Monday, October 20, 2008
Pendidikan Spiritual
Pendidikan adalah satu proses yang bertujuan membentuk pola perilaku; misalnya pendidikan kemiliteran, pendidikan kewiraswastaan, pendidikan agama dan sebagainya. Proses itu biasanya membutuhkan peran seorang pendidik (murabbi), tetapi manusia juga bisa mendidik diri sendiri setelah berjumpa dengan pengalaman yang mendidik. Oleh karena itu pendidikan spiritual lebih menekankan pada pemberian kesempatan agar seseorang mengalami sendiri suatu pengalaman spiritual. Jika bercermin kepada perilaku Nabi Muhammad, maka nampaknya lembaga pendidikan spiritual yang dialami oleh Muhammad sebelum menjadi Nabi adalah gua Hira. Nabi sering uzlah, menyendiri di dalam gua Hira, bertafakkur, mengasah nurani, menajamkan hati, dan mengelola emosi serta mengendalikan nafsu.
Dalam perspektif Islam, Pendidikan spiritual adalah proses tranformasi sistem nilai Qur’ani ke dalam potensi kejiwaan seseorang melalui perjuangan dan pelatihan jiwa (mujahadah) agar setiap kali merespon stimulus dalam kehidupan, jiwanya tunduk kepada nilai-nilai tersebut dengan tenang, senang dan yakin.
Wujud mujahadah itu adalah zikir, salat malam (qiyam al lail) puasa sunnat, zuhud yang disembunyikan (zuhd al qalbiy). Secara sufistik, pendidikan spiritual dilakukan melalui proses perjalanan (as sayr wa as suluk) menembus stasiun-stasiun taubat, zuhud, faqr, wara‘, terus hingga mencapai maqam ma‘rifat, yang dengan pencapaian itu ia bisa melihat dengan pandangan Alloh, bisa mendengar dengan pendengaran Alloh dan bisa melakukan sesuatu dengan “tangan” Alloh.
Orang yang telah memiliki kecerdasan spiritual disebut sebagai ‘arif atau min al ‘arifin, secara sosiologis sering disebut sebagai orang yang arif bijaksana. Ma‘rifat tidak menetap, melainkan sesaat-sesaat (sa‘atan sa‘atan), seperti disebut dalam hadis riwayat Hanzalah, tetapi pengaruhnya menghunjam dalam kejiwaan seseorang, mempengaruhi persepsi dan mewarnai perilaku.
Dalam perspektif Islam, Pendidikan spiritual adalah proses tranformasi sistem nilai Qur’ani ke dalam potensi kejiwaan seseorang melalui perjuangan dan pelatihan jiwa (mujahadah) agar setiap kali merespon stimulus dalam kehidupan, jiwanya tunduk kepada nilai-nilai tersebut dengan tenang, senang dan yakin.
Wujud mujahadah itu adalah zikir, salat malam (qiyam al lail) puasa sunnat, zuhud yang disembunyikan (zuhd al qalbiy). Secara sufistik, pendidikan spiritual dilakukan melalui proses perjalanan (as sayr wa as suluk) menembus stasiun-stasiun taubat, zuhud, faqr, wara‘, terus hingga mencapai maqam ma‘rifat, yang dengan pencapaian itu ia bisa melihat dengan pandangan Alloh, bisa mendengar dengan pendengaran Alloh dan bisa melakukan sesuatu dengan “tangan” Alloh.
Orang yang telah memiliki kecerdasan spiritual disebut sebagai ‘arif atau min al ‘arifin, secara sosiologis sering disebut sebagai orang yang arif bijaksana. Ma‘rifat tidak menetap, melainkan sesaat-sesaat (sa‘atan sa‘atan), seperti disebut dalam hadis riwayat Hanzalah, tetapi pengaruhnya menghunjam dalam kejiwaan seseorang, mempengaruhi persepsi dan mewarnai perilaku.
Post a Comment
Home