Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, October 08, 2008

Jihad Sebagai Expressi Spiritual
at 1:10 AM 
Keberagamaan seseorang juga mengandung dimensi kognitip, afektip dan psikomotorik. Jika orang lebih menonjol aspek kognitipnya dalam beragama, maka ia cenderung memahami ajaran agama dengan kacamata keilmuan; pusat perhatiannya pada sistematika dan konsistensi konsep ajaran, ilmiah atau tidak, rasionil atau tidak, masuk akal atau tidak. Jika yang lebih menonjol aspek afektipnya maka pusat perhatiannya pada efek rohaniah, menenteramkan, hambar atau mengelisahkan, ia tidak terlalu menukik pada segi ilmiah atau tidak. Kalau toh ia tertarik membicarakan ajaranya yang sistematis, maka perhatiannya adalah pada apa yang secara sistematis melahirkan ketenangan dan ketenteraman batin. Jika seseorang lebih menonjol aspek psikomotoriknya, maka ia tidak tertarik untuk terlibat dalam perdebatan tentang agama, tetapi yang penting adalah bagaimana mengamalkannya. Tanpa banyak mempertanyakan detail ajaran, ia secara cepat merespond dengan amal. Yang penting kerjakan, nanti pengetahuan dan ketenteraman pasti akan diperoleh.

Sesungguhnyalah bahwa semestinya orang beragama itu memenuhi ketiga aspek tersebut diatas sebagai sistem keberagamaan. Orang beragama mestilah berilmu (faham ilmu agama), tunduk patuh kepada superioritas agama dan sigap dalam memenuhi panggilan amal. Begitulah tuntunan konrehensip bagi setiap muslim. Hanya saja kecenderungan orang memang berbeda-beda. Konsep Spiritual sendiri sebenarnya justeru dimaksud untuk membimbing keberagamaan yang komprehensip itu, oleh karena itu Spiritual harus berdiri diatas syari’at (ilmu-ilmu agama), selanjutnya dibimbing menjalani riadlah, sayr dan suluk (menyuburkan rasa keberagamaan) dan mendorong melakukan jihad (psikomotorik).

Secara sosial, faham Spiritual dipersepsi masyarakat sebagai kelompok yang mengutamakan ibadah, kurang tanggap terhadap masalah-masalah sosial. Persepsi ini mungkin tidak keliru karena memang banyak orang yang pusat perhatiaanya tidak konprehensip. Tetapi jika kita mengamati sejarah perjuangan, orang yang tampil dengan senjata melawan kezaliman penjajahan (di negeri Islam) selalu dimotori oleh kelompok-kelompok penganut Spiritual. Pemberontakan Banten, pemberontakan Garut dimotori oleh kelompok tarekat Spiritual. Di Afrika Utara, pejuang anti penjajahan Italy dan Perancis juga dimotori oleh ulama-ulama Spiritual. Tokoh Omar Muchtar yang digelari Lion of The Desert adalah ulama pendiri tarekat Sanusiyyah. Pejuang anti rusia di Chehnya 90 % adalah penganut tarekat Naqsyabandi.

Memang dalam Spiritual ada ajaran `uzlah, yaitu menyingkir dari dunia ramai untuk hanya beribadah kepada Tuhan di tempat sunyi. Konsep uzlah diberlakukan ketika perjuangan secara fisik dan lisan sudah tidak efektip bahkan kontraproduktip, maka demi menyelamatkan hati, dianjurkan untuk menyingkir, masuk ke “bengkel ruhani” mengisi stroom batin, untuk nanti pada waktu yang tepat turun gunung kembali. Untuk memahami makna jihad, maka kita harus memahaminya dari sumber utama ajaran, yaitu al Qur’an.



Pengertian Jihad

Alqur’an menyebut dua term, yakni jihad dan qital. Kata jihad dalam berbagai kata bentukannya disebut sebanyak 41 kali tersebar dalam 19 ayat. Sebagian turun di Makkah dan sebagian di Madinah. Secara lughawi, jihad nengandung arti memerangi musuh, mencurahkan segala kemampuan dan tenaga berupa kata-kata, perbuatan atau segala sesuatu yang disanggupinya. Sedangkan kata qital secara tegas mengandung arti perang dan di dalamnya juga terkandung makna membunuh musuh (qatala). Sedangkan kata jihad, bisa berarti perang melawan musuh, bisa juga berarti bekerja keras non perang. Dari akar kata jihad inilah kemudian ada kalimat ijtihad, yakni kerja keras secara intelektuil dan mujahadah an nafs, kerja keras secara ruhaniah atau spiritual.

Gagasan Jihad dalam al Qur’an

Dari 41 ayat yang menyebut kata jihad, 28 diantaranya berbicara tentang jihad dalam arti perjuangan, seperti : perintah berjihad kepada orang kafir dengan al Qur’an, (fala tuthi` al kafirin waja hidhum bihi jihadan kabira (Q/al Furqan:52), berjihad dan sabar setelah hijrah , tsumma ja hadu wa sabaru,(an Nahl:110), manfaat jihad , wa man ja hada fa innama yujahidu linafsihi, (al `Angkabut:6) berjihad dengan harta dan nyawa ( wal mujahidun fi sabilillah bi amwalihim wa anfusihim (an Nisa :95) dan lai-lain. Sedangkan ayat yang pertamakali membolehkan jihad dalam arti perang menggunakan kata qital, yakni kaum mukminin yang diperangi musuh boleh membela diri dengan perang fisik, uzina lillazina yuqataluna bi annahum zulimu, (al Hajj:39) dan ayat ini merujuk kepada peperangan pertama , perang Badar,

Sedangkan dalam hadis, jihad tidak hanya merujuk kepada makna perang, tetapi juga ibadah haji, .Perintah jihad ada yang ditujukan kepada pribadi (mukhatab mufrad) dan kebanyakan ditujukan kepada kelompok (mukhatab jamak).. Perintah jihad juga ada yang disedbut obyeknya, kafir dan munafik seperti yang disebut dalam surat at tahrim:9, jahid al kuffar wa al munafiqin, tetapi lebih banyak yang tidak menyebut obyeknya. Yang disebut justeru maknanya, yaitu jihad di jalan Allah, fi sabililah. Kaidah penafsiran mengajarkan bahwa jika suatu kata kerja transitip disebutkan dalam suatu ayat tanpa disertai penyebutan obyeknya, maka obyek kata kerja itu bersifat umum. Dengan demikian maka obyek jihad bukan hanya orang kafir dan munafik, tetapi segala hal yang tercakup dalam kalimat fisabilillah.misalnya memberi makan fakir miskin, membebaskan perbudakan (al Balad; 13-16) Dengan demikian maka jihad tidak mesti menggunakan pedang, tetapi bisa juga pena atau lisan.

Jihad dan mati syahid

Al Qur’an banyak menyebut mati syahid dalam rangkaian jihad sebagai sesuatu yang yang sangat tinggi nilainya. Disebutkan bahwa orang yang mati syahid pada hakikatnya tidak mati, tetapi tetap hidup dan bahkan dalam kehidupan yang lebih baik.(al `Imran;169). Hal itulah yang menyebakan para mujahid dengan semangat mencari syahadah (mati syahid), karena syahadah itu prestasi dan lebih menguntungkan. Jargon dari syahadah adalah; Hiduplah secara terhormat atau mati sebagai syahid, `isy kariman au mut syahidan.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger