Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, July 11, 2011

Pendidikan di Indonesia: Potret Masa Depan
at 7:35 PM 
Membangun Karakter
Sudah lama kita baca dalam GBHN yang lalu bahwa hakikat pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia, pembangunan manusia seutuhnya. Jika mengamati perilaku ”menyimpang” masyarakat kita yang nampak di parlemen, di jalanan dan bahkan di pengadilan KPK, timbul pertanyaan, apakah itu cermin karakter manusia Indonesia, atau sekedar perilaku temperamental pada saat-saat tertentu.

Dalam hal ini perlu diketahui bahwa memang ada perilaku yang bersumber dari karakter seseorang, disamping ada juga perilaku yang bersumber dari temperamennya. Apa bedanya? Temperamen merupakan corak reaksi seseorang terhadap berbagai rangsangan yang berasal dari lingkungan dan dari dalam diri sendiri.

Temperamen berhubungan erat dengan kondisi biopsikologi seseorang, oleh karena itu sulit untuk diubah dan bersifat netral terhadap penilaian baik buruk. Sedangkan karakter berkaitan erat dengan penilaian baik buruknya tingkah laku seseorang didasari oleh bermacam-macam tolak ukur yang dianut masyarakat. Karakter terbentuk melalui perjalanan hidup seseorang, oleh karena itu ia dapat berubah. Jika temperamen tidak mengandung implikasi etis, maka karakter justeru selalu menjadi obyek penilaian etis.

Terkadang orang memiliki temperamen yang berbeda dengan karakternya. Ada orang yang temperamennya buruk, padahal karakternya baik. Jika temperamennya sedang bekerja maka pada umumnya bertingkah laku negatip, tetapi setelah reda nanti ia menyesali dan malu atas apa yang dilakukannya, meskipun nanti juga akan terulang kembali. Sedangkan orang yang karakternya buruk tetapi temperamennya baik, ia dapat menyembunyikan keburukannya dihadapan orang.

Penipu biasanya memiliki temperamen yang baik tetapi karakternya buruk. Yang paling merepotkan adalah orang jahat yang temperamennya buruk. Karakter yang sudah menetap akan membentuk sebuah kepribadian. Menurut Freud, kepribadian manusia berdiri diatas tiga pilar, Id, Ego dan Super Ego, unsur hewani, akali dan moral. Perilaku menurut Freud merupakan interaksi dari ketiga pilar tersebut. Tetapi kesimpulan Freud manusia adalah Homo Volens, yakni makhluk berkeinginan yang tingkah lakunya dikendalikan oleh keinginan-keinginan yang terpendam di dalam alam bawah sadarnya, satu kesimpulan yang merendahkan martabat manusia.

Sedangkan dalam pandangan Islam, kepribadian merupakan interaksi dari kualitas-kualitas nafs, qalb, akal dan bashirah, interaksi antara jiwa, hati, akal dan hati nurani. Kepribadian, disamping bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan genetika orang tuanya, ia terbentuk melalui proses panjang riwayat hidupnya, proses internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya termasuk pengalaman pendidikan. Dalam perspektip ini maka keyakinan agama yang ia terima dari pengetahuan maupun dari pengalaman masuk dalam struktur kepribadian seseorang.

Sudah barang tentu kualitas kepribadian muslim setiap orang berbeda-beda. Kualitas kepribadian muslim juga tidak mesti konstan, terkadang kuat, utuh dan prima, tetapi di kala yang lain bisa saja terdistorsi oleh pengaruh di luar keyakinan agamanya.
Jadi karakter bukan hanya terbentuk melalui pendidikan sekolah, tetapi yang juga sangat berpengaruh adalah pendidikan dalam keluarga sejak dalam kandungan atau yang sering disebut pra natalia education.

Nation and Character Building
Bung Karno dulu seringkali mengumandangkan kalimat ini, yaitu bagaimana membangun karakter bangsa. Manusia memang bukan hanya makhlukyang unik,tetapi ia juga makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia menjadi apa dan siapa bergantung ia bergaul dengan siapa. Artinya hubungan interpersonal masyarakat akan dapat melahirkan karakter masyarakat. Seberapa besar ?

Menurut sebuah penelitian psikologi, 83% perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh berbagai stimulus. Maknanya, pada era global dimana informasi dunia bisa diakses secara serentak oleh masyarakat di seluruh balahan bumi, perilaku masyarakat Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh fenomena dunia, menyangkut politik, budaya, mode, selera dan norma-norma sosial.

Yang lebih berat khususnya bagi Indonesia adalah kenyataan bahwa masyarakat Indonesia masih terpecah menjadi lima lapisan; (1) lapisan masyarakat ultra modern yang tinggal di kota-kota besar, (2) lapisan masyarakat modern di kota-kota, (3) lapisan masyarakat urban yang jumlahnya terbesar, (4) masyarakat tradisionil di desa-desa dan (5) masih ada lapisan masyarakat terbelakang yang hidup di zaman batu . Kelima lapis ini dalam era global menerima stimulus yang hampir sama melalui televisi. Realita inilah yang harus menjadi perhatian serius bagaimana bisa membangun karakter manusia Indonesia.

Strategi Pendidikan Nasional
Ada dua bangsa yang kini sedang bangkit menjadi negara besar ,yaitu Cina dan India. Kebangkitan itu ternyata merupakan buah dari strategi pendidikan nasionalnya. Dalam kesempatan dengan dialog dengan menteri Pendidikan dari dua negara tersebut terungkap terungkap hal sebagai berikut.
India, menfokuskan anggaran pendidikan nasionalnya hanya untuk 10% penduduknya,yaitu dari ”kasta” tertinggi. Selebihnya dibiarkan apa adanya seperti yang kita lihat di film2 India. Dengan demikian maka anggaran pendidikan menjadi sangat besar, dan dengan anggaran yang besar itu India bisa menyelenggarakan pendidikan yang sangat bermutu.

Buahnya sungguh luar biasa. 10% dari hampir 1 Milyard Penduduk India adalah 100 juta, dan mereka kini menguasai pasar tenaga kerja di dunia maju. Bandingkan dengan pendidikan nasional kita, sudah anggarannya kecil, pakai pemerataan lagi. Hasilnya, yang merata adalah kebodohannya. Lulusan sekolah kita takut bersaing dengan lulusan sekolah luar negeri, tenaga kerja kita yang kita kirim ke luar negeri malah hanya TKW yang tak terdidik sama sekali. Kini kita sudah mempunyai anggaran pendidikan 20%, tetapi kreatifitas pendidikan kita belum memadai.

Cina, selalu mengirimkan mahasiswa ke luar negeri dalam jumlah besar, tetapi yang kembali ke negerinya hanya 10%. Selebihnya tidak mau pulang, memilih menjadi perantau di negeri orang. Ketika Menteri pendidikannya ditanya,apa negara tidak rugi, mengirimkan mahasiswa ke luar negeri dalamumlah besar tetapimerekatidak mau kembali?. Menterinya menjawab, tidak, karena cina-cina diperantauan justeru menjadi tangan negara.Mereka membangun China town di mana-mana, dan buahnya adalah untuk kepentingan negeri leluhurnya. Bandingkan negri kita, jika ada mahasiswa diberi beasiswa keluar negeri kemudian bekerja diluar negeri, tidak mau pulang, maka mereka bisa dicap sebagai penghianat bangsa, tidak tahu terimakasih kepada negara sendiri.

Cina lebih cermat dalam melakukan perubahan abad XXI ini dibanding Indonesia, sehingga dalam kurun waktu 20 tahun Cina sudah bisa mengubah diri dari negeri miskin menjadi negeri terkaya di dunia. Cina bahkan berani mengambil sistem ekonomi kapitalis meski politiknya tetap komunis. Sementara Indonesia sudah 13 tahun reformasi masih belum jelas potret 10 tahun ke depan.

Pelajaran dari Turki dan Iran
Ada dua bangsa yang sekarang mampu menunjukkan kemandiriannya yang dapat kita ambil pelajaran, yaitu Turki dan Iran.

Turki. Dulu Turki pada masa Ottoman atau Turki Usmani adalah imperium yang wilayah kekuasaannya sangat luas mencakup Asia Afrika dan Eropa. Pada masa itu bahkan Perancis nyaris ditaklukkan. Dampak dari Perang Dunia, Imperium Turki runtuh dan diambil alih oleh Mustafa Kamal Attaturk menjadi Republik Turki dengan membuang semua warisan budaya Turki Usmani mengubah jati dirinya menjadi negeri sekuler.

Bertahun-tahun Turki mengemis-ngemis untuk diakui menjadi orang Eropa tetapi hingga sekarang ditolak menjadi anggauta Uni Eropa.Keterpurukan Turki bahkan melahirkan sebutan yang sangat tidak enak, yaitu bahwa Turki adalah sick Eourope, orang Eropa yang sakit.
Baru sekitar 12-13 tahun Turki melakukan perubahan mendasar yakni menghidupkan kembali jati diri Turki melawan orde sekuler yang dimotori tentara. Pers dan dunia usaha mendukung sepenuhnya ”orde baru” Turki. Turki tak peduli diakui atau tidak diakui sebagai orang Eropa, tapi Turki justru aktif mendekati negara-negara kecil seperti Yordan, Suriah, Libanon dan Palestina. Hasilnya luar biasa, kini Turki bangkit, ekonomi dan diplomasi internationalnya.

Iran. Sedangkan Iran, setelah sekian lama dikucilkan oleh dunia Barat (tadinya boneka Amerika pada zaman Reza Pahlevi) kini Iran mampu mandiri dalam bidang senjata bahkan nuklir. Boikot Barat mengilhami bangsa itu untuk berdiri diatas kaki sendiri. Dengan kultur Syi`ah dan politik wilayatul faqih, Iran berdiri kokoh ditengah kekuatan Barat yang selalu menakut-nakuti.
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger