Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Sunday, July 20, 2008

Matinya Nurani
at 9:05 PM 
Nurani berasal dari bahasa Arab nur, artinya cahaya, kemudian menjadi nuraniyyun yang artinya bersifat cahaya. Dalam bahasa Indonesia, nurani digunakan untuk menyebut lubuk hati yang terdalam, disebut juga kata hati atau hati nurani. Jika seorang pencuri membunuh petugas ronda atau hansip yang memergokinya, disebut penjahat, maka pencuri yang memperkosa wanita didepan anaknya dan suaminya yang tak berdaya setelah dilukainya seperti yang baru-baru ini terjadi di Manggarai, pen¬curi tersebut bukan hanya penjahat, tetapi lebih dari itu disebut telah tidak lagi memiliki nurani. Orang yang berbohong, kemudian tersipu-sipu ketika ter¬bongkar kebohongannya, maka dia adalah pembohong biasa. Tetapi seorang tokoh yang berbohong dan kebohongannya sudah terbongkar di depan publik secara luas, kemudian ia masih bisa tampil dengan percaya diri, maka ia bukan saja pembohong, tetapi pembohong yang sudah tak bernurani.

Nurani merupakan subsistem kejiwaan manusia. Menurut Al Qur’an, manusia dianugerahi akal untuk berfikir dan memecahkan masalah, dianugerahi hati untuk memahami realitas (Q/22:46), dianugerahi syahwat untuk menggerakkan tingkahlaku (Q/3:14), dan dianugerahi nurani untuk meluruskan yang bengkok, membersihkan yang kotor dan untuk intro¬speksi terhadap apa yang ada dalam jiwanya (Q/75:14-15). Jika hati manusia masih bisa diajak kompromi, membantah, mengingkari, mencabut pernyataan dan mencari-cari alasan pembenar, hal itu memang sesuai dengan tabiat hati tersebut.

Dalam Al Qur’an, hati disebut dengan nama qalb yang mempunyai arti bolak-balik. Ungkapan bahasa Arab berbunyi; summiyat al qalbu qalban litaqallubihi artinya hati dinamakan qalbu adalah karena tabiatnya yang bolak balik. Jadi hati (qalb) memang memiliki tabiat tidak konsisten, suka berdalih dan mencari-cari alasan pembenar. Nurani bagaikan kotak hitam (black box) di dalam hati, sebagai sub sistem yang bekerja secara konsisten ter¬hadap kebenaran dan kejujuran. Hati boleh mencari-cari dalih pembenar, akal boleh membuat rumusan yang logis membenarkan dirinya, tetapi nurani tetap konsisten membisikkan bahwa yang salah tetap salah, dan yang benar tetap benar. Dalam Al Qur’an, nurani disebut dengan nama bashirah, (Q/75;14-15) yang mengandung arti pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Bagi orang yang nuraninya sehat, pandangan mata hatinya lebih tajam menembus dimensi ruang dan waktu, berbeda dengan mata kepala yang sangat terbatas jangkauan pan¬dangannya. Bagi orang yang mata hatinya buta, maka ketajaman penglihatan mata kepala tidak banyak membantu menemukan kebenaran (Q/22:46).

Menurut seorang ulama klasik, Ibn al Qayyim al Jauzi, bashirah atau nurani adalah cahaya yang ditem¬patkan oleh Allah di dalam hati setiap manusia; nurun yaqdzi¬fuhullah fi al qalbi. Oleh karena itu nurani bisa menjadi hotline manu¬sia dengan Tuhannya. Cahaya ini pula yang menyebabkan manusia rindu kepada Tuhan, yang menyebabkan manusia bisa menangis ketika berdoa, yang menyebabkan manusia tak ter¬kecoh oleh godaan rendah harta duniawi dan seba¬liknya bisa melihat dengan jelas tingginya nilai keutamaan kebajikan yang bersifat ukhrawi. Jiwa manusia merupakan kesatuan sistem, oleh karena itu berfungsinya nurani juga bisa disebut sebagai sehat¬nya hati (qalbun salim) atau seperti yang dikatakan oleh Imam Fakhr ar Razi dalam tafsir al Kabir, sebagai akal yang prima (al ‘aql as salim).
posted by : Mubarok institute

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger