Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, August 04, 2008

Bagaimana Cara Bertaubat?
at 10:37 PM 
Dalam menempuh perjalanan hidup, ada orang yang dapat dimisalkan dengan (1) orang buta tetapi ia merasa tidak memerlukan penuntun, dan (2) orang yang sehat penglihatannya, tetapi bahkan ia selalu berhitung cermat kemana langkah akan diayunkan.

Dalam perspektif keberagamaan, juga ada (1) orang yang rendah langitnya atau sempit dadanya. Dalam setiap hal ia membutuhkan petunjuk tekstual dari al Qur’an atau hadis, tetapi ketika harus menangkap substansi masalah, ia malah ke¬bingungan. Orang seperti ini meskipun usianya panjang tetapi langkah hidupnya tetap pendek. (2) ada juga orang yang beruntung memiliki dada yang lapang. Dari kelapangannya itu ia dapat menangkap cahaya ketuhanan, cahaya iman dan cahaya al Qur’an, yang oleh karena itu ia dengan mudah dapat me¬lampaui “jurang-jurang” kehidupan tanpa harus setiap saat membuka teks al Qur’an atau hadis. Karena ia dapat menangkap substansi masalah, maka ia dapat cepat mengambil keputusan, termasuk keputusan untuk mengakui kesalahannya, dan keputusan untuk segera bertaubat. Orang yang gelap hati sering ber¬fikir untuk menunda taubat meski ia sudah berada di ambang bencana, sedang orang yang tajam mata hatinya, ia merasa tersiksa oleh perbuatan dosa sehingga bersegera untuk bertaubat seperti bersegera¬nya orang yang ingin cepat sembuh dari rasa sakit.


Taubat adalah penyesalan yang timbul dari kesadaran akan beratnya resiko dosa, yang mendorong untuk melakukan perbuatan sebagai koreksi atas kesalahan yang dilakukan. Ada orang yang kesadarannya labil. Semula ia sadar telah berbuat dosa, tetapi lama kelamaan penyesalannya berkurang dan akhirnya aktifitas taubatnya berhenti. Taubat akan menjadi sempurna jika kesadarannya stabil, penyesalannya juga stabil dan pertaubatannya kekal. Ciri dari penyesalan yang benar adalah kelembutan hati dari air mata. Orang-orang ahli taubat (tawwabin), hatinya lembut (araqqu af’idatan) dan airmatanya mudah berlinang dan menetes. Dalam salat terkadang ia menangis, dalam membaca atau mendengarkan bacaan al Qur’an matanya berkaca-kaca, bahkan ketika duduk sendirian bertafakkur, air matanya berlinangan membayangkan keagungan Tuhan.

Dosa itu sama dengan penyakit fisik, ia melebar jika tidak diobati. Sebagaimana penyakit fisik memerlukan pengobatan dengan lawannya, misalnya penyakit panas perlu dikompres pakai es yang dingin, penyakit kedinginan perlu diselimuti dan memakan makanan atau obat yang menghangatkan, maka memelihara taubat caranya juga dengan melakukan lawan dari dosa yang dilakukan. Secara “mekanis”, perbuatan baik yang dilakukan secara kontinyu akan menghi¬langkan dosa-dosa (maksiat) yang diperbuat seseorang, inna al hasanat yudzhibna as sayyi’at (Q/11:114).
Bertaubat dari dosa terlalu banyak mendengarkan musik hedonis misalnya, adalah dengan banyak membaca al Qur’an atau berzikir. Sedangkan bertaubat dari perbuatan bercanda di masjid misalnya, adalah dengan melakukan duduk I‘tikaf di masjid. Orang yang me¬megang al Qur’an dalam keadaan hadas, taubatnya dengan menghormati, membaca dan mencium mushaf al Qur’an. Sedangkan bertaubat dari dosa meminum minuman keras adalah dengan bersedekah minuman yang halal kepada orang-orang yang membutuhkan.

Adapun bertaubat dari dosa sosial, yakni dosa yang mengandung implikasi merugikan orang lain (madzalim al ‘ibad), maka pertaubatanya, disamping mohon ampun kepada Tuhan, disesuaikan juga dengan di¬mensi-dimensinya; menyangkut jiwa, harta, kehor¬matan atau hati, yang telah diatur oleh syari’at, antara lain:

1. Dosa dari perbuatan membunuh orang tanpa sengaja, maka disamping menyesali ketidak sengajaanya, maka ia harus membayar diat (semacam ganti rugi) yang dibayarkan kepada ahli waris korban. Sedangkan dosa membunuh secara sengaja, maka disamping bertaubat kepada Tuhan, harus ditegakkan syari’at berupa hukum qisas, hukuman balas yang setimpal dengan perbuatannya, membunuh, dihukum mati. Penyesalan atas perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia harus diabadikan dengan perbuatan yang menghindarkan manusia dari kecelakaan.

2. Dosa mencuri, maka disamping harus mengembalikan harta yang dicuri maka taubatnya pencuri harus ikhlas menerima hukuman had – hudud dari syari’at, jika mahkamah memutuskan bahwa pencurian itu memenuhi syarat untuk dilakukan hukuman had berupa potong tangan.

3. Dosa korupsi, taubatnya harus mengembalikan harta yang dikorupsi ke asalnya, disamping penyesalan dan hukuman lainnya (penjara atau pemecatan). Setelah harta korupsi dikembalikan, maka untuk menyempurnakan taubatanya, ia harus banyak bersedekah dengan harta yang halal kepada masyarakat yang membutuhkan, bisa secara langsung (konsumptif) bisa juga secara tidak langsung (produktif).

4. Dosa kepada manusia yang menyangkut HAM, taubatnya harus dengan meminta maaf dan ishlah yang disepakati dengan korban; dan selanjutnya berbuat kebaikan kepada orang-orang sejenis korban HAM lainnya. Jika korban HAM sudah tidak bisa ditemui, maka komitmen ishlahnya bisa dialihkan kepada ahli waris atau masyarakat lain (kemanusiaan pada umumnya).
posted by : Mubarok institute

Anonymous Anonymous said.. :

Mas apa bener orang yg bertaubat akan diluaskan rizkyna oleh Allah ?

4:23 AM  

Post a Comment

Home

My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger