Thursday, April 16, 2009
Pengaruh Sikap
Karena sikap relatif menetap di dalam diri seseorang maka ia sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku yang bersangkutan, apa lagi jika sikap itu telah lama bersemayam dalam diri seseorang atau itu pada terbentuknya sikap menentang yang dilakukan oleh kaum ‘Ad terhadad Nabi-nabi utusan Allah SWT:
Dan itulah kaum 'Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai Rasul-rasul Allah, dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran) (Q., s. Hud / 11:59).
Ayat itu mengandung isyarat bahwa kaum 'Ad memiliki sikap mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT karena mereka telah hidup dalam waktu yang lama di bawah pengaruh raja-raja yang memiliki sikap menentang kepada kebenaran, sehingga sikap itu sudah menjadi sikap sosial. Mereka bersikukuh dengan sikap lama dan segera menolak terhadap sikap baru yang diperkenalkan oleh para Rasul. Sikap yang telah menetap menyebabkan mereka bergantung kepada akidah lama, sekaligus menolak dan memusuhi akidah baru. Hal-hal yang menyebabkan mereka bersikukuh dalam sikap lama itu diterangkan oleh surat al-Kahfi / 18:57:
Siapakah yang lebih zalim dibanding orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya, lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan Kami (letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya (Q., s. al-Kahf / 18:57).
Ayat tersebut menerangkan dengan jelas bahwa orang yang telah lama mengambil sikap kepada sesuatu menyebabkan ia tidak mampu melihat secara cermat kelemahan dari sikapnya itu. Mereka membela mati-matian sikapnya yang lama meskipun tidak logis, sementara karena hati (akal)-nya buta dan telinganya tuli maka mereka tidak bisa menganalisisi hujjah-hujjah dan argumen yang mendukung sikap baru, meskipun sikap baru itu jelas logis. Sikap yang telah mengenal seperti yang dimiliki oleh kaum 'Ad itu dapat mendorong orang ada pada sikap fanatik buta terhadap hal-hal yang telah lama dibela dan apriori terhadap hal-hal baru yang berbeda dengan hal-hal yang telah lama dianutnya. Orang yang telah memiliki sikap yang kuat terhadap suatu hal, maka ia tidak mampu bersikap kritis terhadap apa yang diyakininya itu sehingga orang tersebut seakan pemikirannya telah beku.
Pengaruh sikap terhadap tingkah laku juga dicontohkan al-Qur'an pada sikap orang Quraysy terhadap anak perempuan. Sebagaimana disebutkan dalam tarikh bahwa orang-orang Arab suku Quraysy memiliki sikap negatif terhadap anak perempuan sehingga jika istri mereka melahirkan bayi perempuan, mereka seakan terkena aib yang memalukan hingga ada yang menguburkan bayi perempuan itu hidup-hidup sebelum orang lain mengetahui. Bayi yang dikubur hidup-hidup itu dalam surat al-Takwir / 81:8 disebut al-ma'udah. Surat al-Nahl / 16:58-59 juga mengisyaratkan tingkah laku mereka yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap anak perempuan;
Dan apabila seseorang dari mereka diberi khabar tentang (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padam) mukanya, dan ia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya, apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan, ataukah akan menguburkannya di dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu (Q., s. al-Nahl / 16:58-59).
Al-Qur'an juga mencontohkan karena pengaruh sikap negatif terhadap para Nabi menyebabkan orang ingkar sama sekali tidak mampu menerima gagasan adanya hidup diakhirat seperti yang diajarkan oleh para Nabi, karena akal dan hati mereka tidak berkerja secara optimal atau bahkan tertutup sama sekali. Surat al-Mu'minun / 23:36-37 dan surat al-Jatsiyah / 45:24, menyebutkan kuatnya pengaruh sikap terhadap tingkah laku.
Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan, Kehidupan itu tidak lain adalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup, dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi (Q., s. al-Mu'minun / 23:36-37).
Mereka berkata: kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Dan mereka sekali-kali tidak memiliki pengaruh tentang itu, mereka tidak lain hanya menduga-duga saja (Q., s. al-Jatsiyah / 45:24).
Dari munasabah dengan ayat sebelumnya dapat diketahui bahwa surat al-mu'minun / 23:36-37 di atas berkaiatan dengan kaum 'Ad yang telah lama mempunyai sikap menolak kepada Nabi yang diutus kepada mereka. Sikap menolak kepada Nabi menyebabkan mereka tidak mampu memahami secara jernih terhadap pesan yang disampaikan. Sedangkan dari munasabah-nya dengan surat al-Jatsiyah / 45:23, al-Jatsiyah 24 tersebut berkaitan dengan orang yang mempertuhankan hawa nafsu, yakni orang-orang yang telah memiliki keyakinan keliru secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Ayat selanjutnya (25) menyebutkan ketidakmampuan akal mereka memahami keterangan wahyu yang bahkan sudah jelas kebenarannya. Kebiasaan mereka merujuk keyakinan lama yang meskipun tidak logis, menurut ayat 25 tersebut menyebabkan mereka hanya berhujjah dengan tradisi keyakinan nenek moyang.
Dan itulah kaum 'Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai Rasul-rasul Allah, dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran) (Q., s. Hud / 11:59).
Ayat itu mengandung isyarat bahwa kaum 'Ad memiliki sikap mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT karena mereka telah hidup dalam waktu yang lama di bawah pengaruh raja-raja yang memiliki sikap menentang kepada kebenaran, sehingga sikap itu sudah menjadi sikap sosial. Mereka bersikukuh dengan sikap lama dan segera menolak terhadap sikap baru yang diperkenalkan oleh para Rasul. Sikap yang telah menetap menyebabkan mereka bergantung kepada akidah lama, sekaligus menolak dan memusuhi akidah baru. Hal-hal yang menyebabkan mereka bersikukuh dalam sikap lama itu diterangkan oleh surat al-Kahfi / 18:57:
Siapakah yang lebih zalim dibanding orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya, lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan Kami (letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya (Q., s. al-Kahf / 18:57).
Ayat tersebut menerangkan dengan jelas bahwa orang yang telah lama mengambil sikap kepada sesuatu menyebabkan ia tidak mampu melihat secara cermat kelemahan dari sikapnya itu. Mereka membela mati-matian sikapnya yang lama meskipun tidak logis, sementara karena hati (akal)-nya buta dan telinganya tuli maka mereka tidak bisa menganalisisi hujjah-hujjah dan argumen yang mendukung sikap baru, meskipun sikap baru itu jelas logis. Sikap yang telah mengenal seperti yang dimiliki oleh kaum 'Ad itu dapat mendorong orang ada pada sikap fanatik buta terhadap hal-hal yang telah lama dibela dan apriori terhadap hal-hal baru yang berbeda dengan hal-hal yang telah lama dianutnya. Orang yang telah memiliki sikap yang kuat terhadap suatu hal, maka ia tidak mampu bersikap kritis terhadap apa yang diyakininya itu sehingga orang tersebut seakan pemikirannya telah beku.
Pengaruh sikap terhadap tingkah laku juga dicontohkan al-Qur'an pada sikap orang Quraysy terhadap anak perempuan. Sebagaimana disebutkan dalam tarikh bahwa orang-orang Arab suku Quraysy memiliki sikap negatif terhadap anak perempuan sehingga jika istri mereka melahirkan bayi perempuan, mereka seakan terkena aib yang memalukan hingga ada yang menguburkan bayi perempuan itu hidup-hidup sebelum orang lain mengetahui. Bayi yang dikubur hidup-hidup itu dalam surat al-Takwir / 81:8 disebut al-ma'udah. Surat al-Nahl / 16:58-59 juga mengisyaratkan tingkah laku mereka yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap anak perempuan;
Dan apabila seseorang dari mereka diberi khabar tentang (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padam) mukanya, dan ia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya, apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan, ataukah akan menguburkannya di dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu (Q., s. al-Nahl / 16:58-59).
Al-Qur'an juga mencontohkan karena pengaruh sikap negatif terhadap para Nabi menyebabkan orang ingkar sama sekali tidak mampu menerima gagasan adanya hidup diakhirat seperti yang diajarkan oleh para Nabi, karena akal dan hati mereka tidak berkerja secara optimal atau bahkan tertutup sama sekali. Surat al-Mu'minun / 23:36-37 dan surat al-Jatsiyah / 45:24, menyebutkan kuatnya pengaruh sikap terhadap tingkah laku.
Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan, Kehidupan itu tidak lain adalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup, dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi (Q., s. al-Mu'minun / 23:36-37).
Mereka berkata: kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Dan mereka sekali-kali tidak memiliki pengaruh tentang itu, mereka tidak lain hanya menduga-duga saja (Q., s. al-Jatsiyah / 45:24).
Dari munasabah dengan ayat sebelumnya dapat diketahui bahwa surat al-mu'minun / 23:36-37 di atas berkaiatan dengan kaum 'Ad yang telah lama mempunyai sikap menolak kepada Nabi yang diutus kepada mereka. Sikap menolak kepada Nabi menyebabkan mereka tidak mampu memahami secara jernih terhadap pesan yang disampaikan. Sedangkan dari munasabah-nya dengan surat al-Jatsiyah / 45:23, al-Jatsiyah 24 tersebut berkaitan dengan orang yang mempertuhankan hawa nafsu, yakni orang-orang yang telah memiliki keyakinan keliru secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Ayat selanjutnya (25) menyebutkan ketidakmampuan akal mereka memahami keterangan wahyu yang bahkan sudah jelas kebenarannya. Kebiasaan mereka merujuk keyakinan lama yang meskipun tidak logis, menurut ayat 25 tersebut menyebabkan mereka hanya berhujjah dengan tradisi keyakinan nenek moyang.
Pak,sikap disini berbeda atau sama dengan pendirian?
Post a Comment
Home