Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, April 14, 2008

Salat Sebagai Mi`raj
at 10:20 PM 
Pandangan bahwa salat adalah mikrajnya kaum beriman merujuk pada pendapat yang kedua, yakni bermi`raj secara spiritual. Salat yang khusyu` dimungkinkan dapat mengantarkan orang mukmin bertatap muka, ber muwajahah, ber muhawarah dan ber munajat, berkomunikasi secara intens dengan Allah SWT, Bagaimana caranya ?

Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin menyebut enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna salat, yaitu ; (1) kehadiran hati, (2) kefahaman, (3) ta`zim, mengagungkan Allah, (4) segan, haibah, (5). Berharap, raja, dan (6) malu.

1. Yang dimaksud dengan kehadiran hati (hudur al qalb) dalam salat ialah bersihnya hati dari hal-hal yang tidal semestinya terlintas di dalam salat, singkron antara apa yang diucapkan dalam salat dengan apa yang difikirkan.

2. Yang dimaksud dengan kefahaman, tafahhum, adalah faham terhadap makna dari apa yang diucapkan dalam salat. Kefahaman akan makna yang dibaca akan dapat membantu menghadirkan hati.

3. Yang dimaksud dengan t`zim ialah sikap hormat kepada Tuhan. Ta`zim merupakan buah dari dua pengetahuan; yaitu pengetahuan penghayatan atas kebesaran Allah dan kesadaran akan kehinaan dan keterbatasan dirinya sebagai makhluk.

4. Yang dimaksud dengan haibah ialah perasaan takut kepada Allah yang bersumber dari kesadaran bahwa kekuasaan Allah itu amat besar dan efektip serta menyadari bahwa hukum Allah atau sunnatullah itu pasti berlaku. Oleh karena itu ia sangat takut melanggar hukun-hukumnya, karena akibatnya merupakan satu kepastian.

5. Yang dimaksud dengan raja’, penuh harap, adalah selalu berfikir positip bahwa Allah Maha Plembut dan luas kasih sayangnya. Di dalam salat, perasaan harap dan cemas silih berganti, cemas takut melanggar, dan berharap memperoleh rahmatnya.

6. Sedangkan perasaan malu, haya’ kepada Tuhan bersumber dari kesadaran akan banyaknya kekurangan pada dirinya dalam menjalankan ibadah kepada Nya.

Menurut Imam Gazali, jika ke enam hal itu berkumpul pada orang salat, maka hatinya akan menjadi khusyu` karena seluruh cita rasanya, seluruh kesadarannya, tertuju hanya kepada Yang Satu, Yang Maha Agung, yang dihormati, ditakuti, tapi menjadi tumpuan harapannya. Aisyah pernah menceriterakan bahwa di luar salat, Nabi biasa berbincang-bincang akrab dengan siapapun, tetapi ketika sedang salat, beliau seakan-akan tidak mengenal orang lain, dan Aisyahpun bersikap seperti tidak mengenal beliau.

Khusyu akan mudah dicapai oleh orang yang lurus pandangan hidupnya, karena kekeliruan pandangan hidup akan menyulitkan pemusatan perhatian dalam beribadah. Kelezatan bermunajat hanya dimiliki oleh orang yang sudah tidak lagi mencintai harta benda duniawi, karena seperti yang dikatakan oleh al Gazali bahwa orang yang masih bergembira dengan harta benda, apalagi yang masih mencampur adukkan kebaikan dengan keburukan, ia tidak dapat bergembira dalam bermunajat kepada Allah. Cinta harta dan cinta kepada akhirat tidak bisa menyatu dalam satu wadah.
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger