Thursday, August 11, 2011
Citra Da'i di Mata Masyarakat (2)
Sistem Komunikasi Interpersonal
Dalam ilmu Psikologi Komunikasi, bagaimana persepsi orang terhadap kita, atau bagaimana persepsi kita tentang orang lain dinamakan sebagai Sistem Komunikasi Interpersonal.
Manusia adalah makhluk yang berpikir dan berperasaan. Pikiran dan perasaannya menentukan persepsinya terhadap orang lain. Jika dua orang berkomunikasi maka berlangsunglah pengiriman dan penerimaan pesan berupa lambang-lambang, berbeda dengan ketika persepsi benda – patung misalnya - proses komunikasi itu sendiri mempengaruhi pikiran dan perasaan antar keduanya.
Sebagai contoh, seorang pengusaha yang sukses dan terpelajar (dan “sekuler), semula ia mempersepsi seorang da’i dengan persepsi buruk, bodoh, ketinggalan zaman, kampungan, dan mata duitan. Tetapi, setelah pernah bertemu di sebuah forum seminar dan menginap bersama dalam satu kamar hotel selama dua malam dimana terjadi peristiwa mental ( pengiriman dan penerimaan lambang-lambang) dalam berkomunikasi selama dua hari itu, persepsinya tentang ustadz berubah, dan persepsi Pak Ustadz terhadap “sekuler” juga berubah.
Jadi, orang yang semula dipersepsi sebagai sombong setelah berkomunikasi boleh jadi berubah persepsinya menjadi rendah hati atau tidak terlalu sombong, mubaligh yang semula dipersepsi sebagai ‘alim, setelah berdiskusi berubah persepsinya menjadi hanya padai pidato, atau yang semua dipersepsi sebagai anggun dan shaleh, setelah berkomunikasi berubah persepsinya menjadi genit.
Perbedaan persepsi terhadap benda dengan persepsi terhadap manusia (interpersonal) adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut :
1. Terhadap benda, patung misalnya, stimuli ditangkap hanya dengan indera, sedangkan persepsi terhadap manusia, stimuli di samping ditangkap melalui indera, juga melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga. Ketika orang pertama kali ketemu dengan Gus Dus (ketua PBNU) misalnya, sebelumnya orang sudah mendengar tentang dia melalui Koran, majalah, atau desas desus negatif yang beredar. Dengan pengenalan sebelumnya itu maka persepsinya terhadap Gus Dur menjadi kurang tepat.
2. Bila seseorang melihat benda, maka yang dilihat hanya benda itu saja, yakni sifat-sifat luarnya saja tanpa harus mempertimbangkan bahaimana perasaannya, sedang bila ia berkomunikasi dengan manusia (interpersonal) maka yang diperhatikan bukan hanya tindakan luarnya, tetapi juga memperhitungkan bagaimana perasaannya, dan apa motivasinya. Jika seseorang terlihat tersenyum, maka akan timbul pertanyaan mengapa ia tersenyum. Jika seorang ayah cemberut, maka anaknya akan tergoda untuk bertanya mengapa ayah cemberut. Karena persepsi interpersonal itu menyangkut aspek berpikir dan merasa, maka kemungkinan keliru persepsi itu selalu terjadi.
3. Ketika benda diamati ia tidak bereaksi apa pun, sedang dalam berkomunikasi dengan orang, ia pasti bereaksi, dan terjadilah saling tukar stimulus dan respon antara kedua belah pihak.
Seorang mahasiswa diberi tugas praktikum dakwah di suatu desa. Kepadanya disampaikan bahwa mahasiswa yang akan ditugaskan di desa itu orangnya simpatik, sabar, dan pintar.
Dengan demikian, maka mahasiswa mempersepsi orang desa sebagai positif, dan mereka pun mempersepsi mahasiswa juga positif. Baru dua hari bertugas, mahasiswa itu disinggung oleh penduduk desa yang memang tidak menyukai kehadirannya. Singgungan itu begitu kasarnya sehingga mahasiswa itu merespon dan sampai terlepas control. Sang mahasiswa terkejut melihat perilaku orang desa yang sudah terlanjur di persepsi baik, tapi karena ia tak dapat mengendalikan diri di hadapan masyarakat desa, maka ia pun kemudian dipersepsi sebagai mahasiswa yang tidak sabaran.
4. Benda relatif tidak berubah, sedang manusia selalu berubah. Pak Dul ketika pinjam uang sangat ramah dan sopan, tetapi ketika ditagih ia berubah menjadi galak dan kasar. Tadi pagi Evi berangkat kuliah dengan sangat riang, tetapi pulang kuliah menjadi cemberut dan pendiam. Perubahan inilah yang menyulitkan dalam mempersepsi orang.
Dalam ilmu Psikologi Komunikasi, bagaimana persepsi orang terhadap kita, atau bagaimana persepsi kita tentang orang lain dinamakan sebagai Sistem Komunikasi Interpersonal.
Manusia adalah makhluk yang berpikir dan berperasaan. Pikiran dan perasaannya menentukan persepsinya terhadap orang lain. Jika dua orang berkomunikasi maka berlangsunglah pengiriman dan penerimaan pesan berupa lambang-lambang, berbeda dengan ketika persepsi benda – patung misalnya - proses komunikasi itu sendiri mempengaruhi pikiran dan perasaan antar keduanya.
Sebagai contoh, seorang pengusaha yang sukses dan terpelajar (dan “sekuler), semula ia mempersepsi seorang da’i dengan persepsi buruk, bodoh, ketinggalan zaman, kampungan, dan mata duitan. Tetapi, setelah pernah bertemu di sebuah forum seminar dan menginap bersama dalam satu kamar hotel selama dua malam dimana terjadi peristiwa mental ( pengiriman dan penerimaan lambang-lambang) dalam berkomunikasi selama dua hari itu, persepsinya tentang ustadz berubah, dan persepsi Pak Ustadz terhadap “sekuler” juga berubah.
Jadi, orang yang semula dipersepsi sebagai sombong setelah berkomunikasi boleh jadi berubah persepsinya menjadi rendah hati atau tidak terlalu sombong, mubaligh yang semula dipersepsi sebagai ‘alim, setelah berdiskusi berubah persepsinya menjadi hanya padai pidato, atau yang semua dipersepsi sebagai anggun dan shaleh, setelah berkomunikasi berubah persepsinya menjadi genit.
Perbedaan persepsi terhadap benda dengan persepsi terhadap manusia (interpersonal) adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut :
1. Terhadap benda, patung misalnya, stimuli ditangkap hanya dengan indera, sedangkan persepsi terhadap manusia, stimuli di samping ditangkap melalui indera, juga melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga. Ketika orang pertama kali ketemu dengan Gus Dus (ketua PBNU) misalnya, sebelumnya orang sudah mendengar tentang dia melalui Koran, majalah, atau desas desus negatif yang beredar. Dengan pengenalan sebelumnya itu maka persepsinya terhadap Gus Dur menjadi kurang tepat.
2. Bila seseorang melihat benda, maka yang dilihat hanya benda itu saja, yakni sifat-sifat luarnya saja tanpa harus mempertimbangkan bahaimana perasaannya, sedang bila ia berkomunikasi dengan manusia (interpersonal) maka yang diperhatikan bukan hanya tindakan luarnya, tetapi juga memperhitungkan bagaimana perasaannya, dan apa motivasinya. Jika seseorang terlihat tersenyum, maka akan timbul pertanyaan mengapa ia tersenyum. Jika seorang ayah cemberut, maka anaknya akan tergoda untuk bertanya mengapa ayah cemberut. Karena persepsi interpersonal itu menyangkut aspek berpikir dan merasa, maka kemungkinan keliru persepsi itu selalu terjadi.
3. Ketika benda diamati ia tidak bereaksi apa pun, sedang dalam berkomunikasi dengan orang, ia pasti bereaksi, dan terjadilah saling tukar stimulus dan respon antara kedua belah pihak.
Seorang mahasiswa diberi tugas praktikum dakwah di suatu desa. Kepadanya disampaikan bahwa mahasiswa yang akan ditugaskan di desa itu orangnya simpatik, sabar, dan pintar.
Dengan demikian, maka mahasiswa mempersepsi orang desa sebagai positif, dan mereka pun mempersepsi mahasiswa juga positif. Baru dua hari bertugas, mahasiswa itu disinggung oleh penduduk desa yang memang tidak menyukai kehadirannya. Singgungan itu begitu kasarnya sehingga mahasiswa itu merespon dan sampai terlepas control. Sang mahasiswa terkejut melihat perilaku orang desa yang sudah terlanjur di persepsi baik, tapi karena ia tak dapat mengendalikan diri di hadapan masyarakat desa, maka ia pun kemudian dipersepsi sebagai mahasiswa yang tidak sabaran.
4. Benda relatif tidak berubah, sedang manusia selalu berubah. Pak Dul ketika pinjam uang sangat ramah dan sopan, tetapi ketika ditagih ia berubah menjadi galak dan kasar. Tadi pagi Evi berangkat kuliah dengan sangat riang, tetapi pulang kuliah menjadi cemberut dan pendiam. Perubahan inilah yang menyulitkan dalam mempersepsi orang.
Post a Comment
Home