak terhormat, dicampakkan begitu saja atau dikubur begitu saja seperti hewan, tetapi harus "diselenggarakan" jenazahnya sesuai dengan kehormatan martabat manusia. Jika ada bagian tubuhnya yang terpisah , maka ia hams disatukan kembali dalam kuburnya.

7.2. Agama Islam bahkan memberikan tuntunan penyelenggaraan jenazah dengan sangat terhormat; dimandikan, dikafani, disalati dan dikubur, di talqin, diantar dengan azan dan iqomah serta doa orang yang masih hidup. Hanya orang mati syahid yang dikubur tanpa dimandikan dan dikafani, melainkan dengan pakaian dan darah dimana ia gugur syahid. Jika manusia mati di daratan maka ia dikubur di tanah, dan jika mati di lautan maka ia ditenggelamkan ke dalam laut dengan perangkat penyelenggaraan yang sama dengan penguburan di darat.

7.3. Etikanya, jika seseorang meninggal dunia, maka segera diselenggarakan jenazahnya, jangan ditunda penguburannya hingga esok, kecuali jika ada hal-hal yang sangat prinsip.
7.4. Dianjurkan ikut mengiringkan jenazah orang yang kita kenal ke kubur.
7.5. Secara spiritual orang yang masih hidup dianjurkan mendo'akan kepada orang yang sudah mati agar diampuni Tuhan, terlebih jika yang sudah meninggal itu orang tua atau kerabat. Bagi seorang anak juga diwajibkan meneruskan tradisi baik orang tuanya yang sudah meninggal, termasuk bersilaturrahmi dengan handai tolan orang tuanya, dan menyelesaikan urusan perdata (hutang piutang) kepada pihak lain.
7.6. Ahli waris orang yang meninggal hendaknya tidak bersengketa tentang pembagian waris, sebaliknya dapat mewakafkan sesuatu yang monumental dengan nama orang yang meninggal.
7.7. Adapun tentang kuburan, tidak ada anjuran untuk membangun monumen diatasnya selain sekedar tanda kuburan.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger