Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, October 13, 2010

Prof. Dr. Achmad mubarok, MA GEGER RESHUFLE KABINET
at 7:47 PM 
Sudah lebih dua minggu issue reshufle kabinet menghiasi media elektronik dan juga media cetak nasional. Dan yang lebih aneh adalah banyak orang yang menyebut nama saya sebagai orang pertama yang menggulirkan issue tersebut, padahal saya bicara datar-datar saja, normatif saja.
Yang pasti, reshuffle kabinet itu bukan barang tabu bagi Presiden, karena beliau adalah pemegang hak preogratip. Yang membuat orang berspekulasi akan ada reshuffle adalah adanya raport merah menteri-menteri yang dikeluarkan oleh UP3R pimpinan pak Kuntoro.
Orang lalu berfikir praktis, kalau menterinya raportnya merah berarti gak naik kelas alias diberhentikan. Para spekulan langsung mencecar beberapa menteri yang menurut pak Kuntoro raportnya merah. Para politisi riuh rendah memberi komentar, para pengamat politik memperkuat alasan-alasan mengapa harus ada reshuffle.
Memang sih, tugas Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II memang lumayan berat. Orang juga membandingkan dengan kualitas Kabinet periode lalu, ada yang mengatakan bahwa KIB I lebih baik dibanding KIB II. Tetapi situasi memang berbeda. Kabinet SBY-JK dulu ketika start gigi satu ke gigi dua relatif lancar. Nah kabinet SBY-Budiono, baru start gigi satu langsung dihajar dengan prahara Century. Berbulan-bulan pemberitaan kasus Century menghantui fikiran dan merusak syaraf publik, sementara kerja kabinet sebaik apapun tidak pernah diliput oleh pers. Media dan pers lebih tertarik memberitakan yang negatif secara berulang-ulang, seperti demo anarkis, tawuran, konflik horizontal, pelanggaran HAM oleh aparat dan sebagainya. Jadi pada tahun pertama kabinet ini ada kehampaan psikologis publik terhadap kabinet, bahkan berpengaruh pada tingkat kepuasan publik terhadap Presiden.
Ketika ada release lembaga survey yang menyebut penurunan kepuasan rakyat kepada Presiden, respond pengamat dan politisi sangat gemuruh, padahal fenomena turunnya tingkat kepuasan kepada presiden pada tahun pertama adalah fenomena international. Presiden Obama Barack dari Amerikapun yang meski berhasil menggolkan UU pro kesejahteraan rakyat, tingkat kepuasan publik juga menurun, bahkan lebih rendah dibanding kepuasan publik Indonesia kepada Presiden SBY. Malah ketika disandingkan dengan hasil survey dunia, yang mensurvey kepuasan rakyat suatu Negara kepada kinerja presidennya, kepuasan publik Indonesia kepada Presiden SBY justeru tertinggi di dunia. Presiden Arroyo dari Pilipina misalnya, tingkat kepuasan public hanya 22 %. Mestinya survey di Indonesia menjadi berita kebanggaan, tetapi ya itu, yang ditonjolkan oleh media justeru penurunannya dalam setahun, bukan perbandingannya dengan Presiden-presiden di dunia.
Kembali ke issu reshuffle, pengalaman kabinet SBY –Jk 2004-2009, setelah usia setahun ada reshuffle kabinet. Nah publik juga menebak-nebak, Oktober ini usia kabinet sudah satu tahun, berarti akan ada reshufle. Padahal reshufle itu hak preogratip Presiden, bukan agenda tahunan. Presiden boleh melakukan reshuffle boleh juga tidak. Memang sih ada reasoningnya jika reshuffle terjadi setelah satu tahun, yakni jika memang ada menteri yang perfomen kerjanya dibawah standard, ya sekarang waktunya diganti, karena sisa waktu empat tahun itu pendek.
Tetapi sekali lagi, reshuffle adalah hak preogratip Presiden. Presiden bisa mereshufle menterinya kapan saja dan siapa saja yang beliau pandang perlu. Presiden boleh menerima masukan dari siapa saja, tetapi kewenangan sepenuhnya pada Presiden. Partai atau setgab koalisi tidak punya kewenangan untuk mengatur-atur reshuffle.
Ada dua peristiwa yang menarik, pengangkatan Jaksa Agung dan Kapolri. Presiden tidak langsung mengangkat jaksa Agung setelah Hendarman Supanji diberhentikan, tetapi melalui tahap pengangkatan wakil Jaksa Agung menjadi pejabat Jaksa Agung sambil menunggu jaksa agung definitip. Kedua pengangkatan Kapolri. Kapolri sudah melakukan rekruitmen calon kapolri secara sistemik hingga menemukan 8 nama dan mengajukan dua nama ke Presiden, tetapi ternyata Presiden memilih nama yang tidak diusulkan Kapolri. Pro kontra terhadap pilihan Presiden boleh saja, tetapi tetap saja tidak ada yang boleh menginterfensi hak preogratip Presiden.
Jadi, reshuffle boleh dilakukan, boleh juga tidak, semua terpulang kepada kebijakan pemilik hak preogratip.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger