Sunday, July 20, 2008
Mengapa hati nurani bisa mati ?
Al Qur’an mengingatkan bahwa Allah telah menye¬diakan hukuman neraka Jahannam bagi manusia dan jin, yakni mereka yang mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (kebenaran), mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (kebenaran) dan mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka tak ubahnya binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka adalah orang-orang yang lalai (Q/7;179).
Imam Gazali memisalkan hati nurani dengan kaca cermin. Bagi orang yang bersih dari dosa, maka nura¬ni¬nya bagaikan cermin yang bening, sekecil apapun noda di wajah, segera akan nampak di cerminnya. Adapun orang yang suka melakukan dosa kecil, maka nuraninya bagaikan cermin yang terkena debu.
Ia bisa menggambarkan wajah, tetapi noda-noda kecil tidak nampak. Sedangkan orang yang biasa melakukan dosa besar, maka nuraninya gelap, seperti cermin yang tersiram cat hitam. Hanya sebagian kecil dari cerminnya yang bisa digunakan untuk bercermin, oleh karena itu pelaku dosa besar tidak pernah merasa dirinya bersalah, karena cermin hatinya tidak bisa menampakkan apa-apa. Selanjut¬nya Al Ghazali me¬misalkan nurani orang yang mencampuraduk perbuatan baik dan perbuatan dosa dengan cermin yang retak. Cermin yang retak tidak bisa menggam¬barkan wajah secara benar, hidung bisa nampak dua, mata menjadi empat, mulut menjadi menceng dan se¬ba¬gainya, sehingga orang yang seperti itu selalu kacau dalam memandang kebenar¬an dan kesalahan, tidak bisa obyektif dan biasanya me¬miliki kepri¬badian yang pecah (split personality)
Imam Gazali memisalkan hati nurani dengan kaca cermin. Bagi orang yang bersih dari dosa, maka nura¬ni¬nya bagaikan cermin yang bening, sekecil apapun noda di wajah, segera akan nampak di cerminnya. Adapun orang yang suka melakukan dosa kecil, maka nuraninya bagaikan cermin yang terkena debu.
Ia bisa menggambarkan wajah, tetapi noda-noda kecil tidak nampak. Sedangkan orang yang biasa melakukan dosa besar, maka nuraninya gelap, seperti cermin yang tersiram cat hitam. Hanya sebagian kecil dari cerminnya yang bisa digunakan untuk bercermin, oleh karena itu pelaku dosa besar tidak pernah merasa dirinya bersalah, karena cermin hatinya tidak bisa menampakkan apa-apa. Selanjut¬nya Al Ghazali me¬misalkan nurani orang yang mencampuraduk perbuatan baik dan perbuatan dosa dengan cermin yang retak. Cermin yang retak tidak bisa menggam¬barkan wajah secara benar, hidung bisa nampak dua, mata menjadi empat, mulut menjadi menceng dan se¬ba¬gainya, sehingga orang yang seperti itu selalu kacau dalam memandang kebenar¬an dan kesalahan, tidak bisa obyektif dan biasanya me¬miliki kepri¬badian yang pecah (split personality)
Post a Comment
Home