Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, June 22, 2011

KESADARAN HIDUP BERBANGSA
at 1:15 AM 
Pendahuluan
Pada tahun 1998 dalam acara sarasehan sufisme international yang dihadiri 100 negara , dan diselenggarakan di ibu kota Amerika, Washington DC, saya berjumpa dengan Syekh Nazim, ~Adil al Qubrusy, mursyid tarekat Naqsyabandi Siprus Turki. Pada tahun itu bangsa Indonesia sedang dalam tikungan tajam sejarah berupa gerakan reformasi pasca jatuhnya Presiden Suharto. Dikala itu terus terang saya sebagai warga Negara dilanda kebimbangan antara optimisme reformasi dan kegamangan masa depan bangsa, karena gerakan reformasi ketika itu menginginkan reformasi ekonomi dan politik sekaligus, padahal tidak ada contohnya dalam sejarah , reformasi ekonomi yang dilakukan serentak dengan reformasi ekonomi yang berhasil.Uni Sovyet, negeri super power sebelumnya melakukan hal yang sama, glassnot dan perestoika. Hasilnya, Uni Sovyet kemudian bubar. Yugoslaviapun menyusul di belakangnya.


Didorong oleh rasa kegalauan, saya mohon doa kepada Syekh Nazim, saya berkata (dalam Bahasa Inggris pas pasan) Syekh, mohon doa, negeri kami Indonesia sedang dalam persimpangan jalan. Eh tiba-tiba beliau menjawab dengan sangat spontan. Oh iya, ini para aulia sedang sangat sibuk memikirkan Indonesia, karena negeri anda ini dulunya di desain oleh para wali. Desain itulah yang membuat Indonesia berbeda dengan Andalusia atau Spanyol.

Refleksi Kebangsaan
Ketika baru mendengar, pernyataan Syekh Tarekat Naqsyabandi itu rasanya biasa saja, mungkin karena sedang dalam kesibukan acara international. Tetapi setelah pulang ke tanah air, pernyataan itu selalu terngiang-ngiang, dan akhirnya melalui perenungan sejarah dunia, memang terasa ada jejak spiritual dalam proses terbangunnya bangsa Indonesia ini. Sekarang memang menjadi sangat berbeda antara Indonesia dan Spanyol.

Spanyol, dulu disebut Andalusia pernah menjadi negeri muslim selama 700 tahun. Istana Al Hambra, patung-patung ilmuwan antara lain al Khawarizmi dan lantunan musik Spanyol adalah tinggalan sejarah Islam. Begitu kokohnya daulah Islamiyah disana hingga mereka nyaris menaklukkan Perancis. Yang menarik, ketika kekuatan politik Islam tergusur, maka tergusur pula agama Islam dari negeri Eropa itu sehingga sekarang, Islam di sana hanya tinggal bangunan dan patung-patung. Mengapa ? karena Islam datang ke Eropa dengan pedang, maka dengan pedang pula mereka terusir dari Eropa.

Adapun ke Indonesia, Islam dibawa oleh para wali, terkenal dengan nama Wali Songo. Mereka membawa Islam tidak dengan pedang, tetapi melalui akulturasi budaya. Para wali membiarkan bentuk-bentuk budaya masyarakat Jawa, yang diubah hanya isinya, sehingga banyak orang Jawa yang tanpa disadari sudah menjadi muslim. Proses lembut dalam dakwah membuat Islam menjadi tradisi. Karena menjadi tradisi, maka Islam terasa nyaman di hati, kokoh di bumi. 350 tahun lebih penjajahan Belanda berlangsung di Nusantara ini, tetapi Islam tetap utuh hingga hari ini. Diantara “produk” akulturasi budaya yang hingga hari ini tetap membumi antara lain tumpeng, arsitektur kabupaten dan pesantren.

a. Konsep tumpeng
Dulu para wali menjumpai tradisi masyarakat Jawa berhubungan dengan kematian keluarga berupa lek-lekan pada malam ke tiga, ketujuh, ke empatpuluh, dan ke seratus. Supaya tahan lama lek-lekan maka dilengkapi minuman keras dan judi (semacam gaple). Para wali membiarkan bentuk tradisi kumpul-kumpul malam ke tiga, tujuh, empat puluh dan seratus, tetapi isinya diganti dengan bacaan kalimah tayyibah. Makanannya diganti tumpeng. Tumpeng adalah konsep tauhid. Dibawah lebar dengan berbagai lauk, kemudian mengerucut ke satu titik diatas. Makna yang diajarkan ialah bahwa manusia itu levelnya macam-macam, ada yang masih kelas tempe dan ada yang sudah maqam ayam, tetapi kesemuanya akan menuju kepada Tuhan yang Satu di atas. Karena tumpeng itu konsep tauhid, maka kemudian disakralkan, orang yang membawa pulang nasi tumpeng disebut memperoleh berkah. bahasa jawanya brekat.

b. Arsitektur kabupaten
Denah kabupaten sesungguhnya mengandung konsep teologi politik. Kabupaten adalah tempat tinggal dan kantor ulil amri. Didepannya ada alun-alun sebagai medan kehidupan rakyat, di tengahnya ada pohon beringin sebagai tempat berteduh. Jika ada rakyat yang baik maka ia dimasukkan ashabul yamin berwujud masjid kauman yang ada di sebelah kanan. Nah rakyat yang jahat masuk kategori ashabus syimal, maka mereka dimasukkan ke penjara yang ada disebelah kiri.

c. Pesantren
Awal mula model pendidikan pesantren ada di Yunani, yakni asrama tempat tinggal murid yang belajar filsafat , disebut pondok heyon. Ketika budaya Yunani runtuh dan muncul era sejarah Islam, budaya Yunani dihidupkan oleh peradaban Islam, terutama pada masa Daulah Abbasiah. Asrama musafir penuntut ilmu pada waktu itu disebut funduq. Sekarang funduq dalam bahasa Arab artinya hoitel. Di Afrika, asrama itu disebut ribath, pada masa Imam Ghazali disebut zawiyah dan haniqah. Ketika para wali berdakwah di Jawa, dijumpai sistem pendidikan berasrama yang dikenal sebagai padepokan, dengan dua unsur guru (shastri) dan murid (cantrik). Para wali mengambil oper bentuk itu dengan menyebut murid sebagai cantrik, dan asramanya menjadi pecantrikan. Lidah Arab susah menyebut huruf c, maka kata cantrik bergeser menjadi santri, pecantrikan menjadi pesantren. Lama-kelamaan konsep funduq ikut digabung menjadi fondok pesantren. Pada masa kerajaan Islam di Jawa, Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan bagi calon-calon pemimpin (keluarga raja) dan cendekiawan (ulama).

Akar sosiologis Bangsa Indonesia
Hampir setahun lalu, di Singapura saya berkesempatan nonton pagelaran seni Matah Ati-Pangeran Samber Nyowo dari kraton Mangkunegaran. Pagelaran internasional itu sangat memukau dari semua aspek, tapi inti yang terpenting pagelaran itu menggambarkan kentalnya budaya Jawa dengan segala kearifan lokalnya. Yang sangat menarik ialah epilog dari pagelaran seni adalah zikir kalimah la ilaha illalloh muhammadur Rasululloh. Maknanya, apapun bentuk dan corak budaya Jawa (baca “Indonesia”) substansinya sesungguhnya adalah Islam. Islam tidak bisa dihapus dari bumi Indonesia, karena sudah menyatu dengan tradisi. Generasi sekarang harus menyadari bahwa pondasi sosiologis Indonesia adalah spiritualisme Islam yang menyatu dalam budaya. Bangunan kebangsaan yang tidak sesuai dengan pondasinya tidak pernah akan kokoh berdiri.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger