Monday, April 28, 2008
Keseimbangan Ilmu,Iman dan Amal Dalam Kehidupan
Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok,MA
Disampaikan dalam Work Shop Pengawasan Dengan Pendekatan Agama,
diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama,
Jakarta 6 Mei 2008
Pendahuluan
Manusia adalah makhlukyang mengenal makna. Jika seekor sapi dihargai sesuai dengan besar kecilnya daging,maka manusia yang gemuk belum tentu lebih bermakna dibanding yang kurus, orang besar belum tentu lebih bermakna dibanding orang kecil, atasan belum tentu lebih bermakna dibanding bawahan. Tinggi rendahnya makna disebut martabat. Orang yang bermartabat adalah orang yang kehadirannya di pentas kehidupan memberi makna,meski boleh jadi kehadirannya hanya sebentar. Sebaliknya orang yang kehadirannya tidak memberi makna,meski mungkin umurnya panjang atau masa jabatannya lama, ia bukanlah orang yang bermartabat. Hadirnya tidakmembuat genap, absennya tidakmembuat ganjil. Konsep makna dipengaruhi oleh ilmu,iman dan amal. Orang yang berilmu langkahnya dipandu oleh teori, orang yang beriman langkahnya dipandu oleh keyakinan,sedangkan orang yang banyak beramal langkahnya dipandu oleh semangat.
Konsep Pengawasan Dalam Kehidupan
Ada orang yang merasa bebas sebebasnya dalam hidup.Ia menentukan apa yang diinginkan dan apa yang dikerjakan, karena ia merasa bahwa manusia adalah penentu dalam kehidupan. Baik-buruk,perlu-tidak perlu, penting-tidakpenting, pantas-tidakpantas semuanya ditentukan oleh manusia.
Ada orang yang merasa bahwa hidup ini ada skenarionya dan manusia harus hidup mengikuti skenario itu. Jika tidak maka ia akan ditegur sutradara dan ditertawakan penonton karena melakukan sesuatu yang menyimpang dari skenario. Dari mana skenario itu ? ada yang merasa bahwa masyarakatlah penyusun skenario itu, oleh karena itu orang yang perilakunya menyimpang akan dikucilkan oleh masyarakat. Yang lain meyakini bahwa skenario itu datang dari atas, dari Sang Pencipta kehidupan, baik yang melalui kitab suci,ajaran nabi maupun melalui akal murni berupa akhlak universal dan kearifan lokal. Penyimpangan dari skenario diyakini akan berakibat ”kualat”.
Pertanyaannya ”siapa” yang merasa diawasi dan ”siapa” yang mengawasi ? Siapa yang menyuruh mematuhi skenario dan siapa yang menggoda untuk menyimpang ? siapa pula yang menegur ?
Al Qur’an surat Qaf ayat 16 berbunyi :
Artinya : Sungguh Kami(Tuhan) telah menciptakan insan, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh nafs nya. Dan kami (mengawasi mereka) dari jarak yang lebih dekat dari ulat leher mereka.
Dari ayat tersebut ada hal-hal yang perlu diterangkan secara detail, yaitu (1) insan, (2) nafs (3) bisikan (4) Pengawasan Tuhan
Insan
Al Qur’an menyebut manusia dengan sebutan basyar dan insan. Basyar adalah manusia secara fisik, sedangkan insan adalah manusia sebagai makhluk psikologis. Kata insan berasal dari kata nasiya yansa yang artinya lupa, dari kata uns yang artionya mesra atau jinak dan darikata nasa yanusu yang artinya gejolak. Jadi karakteristik psikologis insan ada pada jarak antara lupa dan sadar, mesra dan benci dan antara tenang dan bergejolak.
Ada manusia yang selalu sadar, tenang dan penuh dengan rasa kasih sayang, sebaliknya ada manusia yang pelupa,pembenci dan gelisah. Ada juga yang tenang tetapi penuh dengan kebencian dan selalu sadar akan kebenciannya, dan masíh banyaklagi typology psikologi manusia. Yang menarik adalah definisi insan; al insan hayawan nathiq, manusia adalah hewan yang berfikir. Jadi pembedanya adalah berfikirnya. Jika manusia sudah tidak bisa lagi diukur berfikirnya,maka yang ada tinggal hewannya.
Nafs
Nafs artinya sisi dalam manusia, atau jiwa. Nafs atau jiwa merupakan sistem yang bekerja secara sistemik, dengan sub-sistem akal,hati, hatinurani, syahwat dan hawa nafsu.
• Akal= problem solving capasity, tugasnya berfikir, produknya logik, ia mampu menemukan kebenaran tetapi tidak menentukannya. Kebenaran akal sifatnya relatip. Akal adalah potensi intelektuil manusia
• Hati= alat untukmemahami realita. Hal-halyang tidak masukakalbisa difahami oleh hati. Muatan hati sangat banyak, dari benci, cinta, keberanian, takut, tenang,gelisah dan sebagaianya. Hati bisa longgar, sempit dan bahkan tertutup. Hati memimpin sistem kejiwaan, tetapi ia memiliki karakter tidak konsisten, bisa jujur,bisa bohong.
• Nurani berasal dari kata nur artinya cahaya.Nurani adalah cahaya Tuhan yang ditempatkan di dalam hati, oleh karena itu ia konsisten dan tidakbisa kompromi dengan kebohongan. Nurani selalu jujur. Nurani seperti black box yang ada di dalamhati. Sebagai cahaya,nurani bisa tidak memancarkan cahaya jika tertutup. Yang sxuka menutupi cahaya nurani adalah keserakahan dan perbuatan maksiat. Orang yang nuraninya mati seperti orang yang berjalan di tempat gelap, salah langkah,salah ambil,salah masuk dan salah naroh. Bahasa Arabnya gelap adalah zhulm, orangnya disebut zalim.
• Syahwat adalah dorongan keinginan kepada sesuatu atau dalam psikologi disebut penggerak tingkah laku atau motif. Tuhan menghiasi manusia dengan syahwat kepada lawan jenis, bangga kepada anak-anak, menyukai barang berharga, kendaraan bagus, kebun dan ternak. Syahwat sifatnya netral, jikaditunaikan secara benar menjadi ibadah, jika ditunaikan tanpamengindahkan nilai-nilaimoraldan agama menjadi dosa.
• Hawa nafsu adalah dorongan kepada syahwat yang bersifat rendah,. Karakteristiknya ingin segera menunaikan dan tak peduli akibat,baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Bisikan
Manusia ketika menerima stimulus, ia mempersepsi kemudian memasukkannya kedalam memori,kemudian berfikir sebelum bertindak. Semua sub sistem dalam jiwanya memberi masukan atau bisikan,misalnya ;
• akal memberi pertimbangan yang logis
• hati berusaha memahami apapun realitas yang dihadapi
• nurani mengingatkan konsekwensi2 jika salah langkah
• syahwat mendorong agar mengambil keputusan dan bertindak yang dengan itu ia memperoleh kepuasan.
• Hawa nafsu membisiki agar segera mengambil kesempatan dalam kesempitan, gunakan aji mumpung, gak usah ragu-ragu dan gak usah pikirkan yang lain, pokoknya enak.
Menejemen Qalbu (hati)
Manusia bisa berfikir , merasa, dan berkehendak. Kehendaknya dipengaruhi oleh cara berfikirnya dan cara merasanya, fikirannya juga dipengaruhi oleh apa yang dikehendaki, perasaanya juga dipengaruhi oleh apa yang difikir dan dikehendaki.. Seluruh perangkat kejiwaan dapat diberdayakan untuk memilih mana yang terbaik bagi dirinya dan bagi orang lain, bagi negara, baik untuk sekarang,nanti atau bahkan untuk anak cucunya. Tapi itu semua butuh menejemen yang tepat, mana yang harus di dorong,mana yang harus ditekan,mana yang harus dipertimbangkan dan mana yang harus diturut.
• Jika lebih mengikuti akalnya maka orang cenderung rationil,tapi terkadang kering
• Jika lebih mengikuti kata hatinya maka ia bisa tenang atau gelisah bergantung moodnya
• Jika lebih mengikuti nuraninya dijamin pilihan benar dan langkahnya tepat
• Jika lebih mengikuti syahwat, maka ia cenderung mengarah kepada glamourism dan hedonisme
• Jika lebih mengikuti hawa nafsunya dijamin sesat dan merusak dirinya (dan orang lain)
Peran Ilmu,Iman dan Amal dalam Pengawasan
Secara teori, orang berilmu yang beriman dan suka beramal dijamin hidupnya benar,proporsional. Tetapi dalam praktek, orang pinter terkadang keblinger, imannya juga tidak dijamin stabil, kembang kempis, terkadang menebal dan terkadang menipis, oleh karena itu orang terkadang gagal mengawasi diri sendiri. Manusia itu makhluk sosial dimana orang menjadi apa dan siapa bergantung dengan siapa mereka bergaul. Lihat saja perilaku anggauta DPR dan pejabat karir, terkadang cara berpakaian , cara berjalannya dan seleranyapun menyesuaikan dengan ”skenario” sosial..
Menurut hasil penelitian psikologi, 83% perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh berbagai stimulus. Oleh karena itu kejujuran tidak boleh diserahkan kepada hati masing-masing orang. Pegawai Departemen Agama dengan Pegawai bukan Departemen agama secara sosial dan psikologis sama saja. Mencegah perilaku menyimpang dari aparatur negara Departemen apapun tidak cukup dengan nasehat agama (pengaruhnya 11%), tetapi harus dengan sistem yang mempersempit ruang aparat untuk berpeluang menyimpang .
• Ilmu diperlukan bukan untuk ketahanan hati tetapi untuk merancang sistem pengawasan hingga logis, komprehensip, efektip dan efisien.
• Iman diperlukan terutama untuk memberi keteladanan hidup bersih oleh aparat eselon, karena bagi masyarakat Indonesia yang paternalistik, keteladan sangat efektip dan murah biaya dalam pengawasan aparat negara.
• Amal perlu digalakkan untuk memberikan etos mengutamakan orang lain(itsar), sehingga aparat terobsessi untuk memberi bukan untuk mengambil. Uang korupsi biasanya habis untuk foya-foya bukan untuk beramal, uang setan kembali ke setan.
Pengawasan Melekat
Di akhir ayat al Qur’an tersebut diatas disebutkan bahwa Tuhan berada pada jarak yang lebih dekat dibanding urat leher manusia, mengawasi lalu lintas bisikan jiwa, bukan hanya apa yang diperbuat dan dikatakan, tetapi apa yang hanya terlintas di dalam hatipun Tuhan mengetahui. Teks ayat ini merupakan informasi bagi manusia bahwa tidak ada sesuatupun yang dilakukan oleh manusia,yang baik maupun yang buruk kecuali pasti diketahui oleh Tuhan. Tidak ada sesuatu yang bisa dimanipulasi dari pengawasan Tuhan.
Tetapi efektifitas informasi dari ayat ini diterima secara berbeda oleh manusia, bergantung pada bagaimana tingkat pemahamannya, karena manusia ada yang hanya mampu berfikir, yang lain sudah bertafakkur, dan yang lain sudah bertadabbur
• berfikir bisa menyerap informasi, tetapi hasilnya hanya bersifat kognitip.
• Bertafakkur bisa membayangkan ruang lingkup informasi, dan hasilnya bisa bersifat afektip
• Bertadabbur bisa merasakan kekuatan informasi sehingga hasilnya bukan hanya kognitip dan afektip, tapi sudah psikomotorik.
Orang yang sudah bisa bertadabbur terhadap ayat suci maka dalam dirinya sudah ada sistem pengawasan melekat. Ia tak pernah berandai-andai, memperhitungkan atau membayangkan melakukan suatu penyimpangan dengan harapan tidak akan ketahuan. Orang seperti ini sudah alergi terhadap hal-hal yang menyimpang. Nah saya yakin di negeri kita,baik yang mengawasi maupun yang diawasi mayoritas masih berada pada tataran berfikir, sedikit sekali yang bertafakkur dan hanya satu dua yang sudah bisa bertadabbur. Oleh karena itu hanya sistem yang ketat dan tepat yang bisa meminimalisir perilaku menyimpang aparatur negara , termasuk perilaku menyimpang dari aparatur yang mengawasi.
Wallohu a’lam bissawab
Disampaikan dalam Work Shop Pengawasan Dengan Pendekatan Agama,
diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama,
Jakarta 6 Mei 2008
Pendahuluan
Manusia adalah makhlukyang mengenal makna. Jika seekor sapi dihargai sesuai dengan besar kecilnya daging,maka manusia yang gemuk belum tentu lebih bermakna dibanding yang kurus, orang besar belum tentu lebih bermakna dibanding orang kecil, atasan belum tentu lebih bermakna dibanding bawahan. Tinggi rendahnya makna disebut martabat. Orang yang bermartabat adalah orang yang kehadirannya di pentas kehidupan memberi makna,meski boleh jadi kehadirannya hanya sebentar. Sebaliknya orang yang kehadirannya tidak memberi makna,meski mungkin umurnya panjang atau masa jabatannya lama, ia bukanlah orang yang bermartabat. Hadirnya tidakmembuat genap, absennya tidakmembuat ganjil. Konsep makna dipengaruhi oleh ilmu,iman dan amal. Orang yang berilmu langkahnya dipandu oleh teori, orang yang beriman langkahnya dipandu oleh keyakinan,sedangkan orang yang banyak beramal langkahnya dipandu oleh semangat.
Konsep Pengawasan Dalam Kehidupan
Ada orang yang merasa bebas sebebasnya dalam hidup.Ia menentukan apa yang diinginkan dan apa yang dikerjakan, karena ia merasa bahwa manusia adalah penentu dalam kehidupan. Baik-buruk,perlu-tidak perlu, penting-tidakpenting, pantas-tidakpantas semuanya ditentukan oleh manusia.
Ada orang yang merasa bahwa hidup ini ada skenarionya dan manusia harus hidup mengikuti skenario itu. Jika tidak maka ia akan ditegur sutradara dan ditertawakan penonton karena melakukan sesuatu yang menyimpang dari skenario. Dari mana skenario itu ? ada yang merasa bahwa masyarakatlah penyusun skenario itu, oleh karena itu orang yang perilakunya menyimpang akan dikucilkan oleh masyarakat. Yang lain meyakini bahwa skenario itu datang dari atas, dari Sang Pencipta kehidupan, baik yang melalui kitab suci,ajaran nabi maupun melalui akal murni berupa akhlak universal dan kearifan lokal. Penyimpangan dari skenario diyakini akan berakibat ”kualat”.
Pertanyaannya ”siapa” yang merasa diawasi dan ”siapa” yang mengawasi ? Siapa yang menyuruh mematuhi skenario dan siapa yang menggoda untuk menyimpang ? siapa pula yang menegur ?
Al Qur’an surat Qaf ayat 16 berbunyi :
Artinya : Sungguh Kami(Tuhan) telah menciptakan insan, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh nafs nya. Dan kami (mengawasi mereka) dari jarak yang lebih dekat dari ulat leher mereka.
Dari ayat tersebut ada hal-hal yang perlu diterangkan secara detail, yaitu (1) insan, (2) nafs (3) bisikan (4) Pengawasan Tuhan
Insan
Al Qur’an menyebut manusia dengan sebutan basyar dan insan. Basyar adalah manusia secara fisik, sedangkan insan adalah manusia sebagai makhluk psikologis. Kata insan berasal dari kata nasiya yansa yang artinya lupa, dari kata uns yang artionya mesra atau jinak dan darikata nasa yanusu yang artinya gejolak. Jadi karakteristik psikologis insan ada pada jarak antara lupa dan sadar, mesra dan benci dan antara tenang dan bergejolak.
Ada manusia yang selalu sadar, tenang dan penuh dengan rasa kasih sayang, sebaliknya ada manusia yang pelupa,pembenci dan gelisah. Ada juga yang tenang tetapi penuh dengan kebencian dan selalu sadar akan kebenciannya, dan masíh banyaklagi typology psikologi manusia. Yang menarik adalah definisi insan; al insan hayawan nathiq, manusia adalah hewan yang berfikir. Jadi pembedanya adalah berfikirnya. Jika manusia sudah tidak bisa lagi diukur berfikirnya,maka yang ada tinggal hewannya.
Nafs
Nafs artinya sisi dalam manusia, atau jiwa. Nafs atau jiwa merupakan sistem yang bekerja secara sistemik, dengan sub-sistem akal,hati, hatinurani, syahwat dan hawa nafsu.
• Akal= problem solving capasity, tugasnya berfikir, produknya logik, ia mampu menemukan kebenaran tetapi tidak menentukannya. Kebenaran akal sifatnya relatip. Akal adalah potensi intelektuil manusia
• Hati= alat untukmemahami realita. Hal-halyang tidak masukakalbisa difahami oleh hati. Muatan hati sangat banyak, dari benci, cinta, keberanian, takut, tenang,gelisah dan sebagaianya. Hati bisa longgar, sempit dan bahkan tertutup. Hati memimpin sistem kejiwaan, tetapi ia memiliki karakter tidak konsisten, bisa jujur,bisa bohong.
• Nurani berasal dari kata nur artinya cahaya.Nurani adalah cahaya Tuhan yang ditempatkan di dalam hati, oleh karena itu ia konsisten dan tidakbisa kompromi dengan kebohongan. Nurani selalu jujur. Nurani seperti black box yang ada di dalamhati. Sebagai cahaya,nurani bisa tidak memancarkan cahaya jika tertutup. Yang sxuka menutupi cahaya nurani adalah keserakahan dan perbuatan maksiat. Orang yang nuraninya mati seperti orang yang berjalan di tempat gelap, salah langkah,salah ambil,salah masuk dan salah naroh. Bahasa Arabnya gelap adalah zhulm, orangnya disebut zalim.
• Syahwat adalah dorongan keinginan kepada sesuatu atau dalam psikologi disebut penggerak tingkah laku atau motif. Tuhan menghiasi manusia dengan syahwat kepada lawan jenis, bangga kepada anak-anak, menyukai barang berharga, kendaraan bagus, kebun dan ternak. Syahwat sifatnya netral, jikaditunaikan secara benar menjadi ibadah, jika ditunaikan tanpamengindahkan nilai-nilaimoraldan agama menjadi dosa.
• Hawa nafsu adalah dorongan kepada syahwat yang bersifat rendah,. Karakteristiknya ingin segera menunaikan dan tak peduli akibat,baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Bisikan
Manusia ketika menerima stimulus, ia mempersepsi kemudian memasukkannya kedalam memori,kemudian berfikir sebelum bertindak. Semua sub sistem dalam jiwanya memberi masukan atau bisikan,misalnya ;
• akal memberi pertimbangan yang logis
• hati berusaha memahami apapun realitas yang dihadapi
• nurani mengingatkan konsekwensi2 jika salah langkah
• syahwat mendorong agar mengambil keputusan dan bertindak yang dengan itu ia memperoleh kepuasan.
• Hawa nafsu membisiki agar segera mengambil kesempatan dalam kesempitan, gunakan aji mumpung, gak usah ragu-ragu dan gak usah pikirkan yang lain, pokoknya enak.
Menejemen Qalbu (hati)
Manusia bisa berfikir , merasa, dan berkehendak. Kehendaknya dipengaruhi oleh cara berfikirnya dan cara merasanya, fikirannya juga dipengaruhi oleh apa yang dikehendaki, perasaanya juga dipengaruhi oleh apa yang difikir dan dikehendaki.. Seluruh perangkat kejiwaan dapat diberdayakan untuk memilih mana yang terbaik bagi dirinya dan bagi orang lain, bagi negara, baik untuk sekarang,nanti atau bahkan untuk anak cucunya. Tapi itu semua butuh menejemen yang tepat, mana yang harus di dorong,mana yang harus ditekan,mana yang harus dipertimbangkan dan mana yang harus diturut.
• Jika lebih mengikuti akalnya maka orang cenderung rationil,tapi terkadang kering
• Jika lebih mengikuti kata hatinya maka ia bisa tenang atau gelisah bergantung moodnya
• Jika lebih mengikuti nuraninya dijamin pilihan benar dan langkahnya tepat
• Jika lebih mengikuti syahwat, maka ia cenderung mengarah kepada glamourism dan hedonisme
• Jika lebih mengikuti hawa nafsunya dijamin sesat dan merusak dirinya (dan orang lain)
Peran Ilmu,Iman dan Amal dalam Pengawasan
Secara teori, orang berilmu yang beriman dan suka beramal dijamin hidupnya benar,proporsional. Tetapi dalam praktek, orang pinter terkadang keblinger, imannya juga tidak dijamin stabil, kembang kempis, terkadang menebal dan terkadang menipis, oleh karena itu orang terkadang gagal mengawasi diri sendiri. Manusia itu makhluk sosial dimana orang menjadi apa dan siapa bergantung dengan siapa mereka bergaul. Lihat saja perilaku anggauta DPR dan pejabat karir, terkadang cara berpakaian , cara berjalannya dan seleranyapun menyesuaikan dengan ”skenario” sosial..
Menurut hasil penelitian psikologi, 83% perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh berbagai stimulus. Oleh karena itu kejujuran tidak boleh diserahkan kepada hati masing-masing orang. Pegawai Departemen Agama dengan Pegawai bukan Departemen agama secara sosial dan psikologis sama saja. Mencegah perilaku menyimpang dari aparatur negara Departemen apapun tidak cukup dengan nasehat agama (pengaruhnya 11%), tetapi harus dengan sistem yang mempersempit ruang aparat untuk berpeluang menyimpang .
• Ilmu diperlukan bukan untuk ketahanan hati tetapi untuk merancang sistem pengawasan hingga logis, komprehensip, efektip dan efisien.
• Iman diperlukan terutama untuk memberi keteladanan hidup bersih oleh aparat eselon, karena bagi masyarakat Indonesia yang paternalistik, keteladan sangat efektip dan murah biaya dalam pengawasan aparat negara.
• Amal perlu digalakkan untuk memberikan etos mengutamakan orang lain(itsar), sehingga aparat terobsessi untuk memberi bukan untuk mengambil. Uang korupsi biasanya habis untuk foya-foya bukan untuk beramal, uang setan kembali ke setan.
Pengawasan Melekat
Di akhir ayat al Qur’an tersebut diatas disebutkan bahwa Tuhan berada pada jarak yang lebih dekat dibanding urat leher manusia, mengawasi lalu lintas bisikan jiwa, bukan hanya apa yang diperbuat dan dikatakan, tetapi apa yang hanya terlintas di dalam hatipun Tuhan mengetahui. Teks ayat ini merupakan informasi bagi manusia bahwa tidak ada sesuatupun yang dilakukan oleh manusia,yang baik maupun yang buruk kecuali pasti diketahui oleh Tuhan. Tidak ada sesuatu yang bisa dimanipulasi dari pengawasan Tuhan.
Tetapi efektifitas informasi dari ayat ini diterima secara berbeda oleh manusia, bergantung pada bagaimana tingkat pemahamannya, karena manusia ada yang hanya mampu berfikir, yang lain sudah bertafakkur, dan yang lain sudah bertadabbur
• berfikir bisa menyerap informasi, tetapi hasilnya hanya bersifat kognitip.
• Bertafakkur bisa membayangkan ruang lingkup informasi, dan hasilnya bisa bersifat afektip
• Bertadabbur bisa merasakan kekuatan informasi sehingga hasilnya bukan hanya kognitip dan afektip, tapi sudah psikomotorik.
Orang yang sudah bisa bertadabbur terhadap ayat suci maka dalam dirinya sudah ada sistem pengawasan melekat. Ia tak pernah berandai-andai, memperhitungkan atau membayangkan melakukan suatu penyimpangan dengan harapan tidak akan ketahuan. Orang seperti ini sudah alergi terhadap hal-hal yang menyimpang. Nah saya yakin di negeri kita,baik yang mengawasi maupun yang diawasi mayoritas masih berada pada tataran berfikir, sedikit sekali yang bertafakkur dan hanya satu dua yang sudah bisa bertadabbur. Oleh karena itu hanya sistem yang ketat dan tepat yang bisa meminimalisir perilaku menyimpang aparatur negara , termasuk perilaku menyimpang dari aparatur yang mengawasi.
Wallohu a’lam bissawab
Post a Comment
Home